Chapter 45 - Tipu daya Sang Penyihir (3)

"Akhirnya!" sang penyihir berdiri, merentangakn kedua tangan di udara. "Kau menggunakan otakmu dengan benar!" Lagi, ia menunjuk Milena dengan ujung cermin kejujuran. "Kita bisa menjadi pasangan kriminal yang hebat jika kau mau!" tawarnya dengan seringai licik.

Milena meludah terhadap tawaran itu. "Jangan samakan aku denganmu! Sebenarnya apa maumu?"

"Hah! Sungguh peri yang sombong." Ia berkacak pinggang. "Jika kau terus bersikap begitu, aku akan mengawetkanmu di dalam stoples!" ancamnya setengah bercanda.

"Kalau begitu, bunuh saja aku." dengusnya jijik.

"Ah! Sungguh peri yang berani!" kepalanya dimiringkan ke kiri. Ia menatap Milena dengan saksama. "Kau benar-benar keturunan Fortis Fidelis." kepalanya mendongak menatap Milena, matanya menyipit tak senang, suaranya terdengar begitu merendahkan.

"Bagaimana kau tahu nama kakek buyutku? Apa kau menyonteknya lagi di cermin kejujuran?" ledek Milena, ia memiliki firasat buruk mengenai penyihir licik itu. Tak ada yang tahu mengenai kakek buyutnya, selain pihak kerajaan dan teman semasa kecilnya, Alfred.

"Oh! Untuk hal yang satu itu, aku tak mendapat bantuan dari cermin ini." Ia memandangi dirinya di cermin.

"Lalu, bagaimana?" desak Milena, tak sabar.

Ia melirik Milena, diam sesaat, lalu dengan nada suara dingin dan terdengar iri, ia berkata, "apa kau tak sadar kalau kau memiliki aura yang berbeda dari peri-peri lainnya?"

Milena mengerjapkan mata. "Aura yang berbeda? Apa maksudmu?" tangan kirinya gemetar, sepertinya mulai tak bisa menahan tubuhnya.

"Kau!" serunya dengan nada naik satu oktaf, ia berjalan ke arah Milena dengan ekspresi tak bisa ditebak, "memiliki kekuatan yang misterius. Aura kakek buyutmu sangat khas, sama seperti dirimu. Anehnya, kau memiliki aura yang lebih kuat dan terkadang berubah menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang luar biasa!" ia memicingkan mata di depan wajah Milena.

"Omong kosong!" Milena tertawa geli mendengarnya.

Jika ia seistimewa itu, ia tak akan diperlakukan bebas oleh pihak kerajaan.

"Kau tak percaya?" sebelah keningnya terangkat. "Itu bukan masalah. Karena yang aku butuhkan adalah kekuatan dan jiwamu, sayang. Kekuatanmu itu akan membuatku memiliki sihir yang lebih kuat! Jiwamu akan menjadi persembahan paling berharga. Aku bisa merasakannya! Saat kaki tanganku bersinggungan denganmu, auramu melekat selama beberapa saat, sejak itu aku terus mengawasimu, memperhatikan gerak-gerik dan tingkah lakumu. Kemudian, pada saat yang tepat, aku pun menjalankan rencana indah yang telah kupersiapkan untukmu. Hanya untukmu! Semula, kupikir kau seistimewa dengan kakek buyutmu, tapi kau lebih dari itu! Aku merasakannya ketika merasakan auramu secara langsung saat ini. Harusnya kau bersyukur, kau istimewa dan bernilai, dasar bodoh!" ia menyentil dahi Milena.

Duk!

Peri cacat itu terjatuh ke belakang, alih-alih meluapkan rasa sakitnya dengan berteriak, ia hanya mampu bergelung, meringis menahan rasa sakit yang bertubi-tubi menyerang tubuhnya. Kepalanya sakit seperti baru saja terkena hantaman palu godam raksasa.

"Siapa-kaki-tanganmu-itu?" tanyanya dengan terbata-bata menahan perih.

"Oh! Sungguh manis! Kau bertanya siapa kaki tanganku? Kayak bakalan aku mau memberitahumu saja!" ia menyeringai lebar.

"Huh! Jadi, ada yang lebih buruk dariku, eh?" ucap Milena berbisik, lebih dari kepada dirinya sendiri.

"Tenang saja. Kau akan kuperlakukan istimewa. Malam Halloween sebentar lagi akan tiba. Malam yang sempurna untuk persembahan. Kau akan menjadi persembahan yang paling istimewa bagi sang kegelapan! Jiwamu akan menjadi budak kegelapan dan kekuatanmu akan beralih padaku! Oh! Aku tak pernah begitu bersemangat dalam melakukan ritual penting ini!" penyihir itu terlihat begitu kegirangan. Mata membesar dan berbinar, senyum liciknya membuat raut wajahnya yang cantik terlihat mematikan.