"Kakek buyut, aku tak tahu apa masa lalumu dengan penyihir cantik mengerikan ini, tapi aku akan membuatnya menyesal telah mengurungku seperti binatang malang menjijikan di dalam kandang besi ini."
Milena komat-kamit sendiri sambil menatap langit-langit. Ia menoleh ke arah sang penyihir yang sibuk mengaduk kualinya, sesekali ia memeriksa warna dan kekentalannya, dan meraih sejumput ramuan kering sebagai tambahan.
"Hei!" teriak Milena sekeras mungkin.
Entah si penyihir itu mendengarnya, ia tak peduli, setidaknya ia berusaha menarik perhatiannya.
"Jika memang ini adalah takdirku. Apakah aku boleh meminta satu permintaan terakhir?" bujuk Milena.
Muka peri cantik itu mengkerut sebal, sepertinya suaranya tak cukup keras untuk didengar sang penyihir. Ditambah ia tak sanggup lagi berteriak, seluruh kekuatannya sudah dikerahkan untuk kalimat super panjang itu. Terpaksa ia memutar otak mencari rencana lain menarik untuk perhatian. Bahkan di titik ini, rasanya Milena tak sanggup memikirkan satu rencana pun.
"Kau menginginkan satu permintaan terakhir?
Suara lembut menggoda terdengar menghampiri Milena. Dari sudut matanya, ia melihat sang penyihir tersenyum puas.
"Yah. Kau bisa mendapatkannya. Kami para penyihir menghormati permintaan terakhir persembahan kami. Tak begitu buruk, bukan?" ia mendekatkan pandangannya pada Milena.
"Apa? Kalian beretika juga?" Milena mendengus tak percaya.
"Apa kau tahu kalau kami para penyihir sangat beretika terhadap aturan kegelapan? Sedikit kejutan, bukan? Steriotip kalian tentang kami sepertinya tak selalu benar. Jadi, katakan sekarang, apa permintaan terakhirmu? Sebelum aku meminumkanmu ramuan yang akan membuat tubuhmu kaku bagaikan mayat sementara kesadaranmu nyata bagaikan kembang api bersinar terang di malam hari."
Bola mata sang penyihir membesar seolah-olah ia mampu melihat tembus pandang ke dalam benak Milena
Rasanya Milena ingin meninju kedua mata besar mengerikan itu, jika saja sang penyihir berada pada jangkauannya.
Baiklah. Sebuah permintaan sebelum mati. Apa sebaiknya? Apakah dengan memintanya agar tak menjadi persembahan akan dikabulkan? Apakah saat ini adalah waktu yang tepat untuk menerima tawaran sang penyihir untuk menjadi rekannya dalam kejahatan? Oh, Milena sangat suka mengacau, bisa jadi hal itu adalah hal yang membuatnya senang. Meski demikian, apakah dengan menjadi rekan kejahatan sang penyihir akan bebas dari niat jahatnya?
Aturan pertama mengenai bekerja sama dengan penyihir: Jangan pernah percaya sepenuhnya, meski mereka menunjukkan kesetian dan kejujuran—khususnya yang berada di jalan yang gelap.
Dahulu kala, sebelum terjadi perang antar penyihir dan peri, semua makhluk supernatural saling tolong menolong. Walaupun tak sampai begitu memegang kepercayaan seratus persen, mereka bisa hidup saling berdampingan.
Penyihir dan peri saling bergantung satu sama lain. Peri merupakan asisten pribadi atau sahabat bagi sang penyihir, semakin kuat sang peri, maka sang penyihir akan memiliki level yang lebih baik di mata para penyihir lain.
Mereka saling berbagi aura, saling menguatkan satu sama lain. Tidak seperti penyihir sekarang, hanya ingin mengosongkan gelas orang lain, sementara gelas miliknya penuh sampai luber kemana-mana.
Percuma bekerja sama dengan penyihir, apalagi yang memilih sisi gelap. Hanya menguras tenaga dan memenjarakan kebahagiaannya. Begitulah akal sehat Milena menasehatinya. Ia tak memiliki rencana khusus, hanya mengikuti arus kemana permainan itu mengalir. Hal terbaik saat sedang terdesak, otak akan lebih keras dalam memecahkan masalah. Itulah yang dianut Milena. Resikonya juga besar. Orang-orang nekat saja yang suka melakukan hal semacam ini tanpa pikir panjang.