Chereads / Legendary the Devil Knight (Indonesia) / Chapter 15 - Chapter 15 - Ingat aku?

Chapter 15 - Chapter 15 - Ingat aku?

"Bisakah aku langsung ke tempat itu (surga), tanpa memecahkan teka-teki sialan ini!"

Hans pun berusaha menaiki monumen patung itu, dan melewati jalan yang disediakan untuk memindahkan patung-patung tersebut.

Setelah Hans berlari dari jalur itu tanpa melewatkan kesempatan, Hans pun meloncat ke seberang tempat yang dinamakan surga itu, namun ketika Hans sudah meloncat, tempat itu menolaknya, seperti ada dinding yang menghalanginya, kemudian Hans terpental setelah menabarak dinding yang tidak terlihat itu.

"apa-apaan tempat in!"

Hans pun berpikir dengan kepanikan yang terus menghampiri pikirannya.

"Aeeerrgh"

"Berpikir Hans cepat!"

"Aku bisa melakukannya"

Hans pun kembali, ke tempat seberangnya, dan membaca batu tulis itu sekali lagi dengan tenang.

"Dewa Siwa tidak bisa bersama dengan dewa Anur, dan Dewa Anur tidak bisa bersama dengan Dewi Ajeng"

"Yosh, aku akan mulai dari Dewa itu terlebih dahulu" (sambil melihat patung yang pertama, yaitu patung Siwa".

"Ini terlihat mudah."

Ketika Hans hendak mendorong patung Dewa Siwa, Hans melihat ke arah dua patung lainnya.

"Tunggu!.. jika aku membawa patung yang pertama".

"Lalu kedua patung itu akan bersama?"

"Yaiish" (mengeluh).

Hans pun menggaruk kepalanya, dengan kasar, karena pusing yang melandanya, kemudian Hans berjongkok dengan kedua tangannya yang memegang kepala.

"Tamat sudah riwayatku!" (dengan nada keputusasaan)

Kemudian suara dari belakang mengagetkan Hans yang sedang meratapi nasibnya.

"Apa lagi?!"

Saat Hans melihat ke belakang. Lahar itu sudah turun sampai di dasar tanah, tubuh Hans merasakan panas yang luar biasa, keringat pun muncul di sekujur tubuhnya, dan Hans melihat pertunjukan lahar yang sedang melahap objek-objek di sekitarnya dengan mengerikan.

Dengan rasa ngilu, Hans berkata.

"Aku tidak bisa membuang waktu lagi!!"

"Memindahkan patung pertama (Dewa Siwa) itu tidak mungkin, dan memindahkan patung ketiga (Dewi Ajeng) juga itu tidak mungkin".

"Hal yang paling logis adalah memindahkan patung kedua (Dewa Anur) terlebih dahulu!"

Kemudian Hans mendorong Dewa Anur menuju seberang tempat yang dinamakan surga itu, setelah Hans memindahkan ke tempatnya, patung Dewa Anur itu tiba-tiba bergerak dengan sendirinya, menjadi ke arah tempat surga itu.

"Sialan bikin kaget!,.. kukira akan terjadi sesuatu".

Sambil menyusut keringat di wajahnya.

Waktu pun berjalan lahar pun hampir mendominasi tempat itu, kemudian Hans kembali ke tempat neraka.

"Apa selanjutnya Hans?"

Berbicara kepada dirinya sendiri, Hans kebingungan mengambil langkah selanjutnya.

"Apa aku melakukan sesuatu yang salah?"

Lalu tiba-tiba percikan lahar yang tidak sengaja mengenai kepada Hans, dengan kaget Hans pun menjerit kesakitan dan berusaha berontak membersihkan percikan lahar itu yang hendak mengenai tubuhnya.

Aiiish, sialan!"

"Sakit sekali"

Terlihat luka memar di bahunya akibat sepercik lahar yang mengenainya.

Kemudian gelombang lahar terdengar lebih dekat.

"BLUK-BUK-BUK"

"Kamu pasti bercanda!!"

Hans, tanpa berpikir panjang mendorong patung Dewa Siwa ke seberang tempat surga.

Di tengah Hans sedang mendorong patung, sambil berkata dengan muka kemarahan.

"Aku sudah tidak peduli lagi!"

Setelah Hans berhasil mendorong patung pertama itu ke tempatnya, Hans kemudian memandang dua patung yang sudah ia pindahkan selama ini, dan melihat sekelilingnya.

"Ah"

Hans dengan bingung, dan rasa syukur setelah memindahkan patung pertama tersebut, dan ternyata, tidak seperti yang Hans perkirakan, patung-patung itu tetap pada posisinya, tidak berakibat apapun terutama pada tempat ruangan itu.

Hans pun tersenyum, kemudian memandang patung ketiga, tanpa berpikir panjang Hans berlari ke seberang tempat neraka. Namun tiba-tiba, setelah kaki Hans meninggalkan jembatan untuk memindahkan patung tersebut, kedua patung tersebut bergerak tanpa di perintah, patung Dewa Anur memangdang patung Dewa Siwa yang saling memandang dengan mata merah yang bersinar.

Hans yang melihat kejadian itu pun terkejut bukan main,

"Mereka bisa bergerak?"

"Wah, tempat ini memang sudah tidak waras!!"

Kedua patung itu mengeluarkan pedang mereka dan saling menyerang satu sama lain, sampai-sampai, seluruh di ruangan itu terguncang, menimbulkan getaran, setelah mereka meloncat saling menyerang dan lahar di tempat neraka pun berhamburan menjadi percikan-percikan api yang sangat panas, melahap tempat itu, sedikit demi sedikit, sehingga tempat itu menjadi sangat kacau.

Hans yang sedang berdiri di tempatnya, berusaha menghindari percikan-percikan lahar yang sangat panas, namun kecepatannya tidak bisa menghindari semua percikan efek yang di timbulkan oleh kekacauan patung-patung itu. Hans pun berteriak kesakitan, menahan percikan lahar yang mengenainya lagi namun sekarang ditangan kirinya.

"Arrrgh sakitnyaaa"

Sambil memegang tangannya yang sakit, kemudian ia berteriak dengan keras kepada patung-patung yang sedang bertengkar.

"Berhentilah bertengkar patung-patung bodoh!!"

Hans berlari ke arah monumen sebisa mungkin sambil menghindari percikan-percikan lahar, setelah ia sampai Hans pun berusaha menarik monumen patung pertama (Siwa), dengan sekuat tenaganya.

"Aiiish berat sekali"

"Apa ada sesuatu yang bisa menghentikan pertarungan mereka".

Namun Hans tidak menyerah, Hans terus menarik monumen patung tersebut, untuk menghentikan pertarungan patung-patung tersebut.

"Aaaaarrgh"

Hans yang berteriak, sambil menarik monumen patung itu dengan sekuat tenaganya pun akhirnya membuahkan hasil, monumen itu bergerak pindah meski itu hanya sedikit.

"Sedikit lagi.. ayolah!!".

Lalu patung Dewa Siwa dan Anur pun berhenti seolah-olah, mereka sudah di rancang untuk itu, kemudian suasana pun menjadi tenang kembali.

Namun Hans dengan tenaga yang terbatas pun akhirnya patung-patung Dewa pun menarik pedangnya kembali, melanjutkan pertarungannya, keadaan pun semakin tidak terkontrol lahar itu sudah menuju atas panggung tempat monumen patung-patung Dewa itu tersimpan.

"Tidak berguna!"

Hans pun dengan keputusasaannya, meratapi kemalangannya, dengan posisinya yang bersujud dengan kedua tangannya yang masih memegang monumen patung Dewa pertama (Siwa).

Kemudian Hans bersandar di patung dengan keadaannya yang lelah.

Tiba-tiba kedua patung Dewa itu berhenti bertarung lalu memasukan pedangnya dan kembali ke monumen setelah Hans tidak sengaja bersandar di monumen itu dengan memutarkannya, yang membuat Keadaan pun menjadi tenang kembali.

Hans yang berdiri kaget, dengan bingung, masih tidak percaya apa yang baru saja di lihatnya.

"Lelucon macam apa ini!".

"Ternyata hanya begitu saja?!".

Ketika sudah mulai mengerti dengan teka-teki tempat ini pun, akhirnya tanpa banyak basa-basi lagi, Hans meloncat ke jalur patung kedua, karena ia tidak mau lagi terjadi kekacauan yang sebelumnya gara-gara meninggalkan jalur.

Namun kakinya yang hampir terpeleset jatuh ke dalam jurang, mampu menemukan keseimbangannya kembali. Dengan melihat ke arah bawah jurang yang sangat gelap menandakan jurang itu bukan lelucon.

Kemudian Hans menenangkan dirinya dengan menarik nafas yang dalam, lalu memutarkan monumen patung kedua (Anur), dan menarik untuk membawanya kembali ke tempat seberang yang dinamakan neraka oleh batu tulis.

Setelah kembali ke tempat neraka Hans melihat lahar itu sudah menaiki panggung tempat di mana monumen patung-patung ini berdiri, dengan tenaga yang tersisa Hans berusaha secepat mungkin memindahkan patung ketiga (Dewi Ajeng).

Setelah Hans berhasil memindahkan patung ketiga Hans berlari kembali ke tempat seberang, namun dari sudut pandang atas, terlihat keadaan lahar yang tidak kalah cepat, akan segera menutupi seluruh tempat yang ada di seberang, seolah-olah Hans sudah kehabisan waktu.

Hans yang berhasil ke tempat seberang tersebut, namun lahar itu seperti sungai, sudah menelan kedua kaki Hans yang di balut dengan sepatunya.

Keadaan itu sangat menegangkan bagi Hans, untung saja Hans dengan waktu yang tepat telah menggeser patung kedua itu beserta dengan tubuhnya.

Kejadian itu membuat Hans berontak, juga kehilangan kedua sepatunya yang di buang dengan secepat mungkin ke bawah jurang. Lalu Hans duduk sejenak bersandar di patung kedua, mengatur nafasnya sambil melihat lahar yang sudah menutupi seluruh tempat itu, lalu lahar mengalir terjatuh ke bawah jurang seperti air terjun.

"Uh" (Mengusap dahi keringatnya).

"Aku hampir saja terpanggang".

Hans pun berdiri dengan tenang, kemudian mendorong patung yang ketiga (Dewi Ajeng) ke tempat seberang sana.

Setelah Hans berhasil menyelesaikan teka-teki, patung-patung bergerak ke arah sisi kiri, membuka jalan ke tempat yang di namakan surga itu.

"Akhirnya"

Hans pun tanpa ragu berjalan, dan di sambut oleh monumen batu tulis yang bertuliskan..

"Selamat.. Silahkan berdiri di lingkaran"

Hans pun berjalan ke lingkaran, menuruti yang tertulis di batu tulis tersebut, dengan tingkat kewaspadaannya.

"Apakah ini sudah selesai?"

***

Di kerajaan pantai selatan, bawah tanah terlihat ruangan yang gelap layaknya seperti penjara, di sana terlihat Jack yang tidak sadarkan diri, dengan tubuhnya yang sedang tergantung oleh rantai yang mengikat kedua tangannya dengan keadaan setengah telanjang badan, dan seseorang tangan kanan Sang Ratu, bernama Badar yang sedang berdiri tepat di hadapan Jack yang tergantung oleh rantai.

Kemudian Jack pun tersadar, membuka perlahan kedua matanya.

Badar : "Kau sudah sadar?"

"Sudah lama aku menantikan semua ini!" (dengan tertawa jahatnya)

Dengan dingin Jack pun berkata kepadanya.

Jack : "Siapa kau?"

"A-a-ku?" (kemudian ekspresi badar pun menjadi kesal)

"Woah, kurang ajar.. apakah aku lelucon bagimu?!

Kemudian tangan Badar bergerak dengan kuda-kuda meninju.

Badar : "Tidak akan kuberi ampun!"

Tinju yang keras pun di layangkan ke perutnya.

"BUAAAAG"

Perut Jack terdorong ke belakang, menahan sakit, sampai darah keluar dari mulutnya.

"Bagaimana Jack?"

"Kau sudah teringat?.. lihat baik-baik wajahku!" (mendekatkan wajahnya kepada Jack).

Jack pun lalu memperhatikan detail mukanya, berusaha mengingat, namun Jack masih tidak bisa mengingatnya.

"YAAAA!.. Kenapa kau memaksaku, untuk mengingatmu!"

Jack : "Berhentilah, menyiksaku kampret!" (Dengan nada yang tinggi)

Badar pun dengan kesal, sambil menahan marahnya berbicara dengan nada yang datar.

"Baiklah.. Aku akan terus menyiksamu, supaya kau bisa mengingatku!"

Badar pun tanpa keraguan melayangkan tinjunya berkali-kali kepada Jack yang sedang tidak berdaya.

Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakangnya yang tidak asing lagi bagi Badar.

"Badar, berhentilah menyiksanya!!"

Badar pun menurutinya.

Badar : "Baik Ratu" (sambil menundukkan wajahnya)

Ternyata Ratu Kadita yang baru saja datang menemui Jack sendirian.

Kadita : "Apa kau menikmatinya?

Badar : "Sangat Ratu!"

Jack pun lalu memandang Kadita.

Jack : "Yaa, sudah lama.."

"Lihat dirimu.. tidak ada yang berubah sedikit pun darimu".

Kadita : "Maksudmu, aku masih cantik seperti dulu, bukan Jack? (Sambil membelai halus mukanya).

Jack pun tidak menjawabnya, sambil membalas tatapan Kadita, Badar yang tidak terima dengan tatapannya pun berteriak kepada Jack.

Badar : "YAAAA, ke bawahkan tatapanmu kepada Ratu brengsek!"

Kadita pun memberi kode dengan tangannya kepada Badar bahwa ia tidak keberatan.

Jack : "Berikan anak itu!"

"Bukankah kau sudah berjanji!"

Kadita : "Ups.. bagaimana ya"

"Hidup dan matinya, tergantung pada anak itu Jack"

Kemudian pandangannya menjadi tajam.

"Aku akan membunuhmu!!.. jika kau berani macam-macam pada anak itu!"

Badar pun yang mendengar perkataannya langsung melayangkan tinjunya lagi.

"BUAAAAG"

Jack merintih kesakitan menahan tinju yang di layangkan Badar.

"Hati-hati dengan perkataanmu"

Jack pun lalu tersenyum dengan kesakitannya.

Jack : "Sekarang aku ingat siapa dirimu"

"Aku ingat saat mengalahkanmu dulu dengan mudah"

Badar : "Kurang ajar kau!"

Badar pun melayangkan tinjunya lagi.

"BUAAAG"

Kadita : "Badaaar!.. Berhentilah!"

Badar : "Maafkan aku Ratu"

Kadita : "Lepaskan rantai itu, kau membuat aku buruk di mata tamuku!"

Badar : "Tapi Rat..."

Sebelum Badar menyelesaikan perkataannya, Kadita pun memotongnya.

Kadita : "Cepat Badar!"

"Apa kau mulai membantahku?"

Badar : "Tidak Ratu"

"Maafkan aku yang tidak tahu diri ini".

Badar pun melepaskan Jack yang sedang tergantung oleh rantai.

Kadita : "Ada yang harus kubicarakan denganmu nanti".

"Layani dia dengan baik"

Kaditu pun pergi meninggalkan tempat ruangan itu.

Kemudian saat Badar melepaskan rantai dari tangan Jack, berbicara pelan ke telinganya

"Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Ratu"

"Tapi setelah ini selesai, aku akan membunuhmu"

Namun Jack dengan ekspresi meremehkannya berkata..

jJack : "Jika kau bisa".

Badar pun, dengan refleksnya setelah mendengar itu, langsung melintirkan tangannya.

"ARRRGH SAKIT" (Jack pun merintih kesakitan)

Badar : "Lihat saja!"

Ratu pun yang masih mendengar mereka masih ribut, berteriak kepada mereka berdua.

Kadita : "YAAAA, Berhentilah bertengkar!"

"Cepat temui aku di atas!"

"Aeeergh.. dasar bocah!" (sambil pergi meninggalkan tempat)

Jack dan Badar pun saling memandang, setelah mereka berdua mendengar perkataan Kadita.

Jack : "Apakah dia baru saja memanggil kita bocah?"

Badar : "Perasaan, kau saja!!"

Jack : "Kau juga bodoh"

Badar : "Kenapa harus aku yang melepaskan rantai bodoh ini.. aeerrrgh"

Badar pun berdiri, lalu berjalan pergi meninggalkan ruangan, Jack pun yang melihatnya pun berteriak kesal kepadanya.

"YAAAA!!!... lepaskan aku dahulu!"

Namun itu percuma, Badar tidak memperdulikannya sama sekali.

***

Jack yang sedang mengaca, sedang memakai pakaian yang di berikan oleh pelayan, kemudian pelayan itu berkata kepadanya.

"Tuan haruskah aku mengambil pakaian model yang lain?"

Jack pun menjawabnya dengan tersenyum.

"Tidak usah, ini sudah cocok"

"Ayo Tuan, Ratu mungkin sudah menunggumu".

"Baiklah"

Jack dan pelayan wanita itu pun berjalan menuju ruangan makan, kemudian pelayan lainnya yang sedang menunggu, berdiri di samping pintu, dan berkata.

"Silahkan masuk Tuan.."

Jack pun masuk ke dalam ruangan tersebut, Jack pun yang melihat ruangan itu terkagum, kerajaan ini tidak kalah dengan kerajaan Jawa, terlihat di ruangan yang besar dan mewah, dinding pun dihiasi oleh motif-motif seni, dan lukisan yang indah, di meja berbentuk persegi panjang itu pun di penuhi oleh banyak sekali makanan, buah-buahan, dan minuman anggur.

Jack pun melihat Ratu Kadita yang sedang menunggu, duduk di sebuah kursi, tidak hanya Ratu Kadita, di sana juga terlihat ketiga tangan kanannya yang sedang duduk berseberangan, namun pandangan Badar berbeda dari yang lainnya, Badar memandangnya dengan sinis dengan perasaan ingin membunuhnya.

Kadita : "Mengapa kau membuatku menunggu sangat lama"

"Cepat duduk!"

Jack pun dengan perasaan bingung, menuruti Kadita dengan duduk berseberangan dengan Kadita.

Jack : "Apa yang mau kau bicarakan"

Kaditu : "aku akan membicarakannya, sambil kita makan"

"Ayo dimakan!" (Sambil menggerakan gelas anggur yang di pegangnnya)

Jack : "Kau tidak meracuni makanan ini kan?"

Tiba-tiba, Badar berdiri setelah mendengar perkataan Jack yang kurang ajar.

"Beraninya kau mengatakan hal murahan itu kepada Ratu"

Kadita pun mengangkat tangannya ke arah Badar, seolah-olah menyuruhnya untuk tenang, lalu dengan tersenyum berkata kepada Jack.

Kadita : "Haruskan aku mencicipinya terlebih dahulu?"

Jack : "Tidak perlu, jika kau sudah mengatakan begitu" (dengan membalas senyumannya).

Lalu Jack tanpa ragu menyantap hidangan makanannya.