Chereads / Legendary the Devil Knight (Indonesia) / Chapter 7 - Chapter 7 - Determinasi

Chapter 7 - Chapter 7 - Determinasi

Warga desa yang kebingungan melihat wajah ketakutan dari dua puluh orang, yang dibawa oleh seorang bangsawan, kini telah kembali, seseorang bertanya.

"Mengapa kalian kembali?"

"Apa yang terjadi?"

Kemudian, dari salah satu 20 orang itu menjawabnya.

"Mereka, semuanya telah terbunuh!"

"Hah!" (Wajah warga itu kebingungan dan bertanya lagi).

"Maksudmu semuanya?"

"Termasuk ksatria Reno?"

Dia puluh orang itu mengangguk, bahwa seolah-olah mereka masih tidak percaya, seperti kebohongan.

Orang itu, seolah-olah tidak percaya, siapa yang berani melawan Reno, lalu bertanya lagi.

"Siapa, yang telah membunuh mereka?"

"Mereka adalah orang-orang itu!"

Seseorang menunjuk ke arah poster-poster buronan yang terpasang di sebuah tembok.

"Apa!!"

Semua orang terkejut mendengarnya.

"Mereka adalah orang-orang dari organisasi Dedalion!"

"Mereka, semua adalah orang gila!"

"Bangsawan, dan para pengawalnya, terbunuh, kecuali kita, kami tidak tahu, kenapa mereka tidak membunuh kami, tapi itu adalah hal yang mengerikan yang pernah kita lihat!"

***

Pada siang hari yang sangat panas, matahari pun seperti mengejek Hans , Hana dan Mina yang berada di posisi tepat di atas mereka, yang sedang duduk santai di alas meja kayu sekitar halaman depan rumah sambil menghela napas dengan bersamaan *sigh~~

Kemudian Jira, yang sehabis melakukan latihan pun datang tiba-tiba, dengan keringat bercucuran sedang membawa pedangnya.

Jira pun, dari jauh melihat Hans, yang sedang mendalami teriknya matahari, dan kemudian ia mengerutkan mukanya, dan berteriak keras bernada seperti seorang yakuza jepang, kepada Hans.

Jira : "Haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaanss!!"

Hans, yang melihatnya pun berdiri, mengambil belatinya dari saku belati, di pinggangnya. kemudian membalasnya, dengan lebih keras.

Hans : "Jiraaaaaaaaaaaaaaaaaa!!"

Mereka berdua saling membalas dan masih melakukannya.

Jira : "Haaaaaaaaaaaaaaaaaans!!"

Hans : "Jiraaaaaaaaaaaaaaaaaa!!"

Situasinya berubah memanas, mereka berlari, beradu senjata, saling berteriak satu sama lain.

Hans dan Jira : "Yaaaaaaaaaaaaaa".

"Tring ting ting"

Mina : "Kenapa orang-orang bodoh itu selalu melakukan, kebodohan yang lain"

Hana : "Apakah, mereka tidak pernah sadar, bahwa mereka itu bodoh?"

Mina : "Mungkin, orang bodoh, tidak akan menyadari bahwa dirinya bodoh".

Hana : "Benar juga hahaha"

Mereka pun tertawa bersama, lalu kemudian diam-diam Mina mundur ke belakang, tiba-tiba menyerang Hana dari belakang.

Hana : "Nice try, Mina!!" (Dengan nada datarnya).

Hana pun, menangkis itu dengan tenang, tanpa menengok.

Kemudian Mina, berusaha mencari celah, dengan menyerangnya lagi.

Namun itu tidak mempengaruhinya, Hana, tetap mempertahankan posisi kerennya.

Mencoba, dan mencoba lagi, namun hasilnya tetap sama, Hana menahan semua serangan percobaannya itu.

Mina : "Aghk, malesin ah".

Mina dengan moodnya yang jelek, kembali duduk di posisinya, dengan kecewa kepada situasi yang memalukan ini.

Jira dan Hana pun, terduduk sesudahnya dengan nafas terengah-engah, kemudian, melihat Mina dan Hana, Jira pun berkata.

Jira : "Lihatlah dua wanita itu, apakah mereka tidak kekanak-kanakan, memalukan hmm..."

Hans: "Duh, sungguh itu memalukan!"

Hans dan Jira, menggelengkan kepalanya berbarengan.

Kemudian Jack datang membawa sekantong daging sapi, mereka berempat menyambut, Jack dengan hangat.

"Paman, datang!"

"Yosh, kita akan makan enak"

Jack : "Diam kalian, matahari hampir saja membakarku" (dengan wajah gelapnya).

"Hana, cepat bikinin!"

Hana : "Baiklah"

"Hei Hans jangan lupa perjanjian kita"

Mina : "Paman, ajari aku sebuah teknik, seperti Hana!"

Jack : "Menyingkirlah, aeegrh"

Mina pun, tertunduk takut.

Setelah menunggu, Bakso yamin pun tiba, bau harum daging sapi yang di olah menjadi bentuk bola-bola yang dibalut dengan kuah, mie, toge. dan, kerupuk di atasnya.

Air liur mereka, sudah hampir jatuh ke tanah, mereka tidak sabar ingin menyantapnya.

"Selamaat makaaan"

Hans, Jira, dan Paman Jack dengan lahap memakannya, tanpa rasa ampun.

Mina : "Aeegh, bisakah kalian memakannya perlahan"

Hana : "Tidak ada yang akan menghabiskan juga"

Mereka para lelaki tidak mendengarkan yang Mina dan Hana keluhkan.

Setelah selesai makan, Hana pun mendekati Hans,

Hana : "Apa cokelat itu, rasanya lebih enak dari permen?"

Hans : "Kurasa, begitu".

Hana : "Aku, akan ikut denganmu, bolehkah?"

Hans : "Tidak, gila, bagaimana dengan Paman Jack".

Hana : "Apakah, tempat itu berbahaya?"

Hans : "Tidak begitu kurasa, namun aku sudah tahu cara mengambilnya."

Hana : "Oh, begitu, ya sudah kapan kamu akan mengambilnya?"

Hans : "Entahlah, besok mungkin".

Kemudian dalam hati Hans berkata.

"Kenapa aku harus melakukannya, tapi janji adalah janji"

"Apakah harus menepatinya?"

"Haruskah aku mengabaikannya saja?"

"Ah sudahlah".

"Besok, aku, harus mengambilnya sebelum malam.

Keesokan harinya, pada sore hari, Hans pun, bersiap, pergi ke desa mengambil cokelat itu berada tanpa sepengetahuan Jack.

Mina yang melihatnya pun lalu bertanya.

Mina : "Hans, mau kemana kamu?"

Hans : "Aku akan mengambil cokelat bentar".

Jira : "Aku akan menemanimu"

Hans : "Tidak usah, setelah mengambilnya aku langsung pulang"

Hans pun, bersikukuh ingin sendiri.

Jira: "Jangan bertindak bodoh, dan segera kembalilah".

Hans : "Baiklah".

Hans, pergi seorang diri, ke desa lamanya melewati hutan-hutan sekitarnya dan membawa tas yang cukup besar.

Sesampainya, di gua dalam hutan, juga ada sungai yang mengalir, tempat itu begitu sepi, jarang sekali ada orang yang datang kesini, karena gua itu memiliki sihir, yang tidak bisa dilihat oleh orang biasa.

Hans pun, masuk ke dalam gua itu.

"Hey, pohon cokelat, kalian merindukanku?"

Hans berkata sambil tersenyum dengan posisi kedua tangannya di pinggang

"Hans?"

"Mengapa kau kembali." (Dengan nada yang ketakutan).

"Bisakah, kau membiarkan kami hidup tenang".

Hans, meresponsnya dengan tersenyum.

"Aku tidak akan menyakiti kalian , Aku hanya akan mengambil beberapa cokelat."

''Kalian, tidak keberatan kan?"

"Aku akan pergi, jika sudah mengambilnya"

Hans pun, bernegoisasi dengan pohon cokelat, dan berjalan mendekati pohon coklat dengan perlahan.

"Baiklah, kita akan memberimu. Tapi kau harus pergi, setelahnya"

Pohon coklat pun, menyetujuinya.

"Tentu saja , jangan khawatir"

Hans mulai memetik buah coklat pada pohon coklat sambil tersenyum

"Aku akan mengambil yang ini"

Kemudian Hans, memasukannya ke dalam kantong yang sudah disiapkannya.

"Hidup panjanglah pohon cokelat"

"Agar aku masih bisa menikmati hasil kalian"

melambaikan tangannya, yang berisikan penuh cokelat, di kantongnya.

"Sialan kau, bocah"

dengan muka kesal pohon cokelat itu membalasnya.

Selepas Hans keluar dari gua dia berkata dalam hatinya

"Siapa sangka ada pohon cokelat yang bisa bicara di gua terlarang dekat desa ini"

"Itu konyol, tapi bodo amatlah"

***

Di perjalanan pulangnya, Hans, melihat kekacauan rumah-rumah warga yang ia sempat ingin lewati.

Hans melihat warga berkumpul, wajah-wajah orang-orang itu sangat ketakutan entah kenapa, Hans pun berjalan lebih dekat, bertanya kepada orang di dekatnya.

Hans : "Apa yang terjadi?"

Orang itu pun membalas Hans dengan ketakutan

"Orang-orang itu, datang mengubrak-abrik rumah kita satu per satu.

Hans : "Hah? kenapa?"

"Tidak tahu, kelihatannya mereka mencari seseorang".

Tiba-tiba, muka Hans berubah drastis, terkejut bukan main, dia melihat seseorang yang ia sangat kenal, sampai-sampai, mengepalkan kedua tangannya karena kesal.

"Bajingan itu!"

Bima, dan orang-orangnya yang baru saja keluar dari salah satu rumah warga, melihat Hans, sedang berdiri di kerumunan warga.

"Kau? Bocah tengik!"

Mereka berdua saling menatap dengan mata tajam.

Bima pun, tertawa setelah melihat Hans.

"Hahaha"

"Aku suka dengan tatapan dendammu itu"

Bima tanpa banyak basa-basi bertanya kepada Hans.

"Apa kau tahu orang yang membantumu saat itu?"

"Katakan padaku, siapa orang itu?"

Hans, mengabaikan pertanyaannya masih menatap Bima dengan tajam, karena dalam pikirannya hanya ingin membunuh Bima.

Bima, yang kesal pun, akhirnya menyuruh anak buahnya menangkap Hans.

"Bawa anak itu!!"

Dua Anak buahnya pun menuruti, dengan senyum, perlahan menghampiri Hans,

Hans dengan muka gelapnya, tidak bergerak sama sekali tanpa ketakutan.

Ketika tiba di hadapan Hans, sebelum memegang tangan Hans.

Hans menahan, tangan kemudian memutarkan tangannya, Hans yang sudah mengepalkan tangannya dengan cepat memukul orang itu.

"Bang"

kemudian sikunya, bergerak cepat, ke orang yang satunya lagi.

"Bang"

Dua anak buahnya, terlempar jauh terperosot, membersihkan tanah, tetap berjalan Hans, maju ke arah Bima dengan muka gelapnya, tanpa memperdulikan anak buahnya yang terus berdatangan.

Anak buahnya satu demi satu yang berusaha menghentikan Hans, pun terpental jauh oleh tinju Hans.

Bima, yang melihat pun, terkaget melihat perkembangannya. dan kini hanya menyisakan Bima seorang.

Bima : "Datanglah kepadaku bocah tengik".

"Aku akan memberimu pelajaran lagi."

Hans, mengeluarkan belatinya.

Tanpa basa-basi dengan kecepatannya, Hans, menyerang Bima.

Bima, dengan kedua tangannya, berusaha menahan belatinya, namun itu percuma tangannya tetap terluka.

Tangan Bima, berusaha meraih tubuh Hans, yang cukup lincah, namun itu juga percuma, Hans, dengan cepat mengganti arah, menusuk di bagian perut tubuh Bima.

Bima, pun terjatuh di tanah, kesakitan, memegang tusukan belati Hans.

"Kurang ajar kau bocah!!"

Anak buah Bima yang melihat situasi ini, sempat kabur dan menghubungi Semanta dengan benda alat komunikasi

"Hallo Tuan."

"Ada apa?''

"Bima, sedang dalam masalah besar".

Hans, yang melihat Bima kesakitan, tersenyum seram, dengan muka gelapnya.

Bima : "Aku akan menunjukkanmu kekuatan sesungguhnya, bocah tengik."

Bima pun, memusatkan energi, ke seluruh tangannya, meloncat memberikan tinjunya.

"BANG"

Tanah di area bekas tinjunya hancur. Namun setelah kebulnya menghilang, Bima tidak, melihat sosok Hans.

Terus menengok ke semua arah, dan mencarinya.

Lalu Hans datang dari udara, berputar-putar, seperti roda, kemudian menyerangnya dengan belati.

Bima yang sudah bersiap menerima serangannya, memusatkan energinya ke area tangannya sebagai perisai.

"Sreeet"

Bima, terdorong ke belakang, tidak sampai di situ, Hans kembali menunjukkan kecepatannya, menyerang dengan membabi buta.

Energi Bima pun hampir habis, namun Hans tak berhenti melakukan serangan, dengan pasrah Bima, menerima semua serangan yang Hans berikan.

"Sret sret sret"

Suara jeritan belati, saat menyerang Bima pun terdengar.

Tubuhnya tercabik-cabik tidak beraturan, sekujur tubuhnya penuh luka.

Bima pun, yang menerima serangan itu berlutut kesakitan tanpa mengeluarkan suara apapun dari dirinya.

Warga pun bersorak kepada Hans, yang sudah mengalahkan Bima.

Bima dengan pandangan pudar melihat ke muka Hans, yang gelap. Kemudian Bima tersenyum lebar, namun kemudian Bima batuk mengeluarkan darah dari mulutnya,

Hans : "mengapa kau tersenyum?" dengan nada datar

"Ah sudahlah, sebentar lagi juga kau akan mati"

Kemudian Hans, berniat menusukkan belatinya ke jantung Bima, namun ada seseorang yang menahannya, ternyata orang itu adalah Semanta.

Hans menengok ke wajahnya, terlihat asing baginya, tapi Hans mengenali bahwa dia adalah seorang ksatria, terlihat dari seragam yang ia kenakan, dari anggota burung gagak hitam.

Saat Hans, berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangannya, itu percuma, Kekuatannya sangat kuat.

Semanta pun bertanya, bertanya.

"Apakah dia orangnya?"

Kemudian seseorang dari anak buah Bima, menjawabnya dari belakang,

"Bukan, Tuan"

Semanta pun, melepaskan tangan Hans, dan bertanya kepada Hans sambil menatapnya.

"Kenapa, kau ingin membunuh orang ini?

Hans : "Itu bukan urusanmu!"

Menjawabnya dengan arogan sambil menatap tajam Semanta.

Kemudian Hans bergerak, mencoba membunuh Bima kembali.

Semanta pun, dengan refleks, menahannya lagi.

Semanta : "Hei, bocah kau tidak bisa menghakiminya!"

"Ini sudah menjadi urusanku"

Dengan wajah kesalnya Hans pun, tidak bisa berbuat apa-apa.

Kemudian Semanta pun, membungkuk kepada orang-orang di desa itu.

Semanta : "Maafkan aku sudah datang terlambat"

Kemudian salah satu warga berbicara meresponsnya.

"Terima kasih sudah menyelamatkan kami, ksatria Semanta"

Orang-orang pun, merasa lega setelah melihat Semanta.

Sementa : "Bawa mereka"

Lalu memberi perintah, kepada bawahannya, untuk segera membawa Bima, yang terluka parah serta anak buahnya.

Semanta : "Dimana rumahmu?" kemudian bertanya lagi kepada Hans.

"Biar aku yang mengantarmu pulang."

Hans : "Tidak usah terima kasih." (dengan nada datarnya).

Semanta : "Tidak apa-apa, ini sudah dari bagian tugasku"

Hans : "Aku bisa mengurus diriku" (dengan nada datar Hans pergi begitu saja meninggalkan tempat itu).

Saat Hans, melewati hutan dalam perjalanan pulangnya, ada sesosok orang di depan balik pohon, sedang menunjukkan dirinya.

Hans : "Apa kau mengikutiku?"

Hans bertanya kepada, Semanta yang menunjukkan dirinya di balik pohon itu.

Semanta : "Apa yang kau maksud?"

"Aku, hanya ingin kau lebih mengenalku".

Hans : "Aku tidak peduli siapa pun dirimu"

Semanta : "Aku, hanya tidak suka orang-orang sepertimu, yang sok pahlawan"

"Orang lemah sepertimu harus tahu, bagaimana dunia ini berjalan"

"Akan kutunjukkan padamu kekuatan sejati"

Berjalan perlahan, ke arah Hans, kemudian tangan kanannya, berubah membentuk aura pedang api.

Hans : "Apakah kau di balik semua ini?"

"Jika ya, kenapa bocah?.. Kau tidak bisa mengubah apa pun"

Tiba-tiba kemarahan Hans membeludak

"Sudah kuduga, kau bukannya mau menahan para bajingan itu, melainkan menyelamatkannya"

"Dan kau dibalik semua penderitaan Nenekku"

"Aku akan membunuhmu"

Hans yang marah mendengar pengakuan Semanta, sambil mengeluarkan belatinya.

Ketika Semanta, semakin dekat, kemudian Semanta menebaskan tangan pedang apinya, namun, Hans dengan belati berhasil menahannya tanpa bergerak sedikit pun di tempatnya.

Mereka saling menatap, Semanta pun tersenyum dan berkata

"Ini adalah hukum orang-orang sepertimu"

Mengangkat tangan apinya lagi, namun kali ini berbeda, apinya membesar begitu saja.

"Sreeetz"

Hans pun terdorong, terjatuh terduduk ke belakang, sampai-sampai belatinya hancur bertebaran menahan serangannya.

Dengan tangan kirinya, Semanta, mencekik Hans, sampai ke udara.

***

Matahari sudah terbenam, langit sudah gelap, Hana yang sedang menunggu Hans, di luar rumah, dengan khawatir, Hans belum juga datang.

Hana : "Kenapa dia belum pulang, apakah terjadi sesuatu"

"Kenapa firasatku tidak enak"

Kemudian Hana, memutuskan untuk pergi keluar mencarinya, memastikan Hans, akan baik-baik saja.

Sebelum Hana memasuki hutan, tiba-tiba seseorang sedang merangkak ke arahnya, tubuhnya dibanjiri darah di sekujur tubuhnya.

Hana : "Haans!!" (dengan ekspresi wajahnya yang sangat cemas).

Hana pun, membalikkan badannya, dan memindahkan kepalanya di pangkuannya.

"Apa yang terjadi!"

"Kenapa, kau penuh dengan luka"

Hana pun mulai meneteskan air matanya yang jatuh ke muka Hans, dengan nada yang hampir hilang kesadarannya, Hans mengepal cokelat yang berada di tangannya, kemudian memberikannya kepada Hana sambil tersenyum menahan rasa sakitnya.

Hans : "Ini cokelatmu"

Hana : "Dasar bodoh!!.. ini bukan waktunya"

Dengan berteriak serta tangisan khawatir dan ketakutan yang bercampur aduk.

Hans : "Kenapa kau membentakku!"

Hans sudah tidak bisa menahan kesadarannya.

Hana pun dengan panik, menggendong Hans segera membawanya ke rumah, dengan kesadaran Hans yang mulai pudar.