Ardham mematikan ponselnya, seraya mengambil nafas panjang. Di lihatnya Nadine berdiri di hadapannya menatapnya dengan tatapan yang tajam.
" Bisa kamu jelaskan Dham kenapa kamu harus membawa pistol,...?"
Ardham terdiam, berpikir alasan apa yang harus di berikan pada Nadine.
" Sayang,..nanti aku pasti cerita ,...sekarang kita pulang dulu ya,... " ucap Ardham berharap nanti setelah di rumah Nadine akan lupa dengan pertanyaannya. Tanpa menjawab perkataan Ardham, Nadine membawa paperbag yang berisi baju Ardham. Tidak banyak yang di bawa Nadine karena sehari sebelumnya baju kotor Ardham sudah di bawa Nadine pulang.
" Nad,...kita naik taxi atau minta Anna untuk menjemput,..?" Ardham pada Nadine yang banyak diam sejak pertanyaannya yang belum di jawab Ardham.
Ardham menghela nafas panjang.
" Biar Anna saja yang menjemput kita ya Nad,." tanya Ardham, namun tetap saja tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Nadine.
Ardham terdiam tak tahu harus ngomong apa lagi, agar Nadine tidak diam saja.
Hampir setengah jam tidak ada percakapan antara Ardham dan Nadine. Nadine tak bicara sedikitpun, namun tangannya bergerak sangat lincah, memainkan game di ponselnya untuk menghilangkan rasa kesalnya pada Ardham yang tak berterus terang padanya.
" Menunggu lama Dham,..?" maaf aku tadi masih ada urusan dengan Agencyku,..." terang Anna kenapa dia terlambat jemput. " Ayo kita pulang,.." lanjut Anna beralih pada Nadine.
" Kamu kenapa Nad,..?" tanya Anna, melihat kediaman Nadine yang bukan kebiasaannya. Saat mereka sudah masuk ke dalam mobil.
" Tidak ada apa-apa Bi An,..ini hanya lagi sebel sama game ini,.." jawab Nadine beralasan.
" Memang main game bisa sebel ya Nad,..?" tanya Anna masih belum mengerti kalau Nadine menyindir Ardham.
" Bisa saja Bi An,...kalau lawannya Nadine lagi berusaha mengalihkan pertanyaan Nadine..." jawab Nadine lagi.
Ardham yang mendengar jawaban Nadine merasa tersindir. Namun Ardham berusaha untuk tetap tenang, karena ada Anna yang tidak tahu apa-apa.
Anna yang tidak mengerti soal game, hanya bisa ber Oh saja.
Dari awal perjalanan hingga sampai rumah, hanya ada kesunyian yang menyelimuti hati Ardham dan Nadine.
Anna yang mulai menyadari itu hanya terdiam, tidak bisa berkomentar apa-apa, karena baik Ardham ataupun Nadine tidak menceritakan apa masalahnya.
Tanpa menoleh sedikitpun pada Ardham, Nadine keluar dari pintu mobil, berjalan sedikit cepat masuk ke dalam rumah.
" Dham,.." Nadine kenapa,..?" tanya Anna, membantu Ardham membawakan paperbagnya yang di tinggalkan Nadine dengan sengaja.
Ardham membuang nafasnya yang sedikit terasa sesak di dadanya.
" Nadine mungkin mendengar pas aku ngobrol sama Abay soal robet, yang jelas dia tanya kenapa aku harus bawa pistol segala,.." cerita Ardham pada Anna.
" Lalu kamu jawab apa,..?"
" Aku bilang nanti aku jelaskan semuanya,.." aku bilang seperti itu, aku pikir nantinya Nadine akan lupa dengan sendirinya,..." jawab ardham gelisah.
" Tapi sayangnya sampai sekarang Nadine masih mengingatnya hingga dia bersikap seperti itu,..." ucap Anna, yang membuat hati Ardham semakin tertekan.
" Aku harus bagaimana An,..?" tanya Ardham meminta saran Anna.
" Kamu terus terang aja Dham,...ceritakan semuanya pada Nadine,...toh Nadine sudah dewasa bukan gadis kecil lagi,.." saran Anna pada Ardham
" Aku takut dia melakukan hal yang nekat jika aku menceritakan semuanya An,..." ketakutan Ardham mulai menyelimuti hatinya.
" Itu ketakutanmu Dham,...aku yakin Nadine wanita yang cerdas, lagi pula dia selalu menurut apa katamu,..." jadi apa yang lagi yang kamu takutkan,..." kata-kata Anna sedikit menghibur hati Ardham yang mulai gelisah bercampur sedih karena Nadine masih mendiamkannya.
" Kamu temui Nadine gih,.." minta maaf terus kamu ceritakan semuanya pada Nadine,.." lanjut Anna, sebelum meninggalkan Ardham yang diam termenung duduk di sofa.
Berkali-kali Ardham menghela nafasnya. Berpikir mencari cara agar bisa membujuk Nadine yang sekarang lagi marah. Dengan sedikit tertatih Ardham berjalan melangkah menyusuri anak tangga menuju ke kamar Nadine. Di depan kamar Nadine Ardham mengetuk pintu dengan pelan.
" Nadine,...bisa buka pintunya sayang,.."panggil Ardham pelan. Nadine tak menjawab panggilannya namun pintu telah di buka oleh Nadine. Ardham melangkah masuk, melihat Nadine sedang duduk di pinggir ranjang terlihat masih asyik dengan gamenya.
Ardham menghampiri Nadine, dan duduk di sampingnya.
" Nad,...apakah kamu marah...? " tanya ardham pelan sambil matanya melirik ke wajah Nadine yang terlihat datar.
" Nadine,...jawab aku, kamu jangan diam saja,.." ucap Ardham lagi yang semakin tersiksa hatinya karena Nadine tak menghiraukannya.
" Nadine,...ayolah sayang,...jangan seperti anak kecil,.." katakan sesuatu,..." kalau kamu marah,..katakan saja,..." Ardham menatap dalam wajah Nadine yang tetap tak bergeming, hanya suara gamenya yang sesekali terdengar. Dengan putus asa, Ardham meremas rambutnya karena tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk membujuk Nadine agar bicara.
" Baiklah Nad,...kamu marah sama aku kan,..?" karena aku tidak bisa menjelaskannya padamu,..?" aku minta maaf aku belum bisa menjelaskannya padamu,..." Aku hanya ingin kamu percaya padaku, aku melakukan semua ini karena aku perduli padamu Nad,...aku tidak ingin terjadi apa-apa padamu,.." jelas Ardham pada Nadine yang masih menatap ponselnya. Sekian menit Ardham terdiam, menunggu Nadine mau bicara. Namun tetap tak ada suara sedikitpun dari mulut Nadine. Kesabaran Ardham semakin menipis, tak bisa lagi menahan sakit hatinya yang tak di hiraukan Nadine sama sekali. Ardham bangun dari duduknya, berdiri di depan Nadine.
" Nad,..lihat aku sekarang,....kalau kamu memang marah padaku, marahi aku sekarang, jika perlu memukulku, pukul aku sekarang,...asal jangan seperti ini, mendiamkanku seolah aku tidak ada di hatimu,.." ucap Ardham putus asa.
" Baiklah Nad,..jika kamu tidak mau memarahiku, atau memukulku,..aku akan melakukannya untuk mewakili kemarahanmu,..." ucap Ardham, melangkah ke tembok dengan gerakan cepat Ardham menghantamkan tangan kanannya beberapa kali ke tembok tanpa henti. Darah segar mengalir dari punggung tangannya mengalir ke sela jari-jarinya. Nadine yang tidak berpikir Ardham akan melakukan hal itu langsung meloncat dari duduknya mendekap tubuh Ardham dari belakang, dengan tangan satunya menahan tangan Ardham yang akan menghantam tembok lagi.
" Berhenti Dham,...!" Apa yang kamu lakukan,,,?" jangan lagi kamu melakukan hal ini Dham,.." isak Nadine merasa bersalah.
" Ini hukumanku, karena aku telah menyakiti hatimu Nad,...yang tidak bisa menjelaskan apapun padamu,..." lirih suara Ardham.
" Aku memang marah padamu Dham,...tapi tidak dengan menghukum dirimu sendiri,..." keluh Nadine.
" Aku harus berbuat apa lagi Nad,...?" jujur aku bukan seorang perayu, yang bisa merayumu dengan kata-kata manis atau dengan hal yang romantis lainnya,..." aku hanya punya hati dan cinta, yang ingin kamu miliki Nad,..." tubuh Ardham merosot di bahu Nadine.
" Aku tahu harusnya aku jujur padamu, dan menceritakan semuanya padamu,...tapi aku tak sanggup Nad,...aku tak sanggup jika terjadi sesuatu padamu,...." beri aku waktu sedikit saja,...untuk menyelesaikan masalah ini,..." lirih suara Ardham di ceruk leher Nadine.