Chereads / MY UNCLE, MY HUSBAND / Chapter 44 - HANYA KAMU SEORANG

Chapter 44 - HANYA KAMU SEORANG

" Sini sayang,...tidurlah di pangkuanku,..biar aku memijit kepalamu,..." ucap Nadine meraih kepala Ardham dan di rebahkannya dalam pangkuannya. Tanpa bicara Ardham pun merebahkan kepalanya di pangkuan Nadine.

Mata Ardham terpejam merasakan jemari halus Nadine yang memijat kepalanya dengan lembut.

" Sebaiknya kamu istirahat di kamar Dham,.. biar aku buatkan bubur , baru kamu minum obat, aku kuatir jika kamu sakit,..." ucap Nadine dengan nada lembut.

" Biarkan aku tidur di pangkuanmu sebentar sayang,..." ucap Ardham semakin menyusupkan kepalanya ke dalam perut Nadine, yang membuat hatinya terasa nyaman.

" Baiklah,..sekarang tidurlah,..." aku akan tetap di sini sampai kamu bangun,..?" ucap Nadine lembut, tak tega melihat Ardham jika sedang sakit.

" Kamu tidak ingin menemui Jian Nad,,...?" bukannya kamu harus membujuknya agar dia mau menerima pemberianmu,...?" tanya Ardham, menatap wajah Nadine yang terlihat lelah. Nadine menatap mata Ardham dengan hati gemas, ingin sekali Nadine menutup bibir Ardham dengan bibirnya, agar tidak menyuruhnya pada hal yang menyakiti hatinya sendiri.

" Benar,...?" kamu ingin aku menemui Jian,...?" tanya Nadine menahan rasa gemasnya.

" Jika memang itu perlu di lakukan,...aku bisa bilang apa Nad,...!" jawab Ardham menenggelamkan kepalanya lagi dalam perut Nadine, sambil memeluk erat pinggang ramping Nadine.

" Baiklah,...sekarang kamu tidur ya,.., kapan kamu tidurnya jika bicara terus Dham,..." kamu tenang saja, nanti aku akan menemui Jian,..." ucap Nadine dengan hati kesal dan hilang sudah kesabarannya. Ardham mencoba memejamkan matanya, dengan hati yang tiba-tiba merasa terluka, mendengar jawaban Nadine, yang menuruti perkataannya, tanpa ada kata menolaknya.

Kesunyian melanda keduanya. Tubuh Ardham tak bergerak di pangkuan Nadine, dengan matanya yang masih terpejam. Nadine menatap wajah tampan Ardham, nampak kegelisahan di wajahnya, Nadine menempelkan telapak tangannya di kening Ardham, terasa hangat. Nadine mengambil ponselnya, menekan tombol angka dengan acak, hingga terdengar suara nada seperti hendak menelpon , kemudian Nadine mematikan ponselnya tanpa terlihat Ardham karena matanya yang masih terpejam, Nadine yakin Ardham tidak sedang tidur. Sambil menatap wajah Ardham, Nadine berbicara sendiri, seolah-olah sedang berbicara dengan seseorang.

" Jian,...aku ingin bicara denganmu,.." ucap Nadine pelan, sambil menatap mata Ardham yang terpejam.

" Baiklah Jian,...temui aku jam 7 malam di balkon belakang,..." ucap Nadine lagi pada dirinya sendiri.

" Maafkan aku Dham,..aku harus melakukannya, aku ingin menghentikan sikapmu yang akhirnya menyakiti dirimu sendiri,...aku tidak mau melihatmu bersedih apalagi terluka hanya karena pemikiranmu yang sama sekali tidak benar. Aku mencintaimu sedari aku kecil,..aku menunggumu selama kurun tujuh tahun, dengan menahan rindu yang selalu menyergap di tengah malamku. Aku tidak akan menyerah begitu saja,.untuk bisa berpaling darimu, apalagi untuk melepasmu,...kamu adalah nafasku, urat nadiku ...dan semua impian indahku,..." ucap Nadine dalam hati, sambil memegang kening Ardham yang semakin panas.

" Dham,..." panggil Nadine seraya membelai pipi Ardham yang memerah hangat.

" Hm,...." jawab Ardham membuka matanya yang sedari terpejam namun tidak dengan hatinya. Ada luka dalam di hatinya , saat mendengar Nadine menelpon Jian untuk janji bertemu di balkon belakang jam tujuh. Sungguh hati Ardham merasakan sakit yang luar biasa seperti tertusuk banyak duri.

" Pindah ke kamar ya Dham,...badan kamu panas sekali,.." ucap Nadine memegang kening Ardham lagi. Ardham menatap Nadine dengan tatapan sayu dengan tubuh yang terasa lemas. Dengan di papah Nadine, Ardham berjalan menuju ke kamarnya yang tidak jauh dari kamar Nadine.

" Tidurlah lagi Dham,..." aku akan buatkan bubur dulu,.." ucap Nadine setelah membaringkan Ardham ke tempat tidur.

" Jangan lama-lama ya Nad,.." ucap Ardham dengan wajah sedihnya.

" Ya,...Dham,..." kamu tidur ya,..." ucap Nadine seraya mengecup kening Ardham yang masih menghangat.

Nadine beranjak keluar dari kamar Ardham, langsung menuju ke dapur. Dengan cekatan Nadine memasak bubur ayam dengan telur rebus setengah matang kesukaan Ardham.

Dengan langkah pelan, Nadine masuk ke kamar Ardham dan duduk di pinggir ranjang di samping Ardham. Di lihatnya Ardham masih tertidur. Di usapnya pipi Ardham dan bibir Ardham yang terlihat memerah, pengaruh dari demamnya yang sangat tinggi. Nadine menghela nafas panjang. Sungguh tak sampai hati melihat keadaan orang yang di cintainya lemah tak berdaya.

" Dham,...bangun,...." ucap Nadine pelan, tepat di telinga Ardham sambil mengusap-ngusap pipi Ardham.

Berlahan mata Ardham terbuka, terasa sangat berat untuk mengeluarkan suara.

" Makan bubur dulu,..setelah itu minum obat,.." ucap Nadine lagi, seraya mengambil mangkuk yang berisi bubur ayam.

" Di buka mulutnya sayang,.." ucap Nadine mengambil sesendok bubur, di tiupnya pelan kemudian di suapkan ke mulut Ardham dengan pelan.

" Pahit Nad,..." ucap Ardham di iringi suara batuknya. Nadine mengambil segelas air di atas nakas dan di minumkannya pelan ke mulut Ardham.

" Ayo Dham lagi,.." ucap Nadine.

Ardham menggeleng lemah,

" sudah cukup Nad,...terasa pahit,.." keluh Ardham.

" Makan sedikit lagi sayang,.." bujuk Nadine kembali menyuapi Ardham sesuap demi sesuap.

Nadine tersenyum, mengecup bibir Ardham cepat. Pipi Ardham semakin memerah antara badannya yang masih demam, bercampur dengan rasa bahagianya.

" Sekarang minum obatnya ya,..." ucap Nadine menatap Ardham yang sedang menatapnya dengan pandangan yang berkabut. Nadine tahu Ardham masih memikirkan hal yang membuatnya lebih sakit dan terluka. Dengan hati yang ikut sedih Nadinepun membantu Ardham meminum obatnya.

" Nad,..." tetap di sini temani aku ya,..?" ucap Ardham dengan tatapan memohon.

Nadine mengangguk,..

" Tapi aku nanti jam tujuh balik ke kamar ya Dham, ada tugas kampus yang harus aku kerjakan,.." ucap Nadine menatap Ardham yang terlihat kecewa.

" Tidak bisakah kamu mngerjakannya di sini,...aku janji tidak akan menggagumu,..." ucap ardham lagi dengan menahan rasa sakit di dadanya melihat Nadine yang telah membohonginya.

" Hanya sebentar saja aku mengerjakan tugasku Dham,..setelah itu aku akan menjagamu di sini,.." ucap Nadine tersenyum manis pada Ardham. " Sekarang tidur ya,...sudah hampir sore,.." aku mau mandi dulu,..." lanjut Nadine mengecup kening Ardham dan meyelimuti Ardham dengan selimut tebal. Nadine berjalan keluar dan menutup pintu dengan sangat pelan. Mata Nadine terpejam bersandar di balik pintu Ardham.

" Maafkan aku sayang,....aku melakukannya karena aku sangat mencintaimu,....tak ingin melihatmu melukai diri sendiri dengan pikiran kamu yang salah,...." ucap Nadine lirih sambil menyeka airmatanya yang berlahan menetes.

Waktu telah berjalan , Setelah mandi sore Nadine berada di dalam kamarnya tidak keluar kemana-mana selain mengerjakan tugasnya untuk acara ke puncak besok. Nadine melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul tujuh lebih lima belas menit. Sambil membawa selimut yang tidak terlalu tebal, Nadine berjalan pelan menuju ke kamar Ardham. Di lihatnya Ardham tidak ada di ranjangnya. Dengan mengendap-ngendap Nadine melangkah pelan, ke tempat balkon yang berada di belakang. Nadine menghentikan langkahnya di balik pilar saat melihat Ardham yang juga bersembunyi di balik pilar besar yang lebih dekat dengan balkon. Nadine menghela nafasnya. merasakan rasa sakit yang sangat. melihat Ardham dalam keadaan sakitpun masih ingin tahu apa yang di lakukannya, apalagi udara malam saat ini begitu dingin. Dua jam telah terlewati, jarum jam tangan Nadine sudah menunjukkan pukul sembilan lebih. Nadine sudah tak sabar hati ingin menghampiri Ardham yang masih bertahan di sana. " Apa yang kamu pikirkan sekarang Dham,..." aku harus bagaimana agar kamu tak menyakiti dirimu sendiri,..." keluh Nadine dalam hati. Dengan hati sedih, Nadine menghampiri Ardham yang bersandar di pilar, dengan sebuah selimut di tangannya. Melihat Nadine yang datang tiba-tiba dan berjalan ke arahnya , Ardham tak bisa lagi beranjak ke mana-mana selain menghadapi Nadine.

" Di luar dingin,...harusnya kamu memakai selimut, apalagi kamu lagi sakit,..." ucap Nadine dengan suara tercekat, melihat wajah Ardam yang begitu pucat. Dengan hati pedih Nadine memyelimuti separuh tubuh Ardham dengan selimut yang di bawanya.

" Nad,...kamu dari mana,...?" bukannya kamu,...?" ucap Ardham menjadi terhenti saat Nadine menutup bibir Ardham dengan bibirnya. Setelah beberapa detik Nadine melumat bibir Ardham yang terasa hangat karena demamnya, Nadine melepas lumatannya, sambil menatap wajah Ardham yang masih diam terpaku.

" Sudah dari tadi siang aku ingin menutup bibirmu dengan bibirku Dham,..." agar bibirmu tidak lagi mengeluarkan kata-kata yang sama sekali tidak berarti bagiku,..." kenapa kamu selalu menyuruhku melakukan yang sebenarnya tidak kamu inginkan,.." kenapa kamu menyuruhku untuk menemui Jian ,jika hatimu merasa terluka,....?" kenapa kamu selalu menyakiti hatimu sendiri,...?" apa kamu ingin menguji perasaanku padamu Dham,....?" ucap Nadine dengan airmata yang sudah berlinang di kedua mata indahnya.

" Harus berapa kali aku mengatakan padamu Dham,..." kalau aku sangat mencintaimu,...hanya kamu seorang yang ada di hatiku,..." tujuh tahun aku selalu menunggumu dan merindukanmu tanpa membuka hatiku untuk laki-laki lain,..." Apakah tujuh tahun itu belum cukup untuk membuktikan kalau aku hanya mencintaimu seorang Dham,..?"