Chereads / Me, After Losing You / Chapter 7 - Clarisse Edith

Chapter 7 - Clarisse Edith

Clarisse POV

Hampir satu bulan setelah pengumuman pertunangan yang dilakukan oleh kedua orang tua Aldrich. Sejak saat itu, Darren tidak pernah lagi menghubungiku.

Setiap kali aku mencoba menghubunginya, ia selalu menolak panggilan dariku lalu kemudian mematikan ponselnya.

Beberapa kali aku berkunjung ke kantornya tetapi asisten Darren mengatakan bahwa ia tidak akan ke kantor dalam beberapa hari atau bahkan beberapa pekan.

Tentu saja keberadaannya sekarang dirahasiakan mengingat dirinya adalah seorang pemimpin perusahaan keamanan swasta terbesar.

Di setiap waktu luang yang ada, aku selalu pergi ke unit apartemen miliknya. Namun hasilnya selalu sama, dia tidak disana begitu juga dengan mobilnya. Keypass pintu juga telah ia rubah sehingga aku tidak bisa masuk.

Aku mencarinya hampir ke semua tempat yang mungkin atau pernah ia datangi namun hasilnya tetap nihil. Aku bahkan datang ke mansion keluarga Stanley walau aku tau bahwa ia tidak pernah mau lagi pulang kesana.

Sekarang aku benar-benar kehilangan jejak Darren dan tak tau kabar apapun tentangnya. Rasa frustasi yang tak terbendung lagi membuatku menerobos masuk ke kantor Aldrich dan mengumpat dirinya semauku. Tak kusangka respon yang ia berikan terlalu santai. Kalau saja ia tidak segera keluar dari ruangannya sendiri, maka dapat kupastikan lehernya tidak akan selamat.

Aku hanya minta dia untuk menolak pertunangan kami agar kedua orang tua kami mau membatalkannya. Dia dengan jelas mengatakan tidak mencintaiku tapi dia seakan tak peduli dengan perjodohan ini. Dasar pria gila!

Aku sangat marah kepada kedua orang tuaku yang menjodohkan kami tanpa persetujuanku. Mereka bahkan secara langsung memintaku memutuskan hubungan dengan Darren. Hell! Aku tidak akan pernah mau!

Ini bukan masalah siapa yang lebih kaya di antara mereka. Aku bahkan tidak peduli seberapa banyak kekayaan yang mereka miliki, yang aku tau hanyalah hatiku yang sudah sepenuhnya terjatuh pada Darren.

Orang tuaku menolak hubunganku dengan Darren dengan alasan keselamatku yang terancam mengingat bahwa betapa banyak musuh yang ia miliki.

Demi apapun aku akan lebih memilih mati daripada harus menikah dengan seorang yang tidak kucintai dan tidak mencintaiku.

"Kau dimana, sayang." Ucapku bermonolog, berharap Darren bia mendengarku.

Tak terasa air mataku mulai menetes dan aku merasa sedikit lelah hari ini. Seharian aku berkeliling kota untuk mencari keberadaannya namun hanya kekecewan yang harus kuterima.

Niat awal aku hanya ingin bersenang-senang dengan teman baruku tetapi dia sudah punya janji dengan teman lelakinya, tentu saja aku tidak meminta ikut dengannya. Aku cukup pintar untuk tau bahwa mereka mungkin sedang melakukan pendekatan.

Lima belas menit berlalu sejak aku duduk di bangku taman, hanya menatap kosong ke depan.

Tapi tunggu, bukankan itu Darren? Aku mungkin hanya berhalusinasi dan pandanganku kabur oleh air mata sehingga kuputuskan untuk mendekatinya. Dia tidak sendiri, dengan sorang wanita?

Aku tidak bisa melihat wajah wanita tersebut dengan jelas karena Darren menutupinya. Mereka terlihat berdebat kemudian wanita itu berbalik untuk pergi namun sesuatu yang membuat darahku mendidih terjadi, Darren memeluknya!

Kemarahan mengusaiku namun aku kembali ke diriku yang asli ketika mendengar suara teriakan di sekitar taman. Ternyata ada penjahat yang sedang dikejar oleh kawanan polisi.

Sebagai kekasih Darren aku sudah terbiasa melihat kejadian yang lebih menakutkan. Hanya ada dua orang penjahat yang kutebak amatir dan aku hanya perlu pergi dari sini. Tapi aku tidak bisa kehilangan jejak Darren, lagi.

Darren membawa wanita itu ke arah parkiran, senjata sudah berada di tangan kirinya. Kuakui itu sedikit berlebihan. Setelah mengatakan sesuatu, Darren pergi meninggalkan wanita itu menuju tempat keributan.

Awalnya aku berpikir bahwa wanita itu akan masuk ke dalam mobil namun dia malah terduduk lemas di samping sebuah mobil yang kutau bukan milik Darren.

Aku bisa saja mengajaknya bertengkar tapi aku tau bahwa aku tidak akan pernah bisa. Aku akan selalu lemah jika sudah menyangkut Darren.

Aku memilih untuk pergi tapi mataku tak sengaja melihat dua orang pria yang mendekati wanita itu. Aku tidak suka padanya tapi bukan berarti aku akan membiarkan dia celaka. Saatnya aku berubah mejadi Claire yang berani.

"Berhenti kalian!" teriakku lantang.

Kedua pria tersebut berbalik menghadapku. Mereka tersenyum miring yang kuanggap sebagai pelecehan dan aku tidak akan melepas mereka begitu saja.

"Hai cantik. Ada yang bisa kami lakukan?" tanyanya dengan menjijikkan.

"Jauhi dia." Jawabku dengan dingin, saat seperti ini aku merasa menjadi orang lain.

"Oh.. wanita ini temanmu rupanya." Balasnya dengan nada mengejek.

Aku tak menggubris ucapan mereka. Sebaliknya aku malah menatap mereka dengan tajam.

Kedua pria tersebut mendekat ke arahku. Bagus! Aku berhasil menjauhkan mereka dari wanita itu.

"Baiklah kami akan jauhi dia dan kami akan berada di dekatmu saja, sayang." Ucap pria yang satu lagi dengan kurang ajar. Kali ini aku akan membuat mereka benar-benar menyesal.

Setelah mereka sudah berada dalam jarak sentuh, aku langsung menendang tulang kering pria yang baru berbicara. Dia mengerang kesakitan dan aku mengambil kesempatan untuk memukul titik saraf

di lehernya lalau mendorongnya hingga ia terjungkal ke belakang.

Pria yang satu lagi menangkap pergelangan tangan kananku, tentu saja aku masih punya tangan kiri untuk menghantam matanya dengan ponsel yang kugenggam. Sudut casing ponsel yang cukup tajam pasti dapat membuat ia kehilangan penglihatan untuk sementara.

Berhubung tidak ada pasir di dekat sini maka aku akan memberi hukuman ringan. Tangan kiriku mencengkram lengan kanannya dengan erat kemudian tangan kanan kugunakan untuk menahan dadanya ketika aku membalikkan punggung ke arahnya. Dengan satu gerakan cepat dan sekuat tenaga aku berhasil menarik tubuhnya untuk kulemparkan melalui bahuku.

Punggungnya mendarat dengan mulus ke atas paving block bersamaan dengan pergelangan kakiku yang tertekuk. Detik selanjutnya aku merasa pergelangan kaki kananku akan patah. Salahku yang tidak menyadari bahwa aku tidak cukup hebat untuk melakukan teknik itu sambil memakai heels setinggi sembilan centimeter.

Dengan cepat aku melepas heels tersebut dan berlari sebisa mungkin menuju mobilku. Kuinjak pedal gas dengan sisa tenaga kaki yang kupunya. Kondominium adalah tujuan yang mungkin saat ini.

Sesampainya di depan kondo aku langsung berlari tanpa menutup pintu mobil lalu melempar kuncinya kepada penjaga di pintu masuk. Sapaan dan panggilan khawatir para penjaga di lobi yang melihat aku bertelanjang kaki tak kuhiraukan sedikitpun.

Melalui lift khusus aku dapat sampai dengan cepat di kamarku yang terletak di lantai paling atas, lantai 31 yang melambangkan tanggal lahirku.

Seluruh bagian di lantai ini adalah milikku dan hanya aku yang punya akses masuk ke dalamnya. Maka aku tidak perlu takut jika Darren mengejarku kesini. Lagipula dia tidak akan mengejarku karna dia bahkan tidak melihatku disana.

Memikirkan hal itu aku mulai menangis dengan keras, mengabaikan rasa sakit di pergelangan kakiku. Saat ini sakit fisikku tak sebanding dengan sakit hatiku yang mendalam. Mungkin aku terlalu lelah menangis sampai aku tak sadar sejak kapan aku tertidur di atas sofa.