Tiba di bukit, di sebuah pemakaman, di mana tempat Nenek Yunija di kuburkan.
"Nenek apa kau baik-baik saja di sana?"
"Maaf Nenek, Kukira aku akan segera bertemu, ternyata aku belum bisa bertemu denganmu kali ini"
Hans lalu duduk di sebuah tebing, dengan pemandangan yang sangat indah pada sore hari itu.
Tiba-tiba, terdengar suara yang tidak asing memanggilnya.
Hana : "Haaans!" (melambaikan tangannya).
Hans menengok ke belakang dengan tersenyum.
Hana menghampirinya dengan berlari.
Hans : "Hana apa yang kau lakukan di sini?"
Hana : "aku mencarimu kemana-mana, akhirnya terpikir tempat ini olehku"
"Apa kau sebegitunya mengkhawatirkan aku?"
Hana pun bersiap dengan kuda-kuda yang mau menggeplaknya.
Hana : "Apa kau mau mati?"
Hans : "Hehe"
Kemudian Hana duduk di sampingnya.
Hana : "Wooaaah cuaca hari ini sedang indah"
Hans : "Hana apa kau mau mendengar sebuah cerita"
Hana pun menatap mata Hans, dan mengangguk.
Hans : "Ketika paman Jack menanyakan kedua orang tuaku tadi pagi, yang terbayang olehku hanya sesosok nenek Yunija saja, bahkan aku tidak mengenali wajah mereka (orang tuanya)."
"Entah kenapa , orang-tuaku meninggalkanku atau membuangku".
"Kisah yang lucu bukan?"
Kemudian Hana, bertanya.
Hana : "Apa kau ada niatan untuk mencari tahu siapa orang tuamu?"
"Barangkali ada alasan, kenapa mereka meninggalkanmu"
Hans pun menanggapinya, sebari melihat pemandangan pada sore hari di puncak bukit.
Hans : "Sebenarnya aku penasaran bagaimana sosok orang-tuaku, bagaimana mereka hidup, dan kenapa mereka meninggalkanku"
"Orang-tuaku hanya meninggalkanku sebuah kalung nama, saat Nenek menemukanku saat aku masih bayi"
Hans pun menunjukkan kalung yang sedang di pakainya.
Hana : "Apakah ini nama aslimu?"
"Hanson Pramono"
"Wooaaah nama yang bagus"
Hana : "Apakah kau tidak ada niatan sama sekali, untuk mencari siapa orang tuamu?"
Hans : "Jika mereka masih hidup, di luar sana, aku tidak yakin aku bisa menerimanya begitu saja"
"Bagiku, keluargaku yang sesungguhnya adalah sebuah hal nyata, yang bisa kurasakan dan kulihat, bukan hanya sekedar nama, ataupun silsilah keluarga."
"Ada Jira, Mina, Paman Jack, dan kamu, Hana, itu sudah cukup bagiku."
"Jadi aku putuskan untuk tidak mencari orang-tuaku"
Tiba-tiba saja terdengar suara yang merusak suasana pada sore itu, suara bunyi keroncongan dalam perut Hans.
Hans pun kemudian melirik ke arah muka Hana sambil tersenyum.
"Hehe"
Hana : "Apa kau bercanda?"
Kemudian bunyi keroncongan disusul Hana.
Mereka saling menatap lagi.
"Hahaha"
Mereka pun tertawa bersama.
Kemudian Hana berdiri.
Hana : "Ayo kita pergi!"
Hans : "Hana, aku ingin bakso yamin"
Hana : "Aiiggrrh, berhenti memintaku memasak bakso yamin"
"Cepat Hans"
Hana pun pergi begitu saja.
Hans : "Bantu aku berdiri bodoh"
"Duh, Teganya"
Hana : "Oh iya, aku lupa... Ahaha"
Hana pun kembali lagi untuk membantu Hans berdiri, dan memberikan tongkatnya yang membantunya berjalan.
Setelah membantunya, Hana pergi duluan meninggalkan Hans
Hans : "Yaaggrrh" (teriak kepada Hana lagi).
"Pelan-pelan jalannya, jangan tinggalkan aku"
Hana : "Baiklah"
Dengan mukanya yang datar, sambil menghela nafasnya.
Kemudian Hana pun menyesuaikan jalannya, di sampingnya.
Di perjalanan Hans, yang kebingungan, arah jalan pulang yang dilaluinya, baru saja dilewatinya, dan bertanya kepada Hana.
Hans : "Hana, kita sebenarnya mau ke mana?"
Hana : "Aku tahu tempat mencari makanan"
"Ikuti saja".
Beberapa saat kemudian, hari pun menjadi gelap, malam sudah menyambut dunia, dan Hans melihat sebuah hutan, namun ini berbeda, hutan itu terlihat begitu menyeramkan. Di bagian depannya terlihat sebuah kabut tebal yang menyelimuti tempat itu.
Hans : "Hana apa kau yakin, akan masuk ke tempat ini?"
"Apa kau tidak merasakan ketakutan pada tempat ini?"
Hana : "Aku dan Ayahku sering ke sini"
Sambil menyalakan api melalui kayu, untuk membuat sumber penerangan.
"Ayo, apa kau tidak akan ikut?"
Berpikir sejenak, Hans pun, lebih memilih mengikuti Hana daripada menunggu sendirian dengan perut kelaparan.
Hans yang mengeluh dalam hatinya.
Hans : "Sialan si Hana, aku mempunyai firasat buruk pada tempat ini"
Lalu berteriak kepada Hana yang berjalan dengan cepat.
"Tunggu aku, apa kau tidak lihat aku sedang terluka"
Kemudian mereka berdua memasuki hutan itu, menerobos kabut tebal di depannya.
Hana : "Hans pegang tanganku jangan sampai terpisah"
Hans pun, tanpa berpikir panjang langsung menurutinya.
***
Jira dan Mina yang baru saja keluar dari gerbang iblis kemudian di susul Jack.
Jack : "Cukup buat hari ini."
"Kerja bagus!!"
Jack memuji dengan tulus kepada mereka berdua.
"Yosh"
Jack : "Kalian sudah berkembang sejauh ini."
"Kalian akan melanjutkan tahap latihan berikutnya."
Jira : "Yeah, ini yang sudah aku tunggu-tunggu"
Mina : "Aku sudah tidak sabar Paman!"
"Jangan besar kepala kalian!!"
"Ayo, kita pulang!"
Setibanya di rumah, mereka melihat rumah dalam keadaan gelap.
Jack : "Apa mereka tidak sedang di rumah?"
Jira dan Miana pun memanggil Hans dan Hana.
"Haaans!!"
"Hanaaa!!"
Mina : "Kira-kira mereka berdua pergi kemana?"
"Hans pergi kemana dengan tubuhnya yang masih terluka"
Jira : "Mereka tidak akan pergi jauh"
Jack : "Bocah tengik itu tidak pernah mendengarkanku!!"
"Perasaanku tidak enak."
"Cari mereka!"
Kemudian Jira dan Mina, pergi mencari mereka berdua.
***
Melewati tengah hutan, pohon-pohon panjang yang menghiasi di sekitarnya, juga ada suara binatang, seperti suara burung hantu, jangkrik, dan sebagainya mulai berdatangan, kemudian Hans, melihat bayangan-bayangan yang datang dan pergi, sontak tubuh Hans pun menggigil dan keringat dingin bercucuran di wajahnya.
Hans : "Hana apa kita seharusnya kembali saja".
"Apa kau tidak merasakan ada yang sedang mengikuti kita?"
Kemudian Hana, berbalik menatap Hans.
Hana : "Apa kau takut?" (dengan muka yang meledeknya).
Hans dengan harga dirinya, berusaha tidak terlihat ketakutan dimata Hana.
Hans : "Apa kau bilang?"
"Ini buka masalah takut!"
"Aku hanya sedang terluka"
Mencari alasan dengan gugup menjawabnya.
Hana : "Ah begitu, terus kenapa kau berkeringat?
Hans : "Ini, karena aku merasa gerah"
Hana : "Ah begitu, terus tubuhmu kenapa mengigil?
Hans : "Aeggrrh, berhentilah berbicara denganku!"
Tiba-tiba saja di hadapannya terdengar suara yang keras yang datang dari udara.
"Duaar"
Hans pun dengan refleksnya menciut, berjongkok menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
Hans : "Ampuuun ampun."
"Kita tidak bermaksud mengganggu"
Hana pun tertawa dengan riang ketika melihat Hans.
"Aha ha ha"
"Apa kau sedang memohon, kepada ranting pohon yang jatuh?"
Hans pun membuka matanya perlahan, untuk melihat situasi.
"Siaaalan"
"Ternyata, itu hanya ranting pohon"
Mereka berdua melanjutkan perjalanannya yang Hans tidak bisa mengerti entah kemana tujuan Hana.
Tiba-tiba kabut pun, menghilang di depannya. Hans melihat halaman yang luas dipenuhi bunga mawar merah dan putih yang bercampur, sampai harumnya, menusuk lubang hidungnya, di sana juga terdapat danau kecil, dengan pantulan cahaya malam yang membuatnya menjadi indah.
Hans : "Woaaah tempat apa ini?"
Hans pun terkejut, belum percaya apa yang baru saja sedang di lihatnya.
Hana : "Indah bukan?"
Hans pun, mengangguk kagum.
Hana : "Tempat ini bernama Mirosa"
"Ini adalah tempat favoritku, aku selalu datang kesini ketika aku sedang sedih maupun senang"
Hans masih tercengang, melihat pemandangan itu, seolah-olah tidak percaya bahwa ada tempat seindah ini, di tengah hutan yang menyeramkan.
Hans : "Kau mau kemana?
Hana : "Tunggu di situ" (sambil memberi obor yang dibawanya, kepada Hans).
Hana menghampiri danau dan mengeluarkan pedangnya, memegang dengan kedua tangannya yang di arahkan ke danau.
"Menyebarlah"
Pedangnya berubah perlahan menjadi kelopak-kelopak mawar putih yang bercahaya, lalu kelopak-kelopak mawar itu masuk ke dalam danau terebut, seperti sedang menari mengikuti instruksi yang Hana berikan.
Tidak lama setelahnya, muncullah ikan-ikan yang mengapung di air danau tersebut, Hans pun menunjukkan ekspresi kagum.
Hans : "Woaaah hebat"
"Itu adalah teknik terindah yang pernah aku lihat, padahal aku sudah melihatnya, namun kali ini aku merasakan murni keindahannya"
Kelopak-kelopak mawar itu, kembali ke semula menjadi pedang utuh secara perlahan, dan menyimpan pedangnya di dasar tanah.
Tiba-tiba Hana membuka pakaiannya satu demi satu.
Hans : "Apa kau sudah gila!!"
"Kenapa kau membuka bajumu!!" (sambil menutup matanya dengan kedua tangannya).
Hana : "Aku tidak mau bajuku basah!!"
Hana pun, berjalan hanya dengan pakaian dalamannya saja, menuju ke arah danau dan berenang mengambil ikan-ikan yang mengapung di permukaan air.
Ketika Hana, sedang mengambil ikan, tiba-tiba air yang tenang, berubah menjadi kacau.
Hana : "Hah?"
"Ada apa ini?"
Hans masih menutup matanya kemudian bertanya
Hans : "Hana, apa yang terjadi?"
Hana : "Aku tidak tahu!
Hana yang berada di tengah danau, berusaha menepi dengan perasaannya yang sedang panik.
Pemukaan air yang tenang, kini berubah menjadi pusaran air.
Hana, tidak bisa berbuat apa-apa, kini arus itu membawanya berputar-putar mengikuti arah arus.
Hana mencoba keluar dari arus itu, namun kekuatan arus itu sangat kuat.
Tiba-tiba pusaran air itu berhenti, tapi itu tidak membuatnya menjadi tenang, karena Hana melihat ikan berukuran besar meloncat sampai bayangannya menutupi area danau itu, kini sudah berada tepat di atas kepala Hana yang melewatinya.
Tidak sampai di situ beberapa ikan lainnya datang meloncat melewatinya.
"Apa itu?"
"Monster ikan?"
"Yang banar saja!!"
Hans pun membuka matanya dan tidak percaya apa yang baru saja dilihatnya.
"Hana cepat lari dari situ!!"
Hana berusaha menepi, namun monster ikan besar itu, terus saja meloncat dari arah yang berbeda, yang membuat Hana terombang-ambing.
"Haaaans" (berteriak dengan keras).
Ikan-ikan besar itu pun mengeluarkan suara seperti mengaum.
"Hauuu hauuuu iiii"
Hans pun berlari, menggunakan tongkatnya, dan berusaha memberikan pedang Hana yang tergeletak di tanah, ketika saat Hans baru saja mau mengambilnya, sudah ada beberapa hewan buas di hadapannya, mereka terus berdatangan sampai-sampai jumlahnya hampir 50.
"Yang benar saja!"
"Apa kau sadang bercanda sekarang!!"
Hewan itu menyerupai monyet, mereka dinamai 'Night Monkey', namun mukanya menyeramkan, giginya yang tebal, dan runcing yang panjangnya sampai menyentuh ke tanah. Dan tinggi badannya yang membungkuk hampir sama dengan manusia dewasa.
Kini mereka mengepung Hans, mengelilinginya seolah-olah menjaga posisinya agar Hans tidak bisa bergerak kemana pun.
"Aiiisrgggh"
"Menjauh dariku!!" (sambil menggerakkan obornya ke kiri dan kenan, mengarahkannya ke para Night Monkey).
Night Monkey, satu per satu menyeringai ke arah Hans, sambil perlahan mendekatinya.
"Sial!!"
"Aku harus keluar dari situasi ini"
"Dan memberikan pedang itu, kepada Hana"
"Namun kupikir mereka, tidak akan membiarkannya begitu saja"
"Bagaimana ini"
"Berpikir Hans"
Dalam hatinya, Hans berkata.
Hana yang sedang menghadapi monster ikan yang besar, menyadari Hans sedang dalam bahaya.
"Sialan para Night Monkey itu"
"Gawat, Aku harus segera kesana"
Hana mencoba menepi ke daratan, namun ikan-ikan besar itu terus meloncat, membawa Hana ke udara, yang membuatnya tenggelam ke bawah air. Hana berusaha menyelam melewati ikan-ikan besar itu, namun hasilnya sama. Hana, mengapung ke udara lagi, kemudian menenggelamkannya lagi.
"Sialan bagaimana cara aku melewatinya!!"
Kemudian Hana baru saja menyadari bahwa ikan-ikan ini tidak bermaksud menyerangnya.
Hans yang sedang berpikir, para Night Monkey pun tidak memberi kesempatan. Mereka langsung menyerang secara bersamaan dari berbagai arah.
Namun obor api itu menyelatkannya, para Night Monkey itu dengan ragu berhenti saat Hans mengibaskan obornya.
Saat Hans melangkah mundur, ia tidak sadar ada batu di sana, ia pun tersandung, yang membuat obornya terlempar.
Para night monkey itu tidak menyia-nyiakan kesempatannya.
"Batu sialaan!!"
"Jangan-jangan, aku mati gara-gara tersandung batu"
"Ini tidak lucu!"
Hans yang sedang terbaring, kemudian mengambil tongkatnya yang juga harapan satu-satunya pada saat itu yang bisa di andalkannya.
Night monkey datang dari berbagai arah dan berlari dengan cepat ke arah Hans.
Pertama-tama Night Monkey itu datang dari belakang Hans, dengan refleksnya Hans memukul dengan ujung tongkatnya.
Night Monkey yang berbeda, datang dari arah samping kiri dan kanannya, secara bersamaan, Hans memutarkan tongkatnya sambil berteriak.
"datanglah padaku sini bajingan!!"
"Hahaha" (tertawa keputusasaan).
Mereka tiada hentinya menyerang Hans, mereka seolah-olah semakin tertantang, dan tubuh Hans sudah mencapai batasnya, kini Hans mulai merasakan kesakitan, karena luka pada kakinya perlahan terbuka lagi.
Satu Night Monkey, sudah terlihat di depannya membuka rahang mulutnya lebar-lebar seolah-olah Hans seperti makanan yang siap santap.
Hans dengan refleks, menahan rahangnya dengan tongkat yang pegangnya, Hans menyadari tongkat itu tidak bisa menahannya lebih lama lagi.
"Ptaaaak"
Tongkat itu pun, hancur saat menahan gigitannya.
Hans bergelinding ke samping dengan sisa tenaganya, gigitan Night Monkey yang kedua pun meleset.
Hans yang berhasil menghindarinya sekali, kini para Night monkey pun tidak memberi celah sedikit pun, semuanya menyerangnya, membuka lebar rahang mulutnya.
Hans kemudian melihat langit, menghela nafas yang panjang.
"Nenek, aku senang bisa bertemu denganmu lagi?"
Hans pun tersenyum.
Para Night Monkey itu menumpuk berdatangan menyerang Hans tanpa ragu.
"Rintihan Rosa Arvensis"
Hana datang di saat waktu yang tepat, dengan serangan tiba-tibanya, dengan badannya yang masih basah kuyup dan nafasnya yang masih terengah-engah.
Para Night Monkey pun bertebaran ke udara mengikuti ayunan mawar putih membentuk seperti angin topan, para Night Monkey yang sedang bertebaran pun tersabit-sabit oleh kelopak-kelopak mawar.
Angin topan yang diselimuti kelopak mawar putih pun sampai-sampai menjadi berwarna merah, cipratan-cipratan darah pun datang dari dalam angin topan itu.
Mereka para Night Monkey itu, berjatuhan ke tanah, membanjiri tanah seperti sungai.
Lalu Hana pun terbaring dengan nafas yang terengah-engah, begitu juga Hans yang masih tidak percaya dengan dirinya yang masih bernafas.