Chapter 50 - Tipu daya Sang Penyihir (8)

Oh. Jadi pengkhianat itu adalah seorang peri perempuan. Akan kujambak rambutnya jika aku tahu siapa dia! Raung Milena dalam hati.

"Jika kau sudah memiliki asisten seperti dia, kenapa masih menawariku? Dan, aku sungguh tak mengerti, apa sebenarnya yang kau incar? Berdasarkan arah pembicaraanmu yang bertele-tele, kau seperti mengincar sesuatu di desa kami. Apa itu?"

"Yeah! Kau memang cerdik, meski terkadang agak bodoh dan ceroboh. Analisismu benar. Aku mengincar sesuatu di dunia peri. Seperti yang kukatakan tadi, aku lebih tua dari kakek buyutmu. Menyerap energi sihir peri mampu membuat siapapun awet muda dan abadi, sayangnya harus dilakukan secara periodik. Dan aku muak dengan perburuan peri yang memakan waktu. Lagi pula, metode peri itu terlalu merepotkan dan sama sekali tidak praktis. Aku suka yang simple. Kau tahu? Tak membuatku bingung." Ia bersandar pada kursinya, matanya melirik kuali yang masih tersulut api.

"Segala yang hidup pada akhirnya akan mati, kau tahu? Jangan suka melawan sesuatu yang sudah pasti." Milena mencemooh dengan nada merendahkan.

Buk!

Suara tongkat dihentakkaan ke lantai.

"Beraninya kau menceramahimu seperti itu! Dengan nada seperti itu pula!" geramnya marah.

"Lalu apa? Apa yang akan kau lakukan? Menenggelamkanku ke dalam kuali busuk itu?" ia menunjuk kuali dengan ujung bibirnya.

"KAU!" raungnya galak, suaranya menggema memenuhi ruangan.

Hawa dingin menuruni sumsum tulangnya, keahliannya berakting membuat Milena mampu menyembunyikan ketakutannya. Ia melihat penyihir itu bangkit dari kursinya, berjalan menghampiri dan berkata dengan nada mengancam. "Jika itu yang kau mau, maka aku akan menenggelamkanmu ke dalam kuali saat ini juga." Desisnya marah.

"Hormatilah orang yang akan segera menemui ajalnya." Ucapnya membela diri.

"Katakan secepatnya permintaanmu! Atau aku akan menelanmu dalam keadaan utuh!" mulut sang penyihir terbuka, memperlihatkan rahang yang tertarik ke arah berlawanan, seperti ular yang hendak menelan mangsanya bulat-bulat, secara harfiah.

Sekujur tubuh Milena menjadi dingin. Penyihir itu hanya luarnya saja yang cantik, dibalik hal itu kengerian tersimpan begitu rapih.

"Baiklah! Baiklah!" Ujar Milena dengan suara yang dipaksakan, tenggorokannya terasa sakit sekali.

"Nah, begitu. Jadilah peri yang baik sebelum menemui ajal." Ia menutup mulutnya, memperbaiki rahangnya, menguyah-nguyah, kemudian tersenyum kecil. "Katakan!"

"Lakukan sumpahnya dulu."

Dengan nada menggurutu, sang penyihir merapal mantra. Tongkatnya digerakkan di depan wajah searah jarum jam tiga kali, berlawanan arah jarum sekali. Ujung tongkatnya menyentuh tubuh Milena, sebuah benang hijau berkilau tampak tertarik keluar dari tubuh Milena. Untaian benang hijau itu melekat kuat pada ujung kepala tongkat itu, hal selanjutnya yang ia lakukan adalah melingkarkannya pada pergelangan tangan kirinya, dan dengan nada setengah membentak berseru, "Katakan sekarang!"

Samar-samar Milena tersenyum kecil.

"Aku Milena, Si peri pemarah, sebagai permintaan terakhir, meminta pada sang penyihir kegelapan..." ia memiringkan kepalanya, kening Milena naik sebelah.

"Katrina!" serunya seraya memutar bola mata.

Nama yang terlalu bagus untuk penyihir seperti dia, keluh Milena dalam hati.

Sang peri kemudia melanjutkan kata-katanya tadi, "... Meminta pada sang penyihir kegelapan, Katrina, agar mengabulkan satu permintaan sang peri dengan sebuah syarat agar terlindungi darinya, sang penyihir kegelapan sampai malam Halloween tiba. Dan permintaan terakhir itu bukanlah untuk dibebaskan. Apakah Engkau, Katrina, Sang penyihir kegelapan, bersedia mengabulkannya?" Tanya Milena dengan suara serak.

Ia ingin melihat dengan saksama ekspresi sang penyihir, dengan tubuh yang lemah, ia hanya mampu terbaring seperti seorang pesakitan yang mengumumkan surat wasiat. Oh, sangat menyedihkan....

"Aku, Katrina, sang penyihir kegelapan, bersedia." Jawabnya tegas.

"Baiklah, dengan begini kita akan menyegelnya." Lanjut Milena.

Sang penyihir bernama Katrina itu hanya mengangguk setuju.