Chereads / MY UNCLE, MY HUSBAND / Chapter 37 - NOTARIS MUDA JIANYING

Chapter 37 - NOTARIS MUDA JIANYING

"Ardham, bolehkan hari ini aku pergi sama Marvin? ada tugas kuliah yang harus aku selesaikan." Ucap Nadine sambil memijat pundak Ardham yang sedang mengamati berkas Notaris Yang.

Notaris Yang sudah di ketahui tempatnya. Namun Abay belum bisa menemui Notaris Yang, karena masih di sibukkan dengan kasus kecelekaan Ardham. Di mana Abay sudah mendapatkan bukti rekaman cctv dan juga bukti rekaman secara langsung orang suruhan robet. Orang suruhan Robet sudah sangat jelas telah menyebut nama Robet sebagai dalang dari kecelakaan Ardham.

"Ardham kenapa kamu melamun?" Tanya Nadine dengan kesal.

"Dham, kamu tahu? wajah seperti inilah yang membuatku jadi cemas pada dirimu." ucap Nadine menatap dalam wajah Ardham yang terlihat serius.

"Kenapa dengan wajahku Nad?" tanya Ardham dengan suara berat.

"Wajah yang serius penuh tekanan!" jawab Nadine singkat dan jelas.

Ardham mengambil nafas panjang, kemudian menutup berkas-berkasnya. Dengan tangan menopang di dagunya, Ardham menatap penuh wajah Nadine yang duduk di kursi di hadapannya.

"Mungkin harus ada seseorang yang bisa menghilangkan tekanan di wajahku." Ucap Ardham dengan suara semakin berat, menatap wajah Nadine dengan mata sayunya. Nadine menjadi gugup dan salah tingkah.

"Aku sebaiknya pergi sekarang, daripada Tuan mesum semakin menggodaku." Ucap Nadine hendak beranjak pergi dari hadapan Ardham.

"Aaauuhh! Sakit sekali!" tiba-tiba suara Ardham mengaduh kesakitan dengan satu tangannya memegang dadanya.

"Nadine." panggil Ardham dengan suara pelan. Nadine yang melihat Ardham mengaduh kesakitan, dengan panik langsung mendekati Ardham.

"Kamu kenapa Dham? apa yang sakit?" tanya Nadine mulai cemas melihat kedua mata Ardham terpejam.

"Dham, kamu kenapa?" Tanya Nadine dengan suara hampir tercekat menggenggam tangan Ardham.

Perlahan Ardham membuka matanya yang sayu. Hati Nadine mulai berdesir, sungguh inilah kelemahanku. Tatapan tajam Ardham yang mulai sayu, seolah-olah memanggil gelora Nadine untuk mendekat.

"Kamu benar-benar sakit kan Dham? di mana sakitnya?" tanya Nadine lagi.

Tangan Ardham yang di genggam Nadine bergerak pelan, mengarahkan tangan Nadine di atas dadanya.

"Di sini sakitnya Nad, sakit sekali." suara Ardham semakin berat membuat hati Nadine semakin tersiksa dengan gairah yang telah menyerangnya.

"Kenapa bisa sakit? bukannya tadi tidak apa-apa?" tanya Nadine yang tak habis mengerti.

"Sakit di sini Nad, gadis yang aku cintai selalu menghindariku tiap kali aku menginginkan sentuhan lembut darinya." jawab Ardham dengan memicingkan matanya. Ardham melihat dengan jelas wajah Nadine yang mulai bersemu merah.

Dengan cepat Nadine melepas tangannya dari genggaman Ardham, namun dengan cepat pula Ardham menggenggam kuat jemari Nadine.

"Kamu mau kemana? tidak bisakah sedikit mesra padaku?" pinta Ardham dengan wajah memelasnya.

"Aku harus jaga jarak darimu. Bagaimana aku bisa mesra padamu.  Tanpa mesra padamu pun, kamu selalu membuatku merasa tak berdaya. Aku harus waspada dengan diriku sendiri." sahut Nadine mengeluarkan ketakutan akan dirinya.

"Kalau begitu kita harus menikah secepatnya Nad?" tanya Ardham dengan wajah serius.

"Apa? Oh tidak! aku masih belum menyelesaikan kuliahku Dham? dan aku masih sangat muda untuk menikah." jawab Nadine sesuai dengan kata hatinya. Namun jawaban Nadine bagaikan pisau yang melukai hati Ardham.

"Apakah itu berarti kamu tidak mau menikah denganku?" tanya Ardham dengan hati terluka memastikan jawaban dari Nadine.

Nadine baru menyadari, ucapannya pasti telah menyakiti hati Ardham.

"Ardham, maafkan aku. Aku tidak bermaksud bicara seperti itu." jelas Nadine dengan perasaan bersalah.

"Kamu tahu kan Dham, aku mencintaimu sejak usiaku masih sangat muda. Dan impian terbesarku adalah menikah denganmu. Jadi mana mungkin aku menolakmu?" lanjut Nadine mengusap pipi Ardham.

"Lalu kenapa kamu tidak mau menikah secepatnya?" tanya Ardham masih dengan perasaan gelisah.

"Aku ingin lebih dulu menjadi wanita yang bisa kamu banggakan Dham."  sahut Nadine pelan berusaha menenangkan hati Ardham.

"Bukankah keinginanmu dan orang tuaku untuk menjadikanku wanita yang berguna? aku ingin mendapatkan gelar sarjanaku, baru aku akan menikah denganmu." lanjut Nadine dengan pasti.

"Di saat kamu meraih gelarmu, usiamu sudah matang untuk bisa menikah Nad. Sedangkan aku? aku semakin tua dengan usiaku yang makin bertambah. Aku tidak akan pantas lagi bersanding denganmu Nad." keluh Ardham dengan perasaan makin sedih.

"Ardham, lihat aku sayang." ucap Nadine manatap lembut mata Ardham yang berkabut.

"Aku tetap akan menikah denganmu berapapun usiamu, atau setua apapun dirimu. Aku akan selalu mencintaimu sayang." Ucap Nadine dengan tatapan penuh cinta.

Mata Ardham meremang, tertutup dengan matanya yang sedikit berkaca-kaca. Hati Ardham benar-benar tersanjung dan meleleh.

"Aku merasa aku laki-laki yang paling beruntung di dunia ini Nad, karena ada wanita yang cantik, pintar, dan masih muda mau mencintai laki-laki yang sudah tua ini." ucap Ardham dengan perasaan terharu.

"Bukan hanya tua saja, tapi juga laki-laki yang sangat keras kepala." sahut Nadine sambil mencubit gemas hidung Ardham yang mancung.

Ardham tertawa terkekeh bahagia.

"Peluk aku Nad, aku sangat rindu pelukanmu sayang." ucap Ardham melebarkan tangannya agar Nadine bisa memeluknya.

Nadine menuruti permintaan Ardham, di peluknya laki-laki yang usianya lebih tua darinya. namun hatinya masih seperti anak kecil yang polos.

"Bagaimana Dham? kamu sudah bahagiakan sekarang?" tanya Nadine masih memeluk Ardham dalam pelukannya.

"Belum." Jawab Ardham singkat, sambil menyusupkan kepalanya di ceruk leher Ardham.

"Kenapa belum bahagia? bukannya tadi kamu bilang sendiri? dengan kita berpelukan saja kamu sudah bahagia." protes Nadine, sedikit menjauhkan dirinya dari Ardham.

"Bahagianya kurang lengkap kalau kamu tidak menciumku." sahut Ardham dengan senyum mesumnya.

Dengan gemas Nadine mencubiti pinggang dan perut Ardham. Ardham menggeliat geli dengan tawa bahagianya.

"Kalau sudah otak mesum, di apa-apakan tetap saja mesum." ucap Nadine masih mencubiti pinggang dan perut Ardham.

"Drrrt... Drrrt... Drrrt"

Suara ponsel Ardham bergetar di kantong celananya.

"Sebentar sayang." ucap Ardham pada Nadine, kemudian mengambil ponsel dalam kantongnya.

Ardham langsung menerimanya, saat tahu Abay yang menelponnya.

Nadine yang tahu Ardham mendapat telepon memberi isyarat pada Ardham kalau dia mau keluar.

Namun Ardham mencegahnya, dengan menarik tangan Nadine hingga Nadine jatuh dalam pangkuan Ardham. Sambil memeluk Nadine, Ardham menjawab telpon Abay.

"Suara apa itu tadi Dham? seperti orang jatuh?" tanya Abay dengan penasaran.

"Kalaupun orang jatuh, itu bukan urusanmu Bay." sahut Ardham kesal, tiap kali dia sedang mesra dengan Nadine, Abay selalu mengganggunya.

"Ada kabar apa Bay?" tanya Ardham langsung.

"Tuan Yang telah meninggal Dham." Ucap Abay dengan serius.

"Meninggal? meninggal karena apa?" Tanya Ardham dengan perasaan tak percaya.

"Meninggal di kamar mandi di apartemennya, di duga Tuan Yang meninggal karena serangan jantung." Jelas Abay dengan singkat.

"Lalu bagaimana dengan surat wasiat keluarga Arsen yang harus di tandangani Nadine?" tanya Ardham sambil menatap Nadine yang menatapnya ingin tahu. Tangan Ardham yang satunya membelai wajah Nadine mencoba menenangkan Nadine.

"Jangan kuatir... surat wasiat itu sekarang di pegang oleh putra Tuan Yang, namanya Jianying. Panggilannya Jian, anaknya masih muda mungkin seumuran dengan Nadine tapi otaknya sangat genius. Di usianya yang masih muda dia sudah menjadi seorang pengacara yang terkenal di negaranya." jelas Abay panjang lebar.

"Kapan kamu menemuinya?" tanya Ardham dengan serius.

"Kita tidak perlu menemuinya, tapi dia yang akan menemuimu. Dia ingin membantumu Dham." Ucap Abay dengan serius pula.

"Oke kapan dia akan ke sini,? aku minta anak buah kamu harus mengawalnya mulai sekarang. Aku tidak mau terjadi apa-apa pada Jian." Ucap Ardham memastikan keselamatan Jian.

"Mungkin besok pagi Jian akan sampai di bandara. Kamu jangan kuatir Dham, selain Jian genius dia juga banyak menguasai bela diri. Dia bisa menjagamu dan Nadine, biarkan dia tinggal bersamamu." ucap Abay panjang lebar.

"Oke, apa kamu punya fotonya? kalau punya kirim fotonya sekarang?" sahut Ardham dengan cepat.

"Oke, aku kirim fotonya sekarang." ucap Abay memutuskan panggilannya.

Setelah Abay mematikan panggilannya, Ardham segera membuka pesan dari Abay yang berisi foto Jianying anak dari Tuan Yang. "Sangat muda dan tampan." Ucap Ardham dalam hati.

Hati Ardham mengecil, kenapa dirinya selalu di kelilingi laki-laki yang masih muda dan tampan yang membuat dirinya tidak merasa aman. Ardham takut jika Nadine akan berpaling darinya kemudian memilih yang lebih muda dan tampan.

Nadine yang masih berada dalam pelukan Ardham, ingin tahu foto yang di kirim Abay.

"Lihat fotonya Dham." ucap Nadine seraya mau meraih ponsel Ardham, namun Ardham dengan cepat menjauhkannya dari tangan Nadine.

"Ardham lihat sebentar, aku ingin lihat orang yang akan menangani wasiat papaku." ucap Nadine sedikit gemas.

"Kamu bisa lihatnya dari sini saja." ucap Ardham sambil memperlihatkan foto Jianying agak jauh dari Nadine.

Nadine pun bergerak cepat meraih ponsel Ardham dan langsung melihat foto Jianying

"Wow tampan sekali Dham." ucap Nadine dengan mata yang berbinar.

Ardham menatap Nadine dengan kesal. Namun Ardham tak bisa menunjukkan kekesalannya, selain berteriak dalam hati.

"Aakkkhhh!! sampai kapan aku harus mengalami rasa cemburu ini!" Teriak Ardham dalam hati.