Chereads / MY UNCLE, MY HUSBAND / Chapter 39 - TATAPAN MATA JIAN

Chapter 39 - TATAPAN MATA JIAN

Di bandara Ardham dan Nadine duduk di sofa di salah satu restoran makan yang cukup elite, Ardham berjanji pada Abay untuk menjemput Jianying pagi ini, yang di perkirakan limabelas menit lagi akan sampai.

Sambil menunggu kedatangan Jianying, Ardham membaca sebuah koran harian pagi serta memesan secangkir kopi dan dua omelet telor untuk sarapan. Sedang Nadine hanya duduk dan sesekali berdiri menatap ke arah pintu keluar bandara.

"Dham, apa masih lama datangnya Jian?" tanya Nadine pada Ardham yang terlihat fokus membaca koran harian.

"Lima belas menit lagi Nad, kenapa? apa sudah tak sabar lihat wajah tampan Jianying?" tanya Ardham memicingkan matanya pada Nadine yang sedari tadi terlihat mencari-cari sosok Jian.

Nadine yang mendengar jawaban Ardham yang berbau kecemburuan ingin menggoda Ardham sekali lagi.

"Penasaran saja dham, Jian kan masih muda. Di saat teman-teman seusianya masih mencari ilmu, dia sudah bekerja. Jadi notaris terkenal lagi, sangat menganggumkan." jawab Nadine dengan pandangan mata yang terkagum-kagum.

Ardham mengambil nafas panjang seraya meletakkan koran di atas meja, dan menatap Nadine dengan sedikit kesal.

"Aku dulu juga masih sangat muda, saat menjadi seorang CEO. Apa itu tidak membuatmu kagum?" tanya Ardham tidak mau kalah jika Jian di puji Nadine.

Nadine menoleh menatap wajah Ardham yang terlihat kesal.

"Ohh...benarkah itu Dham? aku sangat kagum padamu sayang." puji Nadine seraya mengusap pipi Ardham lembut dengan seulas senyuman manisnya, agar bisa menghilangkan kekesalan di wajah Ardham kekasihnya. Ardham tersenyum lepas, hilang sudah kekesalan di hatinya.

"Dham, aku boleh bertanya tidak?" tanya Nadine dengan wajah yang berubah serius dan sedikit cemas.

Nadine menggeser duduknya lebih dekat ke Ardham. Ardham yang melihat wajah Nadine sangat serius, ikut memasang wajah seriusnya.

"Hm....tanya apa Nad? wajahmu serius sekali?"

"Aku hanya ingin tahu, kapan rencanamu untuk menemui Kakek Robet?" tanya Nadine hati-hati.

"Setelah Abay selesai dengan pengumpulan buktinya, dan kamu sudah menandatangani surat wasiat itu, aku segera akan menemuinya untuk membuktikan semua kejahatannya. kenapa memang Nad?" jawab Ardham sambil menyesap kopi terakhirnya.

"Apakah kamu ke sana sendirian?" tanya Nadine lagi tanpa menjawab pertanyaan Ardham.

"Hm...tidak, hanya aku sama Jianying yang ke sana. kenapa?" Ardham memiringkan wajahnya menatap wajah Nadine yang terlihat cemas.

"Aku kuatir jika kamu menemui Kakek Robet tanpa di kawal orang-orang Abay. Aku takut jika terjadi sesuatu padamu Dham." cicit Nadine merebahkan kepalanya di pundak Ardham.

Ardham mengusap rambut hitam Nadine, harum wangi rambut Nadine memenuhi rongga penciumannya.

"Kamu jangan kuatir, tidak akan ada yang terjadi padaku. Apalagi ada Jian yang bisa menjagaku." sahut Ardham dengan suara lembut.

"Rencananya kamu menemui Kakek di mana Dham? di kantornya kah?" tanya Nadine lagi masih penasaran.

"Di rumahnya, karena aku yakin semua bukti yang aku perlukan ada di rumah Robet. kenapa Nad? kamu nampak sangat kuatir sekali sayang. Apa kamu tidak percaya denganku kalau aku bisa jaga diri?" sahut Ardham dengan nada sangat lembut melihat Nadine yang menguatirkannya.

"Aku tidak tahu Dham, sejak kamu menceritakan semuanya soal kematian papa dan mama, juga soal warisan Kakek William dan ancaman Kakek Robet. Aku jadi sedikit takut, bukan takut akan diriku. Aku takut jika terjadi sesuatu padamu." cicit Nadine dengan mata berkaca-kaca.

"Inilah yang aku kuatirkan setelah aku menceritakan semuanya padamu Nad. Kamu pasti tidak akan merasa tenang seperti saat ini, kamu jadi menguatirkan aku." ucap Ardham menjadi merasa bersalah karena telah melibatkan Nadine secara tidak langsung.

"Aku menguatirkanmu karena aku mencintaimu Dham. Aku tidak ingin kehilanganmu." lirih suara Nadine kembali menyandarkan kepalanya di dada Ardham yang bidang.

"Aku juga menguatirkanmu dan sangat mencintaimu Nad. makanya sekian lama aku menyimpan masalah ini, karena aku takut terjadi apa-apa padamu. sangat takut kehilanganmu sayang." balas Ardham merengkuh penuh punggung Nadine.

Nadine baru mengerti sekarang, kenapa Ardham selama ini menyembunyikan masalah besar ini darinya, tak lain hanya karena Ardham takut kehilangan dirinya.

"Dham." panggil Nadine lirih.

"Ya sayang, ada apa?" balas Ardham tak kalah lirih, membuat alirah Nadine mengalir hangat.

"Kamu tahu wanita setengah tua yang duduk di bagian kasir itu?" tanya Nadine semakin menyusupkan kepalanya di dada Ardham.

"Ya kenapa Nad?" tanya Ardham seraya melayangkan pandangan ke wanita yang duduk di bagian kasir.

"Dari kita masuk, dia memperhatikanmu terus. Apa kamu mengenalnya?" tanya Nadine sedikit terganggu dengan tatapan kagum wanita itu pada Ardham.

"Aku sama sekali tidak mengenalnya." jawab Ardham yang sama sekali tidak mengerti arah maksud Nadine.

"Kalau kamu tidak mengenalnya? kenapa dia menatapmu seperti itu?" suara Nadine penuh tekanan dengan alis yang terangkat.

"Menatap seperti apa?" tanya Ardham menatap mata Nadine yang sedikit rumit, makin tak mengerti dengan sikap Nadine.

"Asshhh.. kamu selalu tak paham dengan tatapan seorang wanita. Dia sepertinya menyukaimu, atau lebih tepatnya mengagumimu." jelas Nadine sedikit kesal karena wanita itu masih terus memperhatikan Ardham.

"Terus kenapa kalau dia mengagumiku? apa ada salah Nad?" Ardham semakin menatap dalam manik mata Nadine yang mulai berkobar di sana.

"Pasti dia mengira aku adalah putrimu, jadi dia berani menatapmu terus seperti itu." ucap Nadine mulai gusar melihat tingkah wanita itu yang secara terang-terangan melayangkan senyuman pada Ardham.

Ardham hanya tersenyum bahagia melihat pertama kalinya Nadine memperlihatkan rasa cemburunya.

"Dham." panggil Nadine lagi masih melirik wanita kasir itu.

"Ya Nad." jawab Ardham menahan tawa dalam hatinya.

"Cium bibirku sekarang! ini perintahku sebagai calon istrimu." ucap Nadine dengan hati yang mulai memanas. Ardham tampak terkejut dengan keberanian Nadine yang biasanya malu bahkan menolaknya jika dia ingin menciumnya, apalagi bermesraan di tempat umum.

Dan sekarang? di tempat umum, Nadine ingin dia menciumnya? sungguh kecemburuan seorang wanita bisa merubah seseorang dalam sekejap." batin Ardham dengan hati yang makin berbunga-bunga.

"Kamu yakin sayang? aku harus menciummu, di tempat ini?" Ardham memastikan permintaan Nadine yang bagi Ardham adalah sebuah berkah yang tak terduga.

"Aku yakin, biar wanita itu tahu kalau aku adalah kekasihmu. bukan anakmu! ayo lakukan, tapi jangan lama-lama ya? cukup dia tahu kalau kamu mencium bibirku." ucap Nadine dengan wajah yang mulai memerah saat Ardham mulai mendekatkan wajahnya.

Dengan senyum di bibirnya Ardham mendekatkan wajahnya ke wajah Nadine, di lihatnya bibir bawah Nadine yang merah delima, membuat hati Ardham segera ingin melumatnya.

Perlahan Ardhampun menyentuh bibir Nadine dengan bibirnya, melumat lembut bibir bawah Nadine, sungguh terasa kenyal dan sangat nikmat.

Nadine yang melirik wanita itu sama sekali tidak merespon apa yang di lakukan Ardham, kecuali ingin melihat reaksi wajah wanita itu, saat Ardham mencium bibirnya dengan mesra.

Dan keinginan Nadine pun terwujud melihat betapa merah padamnya wajah wanita melihat Ardham mencium bibirnya, bahkan sempat di lihatnya wanita itu melempar bulpennya dan beranjak masuk ke dalam. Nadine segera menarik wajahnya cepat-cepat saat Ardham mulai menghisap bibir bawahnya, tawa Nadine lepas saat melihat wajah Ardham yang nampak kecewa karena belum puas mencium bibir Nadine yang bagaikan candu baginya.

"Maaf sayang, nanti kita lanjutkan di rumah ya sayang...malu di lihat orang banyak." ucap Nadine tertawa terkekeh dengan hati yang puas.

Sedang Ardham hanya bisa menghela nafas sambil menahan rasa ngilu, karena adik yang di dalam celananya sudah mulai mengeras. Ardham berdiri dari duduknya hendak mengambil sebotol minuman untuk menetralkan gairahnya, sampai saat ponsel dalam kantongnya berbunyi.

"Drrrt... Drrrt... Drrrt"

Abay is calling 

"Ya bay, ada apa?"

"Kamu di mana Dham, Jianying sudah menunggumu selama hampir setengah jam di samping pintu bandara. kamu jemputnya di mana? dan kamu melakukan apa saja dari tadi?" Ucap Abay merasa kesal karena Jian harus menunggu lama.

Ardham hanya bisa diam menerima kemarahan Abay.

"Aku minta maaf, aku kesana sekarang oke! sebenarnya aku sudah di bandara dari tadi, cuma ada sesuatu yang terjadi hingga membuatku lupa waktu." jelas Ardham sambil melirik Nadine yang tertawa kecil melihat wajah Ardham yang masih kecewa.

"Cepatlah ke sana, semoga tidak ada yang menganggumu lagi sampai kamu lupa waktu." suara kesal Abay masih terdengar di sana.

Ardham mematikan ponselnya, dan segera melanjutkan mengambil botol minuman dan meminumnya sampai habis.

"Nad ayo, Jianying sudah menunggu lama di sana." panggil Ardham melihat Nadine yang telah membayar pesanannya di kasir dengan kasir wanita yang sudah berbeda.

Nadine pun berjalan di samping Ardham, Tangan Ardham yang kokoh mengenggam erat jemari Nadine.

"Dham, bukankah itu Jianying?" ucap Nadine pada Ardham sambil menunjuk seorang laki-laki muda berkacamata coklat, memakai sweater biru gelap di padu dengan celana jeans berwarna biru pula terlihat sangat casual sekali, apalagi di dukung kulit putih Jianying, sungguh menambah ketampanan dan betapa santainya sosok Jianying di mata Nadine.

"Aku pikir seorang Notaris itu penampilannya tidak jauh beda denganmu Dham? tapi ini di luar dugaanku, sangat berbeda." bisik Nadine pada Ardham .

Ardham menekan genggamannya, hingga Nadine meringis senang melihat Ardham cemburu.