"Mungkin kau akan bertanya-tanya mengapa berkata demikian, bukan?" ia meraih cermin kejujuran dan memperlihatkannya pada Milena. Desa peri tempatnya tinggal terlihat begitu jelas dan sangat nyata di dalam proyeksi cermin itu.
"Kau memata-matai kami?" berang Milena.
Meski tubuhnya lemas, amarah dan keputusaan membuat adrenalinnya terpompa, tanpa sadar ia duduk terbangun, tangannya berusaha merenggut cermin kejujuran itu, tapi sang penyihir dengan cepat menariknya dari jangkauan Milena. "Kau! Kau penyihir jahat!"
"Itulah sebabnya mereka memberiku julukan penyihir kegelapan." Ia tersenyum licik, sebelah alisnya terangkat.
"Apa maumu sebenarnya?" tubuh Milena kembali lemas, ia menahan tubuhnya dengan tangan kiri, matanya menatap tajam pada sang penyihir. Napasnya tersengal-sengal, bisa-bisa ia kembali pingsan jika tak segera pulih!
"Oh! Itu sangat sederhana!" Ia memutar-mutar cermin kejujuran di udara, memonyongkan bibirnya yang begitu merah. "Kau!" katanya dengan nada tegas, menunjuk Milena dengan ujung cermin kejujuran.
"Apa?" Milena mengeryitkan kening.
"Aturan pertama peri: Peri hanya bisa masuk ke dalam rumah, jika mereka di undang." Terang sang penyihir dengan raut wajah berseri-seri.
Horor memenuhi wajah Milena. Oh, sungguh kesalahan fatal! Ia lupa mengenai aturan itu! Jika saja ia mengetahui alasan betapa mudahnya memasuki rumah seorang penyihir, ia tak mungkin berakhir dengan keadaan menyedihkan seperti sekarang!
"Ada apa? Lupa dengan aturan sendiri? Itu sebabnya kau target yang mudah. Saat pertama kali aku mendapat cermin kejujuran ini," ia melirik cermin kejujuran itu tanpa ekspresi sedikitpun, "aku harus membunuh beberapa penyihir kegelapan yang lebih kuat dariku. Pengorbananku tak akan bisa kau bayangkan," kali ini, ia melirik Milena yang matanya mulai menampakkan horor yang nyata, sesaat ia terdiam melihat peri itu. "Tapi, tak mengapa, aku akan mendapat hal yang lebih besar lagi setelah ini." ia memandangi dirinya di cermin. Awalnya ia tampak muram, lalu ia tersenyum misterius.
"Jadi, kau tahu kalau aku mengikutimu sejak awal?" tanya Milena, suaranya nyaris berupa bisikan, kepalanya terkulai lemas, rasanya ada jarum yang menusuk-nusuk di tengah-tengah kepalanya—besi yang tak jauh darinya masih mempengaruhi tubuhnya secara fisik dan mental.
"Kau memang peri yang bodoh. Keras kepala, pemarah, dan ceroboh. Tak pernahkah kau mendengar kalau kami para penyihir, utamanya penyihir kegelapan, mampu merasakan kehadiran peri dari jarak yang cukup jauh?" ia menekan-nekan dahi Milena, perbuatannya itu membuat Milena merasa terhina, terlebih lagi dengan kalimat merendahkan yang terlontar dari mulut penyihir licik itu. Darahnya serasa mendidih.
"Bagaimana kau bisa melakukan semua ini?" tanya Milena dengan amarah tertahan.
"Apa? Kau masih belum mengerti juga? Kau benar-benar peri terbodoh yang pernah kutemui. Sungguh kasihan. Peri soliter, namun bukan soliter sungguhan. Peri kerajaan, namun ditolak oleh para kaumnya. Keturunan legendaris tak berguna." ledeknya, tatapan matanya melihat Milena dengan penuh iba yang dibuat-buat. Hal itu membuat darah Milena semakin mendidih!
"Berhenti menatapku dengan mata jahatmu itu!" teriaknya marah. "Bagaimana kau tahu hal itu?"
"Hah! Cermin ini. Cermin yang sangat berguna. Apa kau masih belum mengerti? Aku memancingmu dengan rumor cermin ini." Ia mendekatkan wajahnya pada Milena, menyeringai lebar penuh kemenangan dan mulai tertawa dengan suara melengking.
"Memancingku?"
Milena terlihat sedikit syok.
Mungkinkah semua kejadian ini dirancang khusus untuk menangkapnya? Mengiming-iminginya dengan rumor cermin kejujuran yang pastinya akan menarik minatnya? Ada apa sebenarnya ini? Ia menatap nanar jemarinya yang terkelupas mengerikan.
Dengan penguasaan diri penuh, ia mendongakkan kepala dan bertanya dengan suara tertahan. "Apa kau yang merusak pohon persediaan kami? Apa kau memiliki kaki tangan di desa kami?"