Chereads / Legendary the Devil Knight (Indonesia) / Chapter 8 - Chapter 8 - Terima Kasih Untuk Selalu Menolongku

Chapter 8 - Chapter 8 - Terima Kasih Untuk Selalu Menolongku

"Ayaaaah"

"Jiraaaaaa"

"Minaaaaa"

Hana dalam kepanikan berteriak memanggil mereka.

Jira dan Mina pun, datang, begitu mendengar teriakan Hana.

Jira : "Ya Tuhan Hans, kenapa dia terluka begitu parah!"

Mina : "Cepat, segera obati dia!"

"Hans, sadarkan dirimu!"

Mina pun dengan panik meneteskan air matanya tanpa disadari.

Kemudian mereka bertiga berusaha menyembuhkan luka-luka yang ada di sekujur tubuhnya, dengan perlatan yang ada.

Hana : "Ayah, ke mana sih?"

"Kenapa dia, belum pulang juga"

Kemudian suara langkah kaki, terdengar di luar.

Akhirnya Jack pulang, lalu dengan ekspresi terkejut, melihat kondisi Hans yang terbaring dengan penuh luka.

Setelah melihatnya, Jack dengan tenang duduk, melakukan teknik healing, ke luka yang ada di kakinya dan seluruh tubuhnya.

Lalu bertanya kepada mereka bertiga.

Jack : "Apa yang terjadi?"

"Apa dia pergi sendirian?"

Tidak ada yang menjawabnya, kemudian Jack pun berdiri dengan muka marahnya.

"Aku kan sudah peringatkan, jangan ada balas dendam"

Jack yang membentak ke arah Jira dan Mina.

"Kenapa kalian selalu membuatku kesal!"

Jira dan Mina pun terdiam tunduk, melihat Jack begitu marahnya, Jira dan Mina pun tidak berani mengeluarkan kata satu pun dari mulutnya.

Hana kemudian dengan, tangis di matanya, berbicara kepada Jack

Hana : "A-a-yah sebenarnya ini semua salahku"

"Hans, pergi ke desa itu mengambil cokelat, yang di janjikan padaku"

Kemudian Hana pun terduduk, dengan tangisannya yang bercucuran, sampai menutupi wajahnya dengan tangannya.

Kemudian Jack melihat kondisi Hans yang hampir saja mati, dengan kesal, Jack mengepalkan tangannya dengan kuat.

Hari keesokannya, Hana melihat Hans belum juga tersadar, kesedihan terungkap di wajahnya yang merasa bersalah. Hari selanjutnya, Hana yang terbangun di samping Hans pun, masih melihat dengan tatapan sedih karena Hans masih belum juga terbangun, begitu juga Jira dan Mina, dengan perasaannya yang terasa kosong, setelah menjalani hari tanpa Hans, dan Jack sesekali datang memeriksa keadaan Hans.

Seminggu kemudian, Hans masih belum juga tak sadarkan diri, Jira dan Mina yang melihat Hana mengurus Hans selama seminggu, terlihat kelelahan di matanya, tubuhnya yang lemas karena kekurangan istirahat, lalu Jira menepuk punduknya.

Jira : "Dia, anak yang kuat"

"Sebaiknya kau, beristirahat, kita akan menjaganya".

Mina : "Dia, akan segera sadar".

"Waktunya, giliran kita Hana"

Hana pun, mengangguk menuruti perkataan mereka berdua.

Pada malam hari menjelang pagi, Hana pun tidur dengan cukup, lalu pergi memeriksa keadaan Hans. Di sana ia melihat Jira dan Mina yang sedang tertidur. Hana pun membangunkan mereka berdua.

Hana : "Aku akan menjaga Hans, sebaiknya kalian tidur dikamar".

Jira, yang masih setengah sadar pun menjawab

"Baiklah"

Lalu pergi meninggalkan tempat, Begitu juga Mina, mereka pergi begitu saja tanpa berkata apa pun sambil berjalan sempoyongan.

Saat Hana sedang mengganti perban yang sudah usang, tiba-tiba Hans berkeringat sangat banyak, wajahnya penuh ketakutan seperti sedang bermimpi buruk, Hana pun menjadi panik dan berusaha membangunkan Hans.

"Hans, Hans, sadar!"

Keadaan Hans, semakin tidak terkontrol, Hana tidak tahu lagi harus berbuat apa, dengan refleksnya, Hana memeluknya dengan erat.

Kemudian suara yang tidak asing terdengar di telinga Hana.

"Hana?"

"Apa yang sedang kau lakukan?"

Hana pun, melepaskan pelukannya sambil menangis lalu memukulnya beberapa kali.

Hans : "Auuggrrh, sakit".

"Kenapa kau memukulku".

Hana : "Aku sangat khawatir, Kukira kau akan mati!".

"Kenapa kau sangat lama bangunnya!"

"Dasar bodoh!"

Hans pun, tersenyum, sambil menyusut tangisannya.

"Ngomong-ngomong, apakah kau mengkhawatirkanku sebegitunya sampai seperti ini?"

"Plak" (Suara geplakan tangan Hana yang mengenai kepalanya).

"Makan tuh, khawatir!!"

Sambil pergi meninggalkan Hans, begitu saja.

"Aiiiggsh". (berteriak kesakitan).

"Kenapa kau terus menyiksaku" (dengan muka sakitnya).

Hana : "Aku, akan membuatkan makanan untukmu".

Hans : "Baiklah, yang enak ya."

Kemudian Hana pun, kembali ke arah Hans, sambil mengertak dengan tangannya seolah-olah ingin mengeplaknya lagi.

Hans, dengan refleksnya sudah dalam posisi bertahan menghadapi geplakannya.

Hana yang melihatnya lalu tersenyum, kembali ke dapur.

"Aeegrrh dasar anak ini"

Hans pun, terbaring lagi di tempat tidurnya, ekspresinya menjadi kesal karena mengingat kejadian terakhir saat bersama Semanta.

"Aku akan membunuhnya" (berbicara dalam hatinya, kemudian mengepalkan tangannya).

Hans mengingat kembali saat terakhir di mana ia hampir mati.

Hans dengan seluruh kekuatannya berusaha meronta-ronta, agar melepaskan diri dari genggaman cekikan Semanta, ia merasakan suara jantungnya yang semakin lemah, sampai tubuhnya berhenti meronta-ronta. namun setelah Hans hampir kehilangan kesadarannya, Semanta melepaskannya dengan melemparnya jauh, merosot hingga membersihkan tanah.

Hans pun, terbatuk-batuk setelah dilemparkan, memegang lehernya dengan kedua tangannya, karena menahan rasa sakit dari cekikan Semanta.

Belum puas, kini Semanta, berjalan menghampiri Hans, kemudian menusukkan pedang apinya di kaki bagian kaki kirinya, sampai Hans pun berteriak kesakitan.

Darah pun keluar di sekujur bagian kakinya, kini kakinya merasa terbakar hingga ke tulang-tulang.

"Bocah, kau masih di sana?"

Sambil menundukkan badannya dan melihat muka Hans yang merasakan kesakitan.

"Ada kata-kata yang ingin kau ucapkan?"

Hans : "A-aku a-akan membunuhmu" (dalam nadanya yang sangat pelan).

Semanta : "Apa katamu?"

"Aku tidak bisa mendengarmu!"

Lalu dengan pedang apinya Semanta mengoyak-koyak pedang apinya di dalam kaki kirinya Hans.

Hans, yang merintih kesakitan, dan tangannya berusaha meraih Semanta, namun itu adalah hal yang percuma, Samanta langsung menendang perutnya, sampai Hans mengeluarkan darah di mulutnya.

Semanta : "Aeggrrhh, ini sangat mengerikan"

Kemudian Hans pun merangkak, berusaha pergi meninggalkan tempat itu.

Semanta : "Kau mau pergi ke mana, bocah?

Berjalan menghampirinya, dan menahannya dengan menginjak muka Hans.

"Ha ha ha"

"Ini sangat menarik"

Kemudian Semanta menginjak-injak muka Hans lagi dengan kejam, sampai tanah di sekitarannya pun, hancur dan dipenuhi darah.

"Sebenarnya aku sangat ingin membunuhmu"

"Kita lihat, seberapa beruntungnya kau"

Terkapar, tak berdaya Hans berusaha mencoba keluar dari situasi ini dengan merangkak.

Hans : "Aku tidak boleh mati di sini".

"Aku harus memberikan cokelat ini kepada Hana"

"Ada banyak yang masih harusku lindungi"

"Aku tidak boleh mati di sini"

Hans, mengambil sisa-sisa cokelat yang hancur berhamburan di tanah, lalu Hans mencoba bertahan hidup pergi dengan merangkak.

Semanta, yang melihat pemandangan itu pun, kali ini hanya membiarkan Hans merangkak pergi.

Kini Hans tidak menyerah untuk sampai ke rumah, dia terus merangkak, dengan kondisinya pengelihatannya yang mulai pudar.

"Aku harus selamat, aku harus selamat"

Hans mengucapkannya berulang-ulang selama merangkak, tanpa menyerah, dia terus merangkak, sampai terlihat seseorang yang datang menghampirinya dengan perasaaan panik.

"Haaaans"

Pandangan Hans yang pudar tidak bisa melihat dengan benar, namun setelah mendengar suara yang sudah tidak asing lagi baginya, itu adalah Hana, dengan suara kekawatirannya.

Hans pun merasa lega dengan tersenyum.

Hans yang melihat Hana sedang menyiapkan makanan, memanggilnya.

Hans : "Hanaaa!"

Hana : "Bentar aku belum selesai!"

Hans : "Sini dulu, bantu aku sebentar".

Hana menunda masakannya dan menghampiri Hans sambil mengeluh.

Hana : "Aeeggeh apa?"

Hans : "Bantu aku berdiri"

Kemudian Hana, membantunya menuju kursi duduk yang berada di meja makan.

Hana : "Tunggu sebentar di sini"

Hans memegang tangan Hana, sebelum beranjak pergi.

Hans : "Hana, Terima kasih"

Hana : "Tidak masalah"

Hans : "Bukan maksudku, kau selalu ada, di saat aku sedang terluka"

Lalu Hana menatap mata Hans dengan sedih.

"Bisakah kau berhenti melakukan hal bodoh, yang membuatmu sampai terluka"

Hans tidak berkata apapun, hanya mengangguk.

Hana : "Bentar, aku akan segera menyiapkan makanan"

Meja sudah dipenuhi makanan, terdapat beberapa jenis makanan, tentu saja di sana ada makanan favorit Hans, yaitu bakso yamin. Namun Hans menyingkirkan semua sayuran di mangkuknya, Hana yang melihatnya pun menatap Hans, dengan melotot ke arahnya.

"Baiklah, aku akan memakannya"

Setelah dipikir-pikir Hans, tidak cukup kuat menggerakkan tangannya untuk melakukan suapan ke mulutnya. Hans pun tersenyum ke arah Hana menggunakan kode matanya untuk meminta Hana menyuapinya.

Hana : "Aeeegrrh" (mengeluh).

Hana lalu duduk di sebelahnya menyuapi makanannya dengan kasar.

Hans : "Awrrgh pelan-pelan Hana, apa kau tidak mempunyai hati"

Hana : "Banyak bicara, aaaa cepat, bayi manja"

Kali ini Hana, menyuapinya dengan lembut, perlahan makanan pun di santap Hans.

Hans : "Ehhhm enak"

Lalu tiba-tiba suara terdengar dari arah belakang.

Jack : "Apa ada yang ingin kau katakan, kepadaku, Hans."

Hans pun menengok, ke arah Jack.

Hans : "Pa-paman maafkan aku!"

Dengan rasa bersalahnya Hans berdiri membungkukkan tubuhnya.

"Arrrgh, sakit, sakit, pinggangku!"

Hana : "Aeeeergggh, dasar bodooh!"

Jack : "Bagaimana kondisimu?"

Hans : "Sekujur tubuhku semuanya serasa hancur"

Jack : "Mana sini biar kulihat"

Lalu Jack dengan terkejut, berbicara dalam hatinya.

"Anak ini terluka sangat parah, namun tubuhnya, membuatnya pulih dengan cepat"

"Seharusnya luka seperti ini, normalnya akan berakibat kematian, mungkin jika beruntung lumpuh kakinya, dan baru saja seminggu lebih, anak ini, sudah sadar tanpa luka yang serius, bagaimana bisa?"

Hans dengan penasaran, dengan muka Jack yang begitu keheranan bertanya kepadanya.

Hans : "Ada apa Paman?"

Hans : "Apakah aku akan baik-baik saja kan?"

Jack : "Baguslah, dengan keadaanmu sekarang, semuanya akan baik-baik saja"

Hana pun menyuapinya lagi dengan kasar, namun dalam hatinya merasa lega ketika mendengar kata dari Ayahnya.

Hana : "Mangkanya jangan sok-soan lah"

Lalu Hans mengambil sendok dari Hana

"Aeeggrh, biar aku saja sendiri"

Lalu Jack, bertanya lagi kepada Hans.

Jack : "Apa kau tahu orang yang membuatmu seperti ini?"

Hans lalu mengangguk.

Hans : "Orang itu, seorang kesatria, kalau tidak mereka menyebutnya Semanta"

Setelah mendengar orang itu dari mulut Hans, Jack tidak terkejut sama sekali, setelah seminggu yang lalu, sebelum Jack masuk ke dalam rumah, Jack merasakan ada seseorang yang mengawasi rumahnya, dari kejauhan sedang bersembunyi mengawasi.

Saat Jack memeriksanya, orang itu sudah menghilang seperti kebohongan.

***

Jira dan Mina sedang tidur terbangun dengan suara berisik yang berasal dari bawah.

Mina : "Duh berisik sekali di bawah"

"Bisakah mereka memberiku, sedikit waktu untuk beristirahat".

Namun suara yang di dengarnya membuatnya, langsung terbangun.

"Jangan-jangan!"

Dengan refleks, membangunkan Jira yang tertidur pulas.

Mina : "Oi jira, bangun"

Jira : "Apa sih!!"

Mina : "Bangun cepat!, Bodoh!"

Jira : "Ehhhm"

Menjawab Mina dengan kondisinya yang belum sadar sepenuhnya.

Mina : "Apa kau mendengarnya?"

Jira : "Bukankah itu suara Hans?"

Jira yang masih terpejam, membuka matanya lebar-lebar, seolah-olah itu bukan sebuah khayalan belaka.

Jira : "Benar itu suaranya Hans, Mina!"

Mereka berdua kemudian berlari turun ke bawah dengan rusuh, mengacaukan benda-benda si sekitarnya, seolah-olah bahwa mereka tidak akan mempercayainya sebelum mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri.

Mereka berdua, melihat Hans dengan penuh perban di sekujur tubuhnya, sedang menyantap makanan di meja makan.

Jira : "Woaaaah, Hans, kau sudah sadar"

Mina pun langsung memeluknya.

Mina : "Haaaaans, kau baik-baik saja kan!"

"Kukira kau, sudah lupa caranya bangun"

Hans : "Aku tidak apa-apa"

"Kenapa kalian seheboh ini"

Jira : "Yeah, lawan bertarungku sudah kembali!"

"Padahal aku sudah mempersiapkan batu nisan untukmu"

Hans : "Goblok!!"

Mina : "Ngomong-ngomong apa yang terjadi padamu?"

Hana dan Jira dengan ekspresi penasaran yang besar, mereka menunggu jawaban dari Hans.

Kemudian Hans, dengan kesal mengingat kembali apa yang terjadi.

"Bisakah kalian membiarkanku menghabiskan makananku terlebih dahulu".

Hans pun, dengan tampang kesal, memilih untuk makan, ketimbang menceritakannya.

Jira : "Nanti saja makannya, cepat cerita Hans!"

Hans : "Aeerrgh kumohon nanti saja, aku tidak sedang ingin membahasnya"

Jira : "Ah sudahlah"

Hana : "Mungkin itu hal yang berat, untuk diceritakan"

"Kalian pergi sana latihan jangan mengganggunya"

Kemudian Jira yang kesal dengan celetukannya malah meledeknya.

Jira : "Hans kau tahu, ketika kau tak sadarkan diri selama seminggu, Hana lah yang selalu menjagamu"

Hans : "Woah benarkah?"

"Terus-terus?"

Cerita pun memanas ketika Mina menambahkannya.

Mina : "iya itu benar Hans, setiap kali aku minta bergiliran menjagamu, aku tidak tahu Hana selalu menolaknya".

Hana pun berdiri dengan nyolot dengan wajahnya yang menjadi merah.

Hana : "Apaan, tidak sepenuhnya seperti itu!"

"Itu semua, hanya kebohongan yang di buat-buat"

Jira dan Mina : "Ah, Masa sih" (meledeknya lagi).

Mina pun menambahkannya lagi.

Mina : "Kenapa wajahmu menjadi merah".

Hana : "Ah bodo amatlah" (sambil pergi meninggalkan tempat).

Mereka pun tertawa melihat tingkah laku Hana.

Jack : "Aeeegrrh, kenapa kalian membicarakan hal yang tak penting"

"Cepat pergi latihan!"

Jira : "Bagaimana dengan Hans, Paman?"

Hans : "Kau sedang bercanda, lihat kondisiku!"

Jack : "Cepat sebelum aku marah"

"Paman tapi aku belum sarapan!"

"Bolehkah aku menyantapnya dulu"

Kemudian Jack pun membuka dimensi, untuk mengambil senjata.

Jira dan Mina yang ketakutan pun, bergegas pergi, sebelum semuanya berubah menjadi hal yang mengerikan.

Jack : "Habiskan makanmu, aku ingin bicara denganmu"

Hans : "Baiklah Paman"

Hans menghampiri Jack sedang duduk di halaman, dengan tongkat untuk membantunya berjalan.

Hans : "Paman ada sesuatu yang mau kau katakan?"

Lalu duduk di sampingnya. Jack kemudian menatapnya.

Jack : "Hans, apa kau tahu orang tuamu, sebelum kau tinggal bersama Nenekmu?"

Hans : "Aku tidak mengetahuinya, bahkan wajah orang tuaku pun, aku belum pernah melihatnya".

Jack : "Apakah kau yakin tidak mengingatnya sama sekali?"

Bersikeras menanyakan pertanyaan yang sama, Hans hanya menggelengkan kepalanya.

Hans yang melihat raut wajah Paman Jack yang aneh, lalu bertanya kepadanya.

Hans : "Kenapa Paman, menanyakan hal itu?"

Jack : "Tidak apa-apa, itu bukan masalah".

"Bagaimana nyaman dengan tongkatnya?"

Hans : "Terima kasih untuk tongkatnya Paman, ini sangat berguna".

Kemudian dari jarak kejauhan, terdengar suara teriakan yang tidak asing lagi bagi Hans.

Jira : "Woi Hans, ayo sini bertarung kalau berani!"

Hans : "Aku akan membunuhmu, ketika aku sudah sembuh"

Jack lalu berdiri...

Jack : "Paman, akan pergi berburu."

"Kau sebaiknya istirahat."

Hans : "Apakah Paman akan pergi ke gerbang iblis lagi, tanpa mengajakku?"

Lalu Jack, menendang ringan ke arah kaki Hans yang sedang terluka"

Hans : "Aeeeggh sakit Paman!" (Merintih kesakitan).

Jack : "Urus dulu saja dirimu!"

Kemudian berteriak ke arah Jira dan Mina yang sedang latihan.

Jack : "Woi, Jira, Mina!!"

Jack : "Ayo, pergi!"

Jira dan Mina : "Sekarang paman?"

Dengan muka kesal yang sangat mengerikan, Jack pun sudah menjawab pertanyaannya.

"Baiklah, Paman"

Ketika mereka mau berangkat, Hans bertanya kepada Jack.

"Paman, apakah Hana tidak ikut bersama kalian?"

Jack : "Tidak, dia ingin menemanimu katanya".

"Jagalah rumah, selagi aku pergi".

Hans : "Baiklah, Hati-hati kalian".

Wajah Hans menjadi merah dan bertanya-tanya dalam hatinya.

Hans : "Hana, kenapa dia lebih ingin menemaniku, daripada pergi ke gerbang".

"Sialan, apa yang baru aku pikirkan"

"Sadarkan dirimu Hans" (menepuk pipinya beberapa kali).

Pada siang hari, Hans menatap matahari yang menyinari tubuhnya sambil terbaring di halamannya, kemudian Hans teringat Hana yang belum terlihat sejak pagi.

Hans : "Hana, sedang pergi ke mana yah?" (bertanya kepada dirinya sendiri).

"Aku dari tadi belum melihatnya"

"Aerrgh, kenapa aku harus mencarinya"

"Sebaiknya aku pergi mencari angin segar"

Hans pun pergi dengan menggunakan tongkatnya.