" Nad,...apa semua sudah kamu bawa,..?" tanya Marvin saat sudah Nadine sudah berada di kampus bersama Jian.
" Apanya,..?" tanya Nadine tak mengerti dengan maksud Marvin.
" Kamu Nad,..pesananku,...!" aku sudah bilang sama paman, kalau kamu bawa snack yang banyak,..." memang paman ga ada bilang ya,...?"
" Ohh itu,...sepertinya sudah,...coba kamu lihat di paper bag merah,.." ucap Nadine sambil membetulkan tas ranselnya yang cukup berat.
Jian yang berdiri sedari tadi di belakangnya, segera melepas tas ransel Nadine dari punggung Nadine , kemudian di panggulnya di pundak kirinya.
" Hai Jian,...kemarikan ranselku aku bisa membawanya ,..." teriak Nadine dengan bibir berdecak.
" Biarkan saja Nad,...jian kan kuat,.." sela Marvin dengan santainya.
" Aassshh kamu Marv,..Jian kan lengannya masih sakit,.." belum lagi dia bawa ranselnya sendiri,..." gerutu Nadine pada Marvin yang selalu senang jika Jian susah. " Tidak setia kawan kamu Marv,....!" umpat Nadine dengan wajah di buat kesal.
Marvin hanya tertawa terkekeh mendengar umpatan Nadine. Jian hanya melirik Nadine dengan senyuman tipis.
" Sudah jangan cemberut Nad,...kalau Jian capek biar aku yang bawa nanti ..tenang saja kamu,." ucap Marvin sambil memeluk pundak Nadine.
" Ayo naik ..." keburu di tinggal nanti,..!" ucap Jian datar, yang melihat Bis kampus siap berangkat.
Hanya membawa tas kecil, serta paperbag yang berisi snack dan minuman, Nadine naik ke dalam bis, di susul Marv dan Jian. Mata Jian menatap ke sekeliling sudut kampus,....mencari sesuatu yang kemungkinan mencurigakan. Dia harus memastikan nyawa Nadine tidak terancam, karena Ardham sudah mempercayakan Nadine padanya untuk menjaga keselamatan Nadibe selama acara di puncak.
" Jian,...!" ngapain bengong di pintu,..ayo cepat masuk,..!" teriak Marvin yang sudah duduk di kursi bersama Nadine. Sedikit memiringkan tubuhnya, Jian melewati beberapa teman wanita Nadine. Semua pandangan tertuju pada gaya penampilan Jian yang sangat casual. Belum lagi wajah tampan dan gaya rambut Jian yang ala-ala korea. Sungguh mereka tak berkedip mata memandangnya.
Nadine yang melihat tatapan teman wanitanya yang liar hanya bisa mengerjapkan mata.
" Sepertinya Jian, akan menduduki posisiku Nad,.." bisik Marvin di telinga Nadine.
" Posisi apa,...?" Nadine tak mengerti
" Posisi paling tampanlah,..." jawab Marvin dengan bangga.
" Bisa geser sedikit,.." ucap Jian yang tiba-tiba berdiri di samping Nadine.
Nadine menatap ke arah Marvin minta persetujuan Marvin.
" Bukannya kamu tadi udah di kasih tempat sama claudia,..." ucap Marvin menatap Jian yang masih berdiri dengan dua ransel di punggungnya.
" Tugasku menjaga kalian,...jadi jangan jauh-jauh dariku,..." ucap Jian, sambil melepas ranselnya dan menaruhnya di atas kabin bis.
Nadine yang tepat di bawah Jian, menjadi salah tingkah saat samar-samar menghirup aroma teh yang keluar dari tubuh Jian. Aroma yang sangat menenangkan. Setelah menaruh tas ranselnya, Jian pun duduk di samping Nadine.
" Marv,..agak geser kesana sedikit kenapa,..?" ucap Nadine pada Marvin agar bisa memberi ruang duduk untuk Jian.
" Udah mepet nih Nad,..." bantah Marvin, sedikit kesal pada Jian yang cari perhatian Nadine.
Saat Marvin menggeser duduknya lebih dekat ke cendala, Nadinepun menggeser duduknya ,
" Duduklah,..."ucap Nadine menatap Jian yang masih berdiri. Tanpa tersenyum Jianpun duduk di samping Nadine.
Di apit dua lelaki, membuat Nadine gerah. tidak bisa tidur seenak hatinya.
Bis mulai melaju menyusuri jalanan kota, menuju ke arah pedesaan di atas puncak.
Waktu sudah hampir malam, perjalanan sudah hampir lima jam. Bis sudah mendekati wilayah pedesaan di atas puncak. Marvin tidur dengan kepala bersandar di kaca, Nadine yang setengah tidur nampak terlihat gelisah. Hawa dingin mulai menyergap ke semua penumpang bis, tak terkecuali Nadine. Tubuhnya mulai kedinginan, Jaketnya yang tidak di pakai masih di dalam tas ranselnya. Jian yang sedari berjaga, melihat Nadine yang terlihat kedinginan segera melepas jaketnya menutupi badan Nadine dengan jaketnya. Badan Nadine sedikit bergerak saat merasakan ada sesuatu yang hangat yang menutupi badannya. Dengan memicingkan matanya di lihatnya Jian yang ternyata menyelimutinya.
" Hm,....apa kamu tidak kedinginan,..?" dengan melepas jaketmu untuk aku,.."? tanya Nadine dengan mata mengerjap karena masih mengantuk.
Jian bersandar di kepala kursi dengan memejamkan matanya, tanpa menjawab pertanyaan Nadine. Merasa tak di hiraukan dengan kesal, Nadine mengambil jaket Jian dan di letakkan kembali dengan kasar di atas dada Jian. Jian membuka matanya, menatap tajam wajah Nadine setelah tahu apa yang di lakukan Nadine.
" Pakailah jaketnya, kamu kedinginan,..." ucap Jian sedikit menekan suaranya.
" Aku tidak mau,..trimakasih,...!" kamu pakai sendiri saja, kamu juga kedinginan,..." balas Nadine masih kesal.
" Aku laki-laki tidak akan kedinginan,...pakailah Nad,.,," ucap Jian dengan suara mulai mengeras melihat keras kepalanya Nadine.
" Ambilkan jaketku saja di dalam ransel,..." balas Nadine dengan bibir sedikit bergetar menahan hawa dingin yang mulai menyergapnya lagi.
Dengan sikap yang dingin, Jian bangun dari duduknya, memakaikan kembali jaketnya ke Nadine dengan sedikit memaksa.
" Aku harus menjagamu,...jadi jangan membuatku susah,....ayo cepat pakai,...kamu jangan keras kepala lagi,...!" tegas suara Jian sambil membantun memasangkan jaketnya ke badan Nadine. Nadine menatap Jian dengan sangat kesal,
" Aku tidak harus memakai jaketmu,..aku bawa jaket sendiri,...kamu tinggal ambil, masalah akan beres,...jadi tidak akan ada pertengkaran yang tidak jelas seperti ini,...!" gerutu Nadine.
" Kalau kamu bawa jaket, kenapa tidak kamu pakai dari tadi, sudah tahu kalau kita perginya kepuncak,..!" balas Jian kembali menyandarkan punggungnya. Mendengar jawaban Jian yang menusuk hati, Nadine berdiri dari tempatnya, mendongak menghadap kabin bis, hendak mengambil tas ranselnya. Namun sayang, karena bis bergerak berguncang karena jalanan yang tidak rata, ransel yang sudah di pegangnya terlepas mengenai kepala Jian.
" BUG "
" Auuuhhhhh,.." Jian mengaduh dengan mata yang sedikit berkunang-kunang, menahan sakitnya kejatuhan tas ransel Nadine yang berat.
" Jian,...kamu tidak apa-apa,...?" maafkan aku,... aku benar-benar tidak sengaja,..." ucap Nadine sedikit panik, melihat Jian yang tidak bergerak dengan mata yang terpejam.
" Jian,...!" panggil Nadine pelan, sambil menepuk-nepuk pipi Jian. " Aduhhh,..!' kenapa dengan anak ini,.." masak hanya kena tas sudah pingsan,...tapi tasku memang berat juga sih,..!" batin Nadine. " Jian,...bangun,..!" panggil Nadine lagi mulai gelisah karena Jian masih belum membuka matanya juga. Rasa cemas mulai menyergap hati Nadine, sudah hampir setengah jam Jian tidak bergerak. Berlahan Nadine melihat ke dada Jian, apa masih ada detak nafas di sana, Sedikit lega saat melihat masih ada naik turun dada Jian.
" Jian,....bangun,...!" kamu pingsan atau mati sih,..?" ucap Nadine mulai cemas sambil menepuk-nepuk kembali pipi Jian.
" Kalau aku mati bagaimana,...?" apa kamu mau tanggung jawab,...?" sahut Jian tiba-tiba dengan tatapan tajamnya , sambil menahan tangan Nadine yang akan menepuk kembali pipinya.
" Kamu,...!" Nadine menarik tangannya dengan cepat. " Kamu pingsan tidak sih,...!" umpat Nadine yang mulai kembali kesal.
" Hm,...tidurlah kembali,...kamu tidak ada tidur dari tadi,..." ucap Jian, kembali memejamkan matanya.
" Jadi,...dari tadi kamu tidur,...?" sedang aku panik menungguimu,...!" dasar kamu Jian, ..!" umpat Nadine sambil memukul Jian bertubi-tubi dengan botol minuman.
" Aaauuuhhhh,...sakit Nad,.." teriak Jian meringis sambil memegang lengannya yang terkena sasaran Nadine.
" Salah sendiri,...sapa yang suruh ngerjai aku,..!" gerutu Nadine, kembali duduk di tengah di antara Marvin dan Jian, kemudian memejamkan matanya. Jian yang benar-benar merasa sakit pada lengannya masih meringis menahan sakit. Darah segar merembes pelan menembus lengan kaos Jian. Luka Jian memang masih belum kering, apalagi terkena pukulan Nadine yang bertubi-tubi. Nadine yang merasakan gerakan tubuh Jian, berlahan membuka matanya.
" Jian,...!" kenapa dengan lenganmu,..!" ucap Nadine kaget melihat Jian yang memegang lengannya dengan darah yang membasahi kaosnya.