Chereads / Black Breaker / Chapter 10 - Chapter 10

Chapter 10 - Chapter 10

Electrix lalu menyapanya hangat karena tidak ingin membuat permusuhan, "Aku menahannya di sini. Kita bisa saling berbagi bukan. Ngomong-ngomong siapa kamu? Aku tak pernah melihat Bounty Hunter seperti dirimu?"

Algojo Tuhan tidak serta merta menjawab sapaannya. Itu sedikit menyebalkan buat Electrix, tapi mau bagaimana lagi. Setiap orang punya watak yang berbeda. Algojo Tuhan melengkah ke arah mereka, tidak lebih tepatnya pada Yutani. Electrix tak berpikir dia akan berbagi dengannya, karena Algojo Tuhan nyelonong saja sambil berkata dengan ketus,

"Bukan urusanmu."

Electrix cuma tergertak sedikit, ia lumayan geram dibuatnya. Tapi, buat Electrix itu bukanlah sesuatu yang dibenarkan, sebab Algojo Tuhan bisa saja ujung-ujungnya tidak mau berbagi hasil. Hanya saja ketika Electrix kembali menatap lurus Yutani , dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Apa yang wanita itu lakukan hanya mengusap-ngusap darah dari mulutnya, sedangkan wajahnya terlihat kuat namun itu tidak lebih dari mimik belaka.

"Hey, pria listrik!!" seru Yutani. dia pun bersikeras membuat pernyataan yang sama pada Electrix, "Kau tidak akan mendapat sepeser pun."

Pernyataan itu mengganggunya, tapi karena dia tahu betul Yutani seperti apa. Electrix menyangkal, di kepala yang tertutupi topeng itu, dia besungguh-sungguh berusaha menampiknya. Dan merespon,

"Tutup mulutmu dan terima kekalahan Yutani," Electrix berniat membungkamnya dengan kenyataan.

Kemudian siapa yang menyangka hal yang tidak menyenangkan dari Algojo Tuhan , mulai menunjukan pertanda-tanda. Dari balik sarung lengannya yang terbuat dari besi berwarna perak, menyembul sebuah belati tipis yang mengerucut panjang. Dia tidak berpikir dua kali, bahkan menganggap seolah tidak terdapat orang lagi selain dia dan Yutani di sana. Bilah di tangannya yang tipis, ketajamannya sungguh kentara, Algojo Tuhan hendak mengayunkannya dari samping. Itu bukanlah niat untuk melumpuhkan akan tetapi, hal yang lebih keji lagi. Algojo Tuhan ingin memisahkan kepala Yutani dari badannya.

"Sudah jatuh dan tertimpa tangga pula. Tuhan akan selalu tahu ke mana pun kau pergi pendosa," ujar Algojo Tuhan.

Menurut Electrix, rasanya itu tak lebih dari kepuasan membunuh. Electrix bergumam kecil,

"Orang ini gila."

Electrix tidak menggubris peringatan Yutani. Sekarang kehidupan perempuan itu akan pupus, Algojo Tuhan telah bersiap memenggal kepalanya. Sementara Yutani tak sedikit pun memalingkan mata dari musuhnya. Algojo Tuhan tanpa ampun mengayunkan bilahnya. SRAT. Pedang itu tipis dan sedingin es, Yutani bisa merasakan di kulit lehernya. Terus menancap beberapa centi hingga selebar jari. Dan nampak menyakitkan walau cuma dibayangkan sekalipun.

BRUK. Electrix tidak tahu apa yang terjadi, yang bisa dia perbuat hanya menubruk Algojo Tuhan secepat dan sekuat yang dia bisa. Biar pun Yutani seorang kriminal, dia tidak rela kehilangan nyawa perempuan itu. Selama ini Electrix selalu mendambakan dirinya akan keberhasilan menangkap Yutani, yang bermahar lima kali dari bounty Carlos. Dan Algojo Tuhan berniat menghabisinya karena omong kosong dosa, Electrix merasa kalau itu keputusan yang merugikannya sebagai Bounty Hunter.

Mereka berdua tersungkur dan Algojo Tuhan jatuh di sudut yang bertumpukan botol serta kaleng.

Seluruh keinginan dan semangat yang terdapat dalam diri Electrix untuk mengenal Algojo Tuhan sebagai sesama pemburu dia bersihkan jauh-jauh. (Menggelikan,) pikirnya.

Electrix tergopoh-gopoh menyambangi Yutani, tapi keadaan malah tambah pelik. Otot-otot di wajah Yutani bagaikan mati, air mukanya kosong. Tidak ada lagi harapan agar tetap hidup. Darah keluar berhamburan, itu seharusnya menjadi sesuatu yang memuaskan untuk Algojo Tuhan. Tidak ada yang lebih menyakitkan selain mati secara perlahan.

Pandangan Yutani mulai kabur, dan pusing karena kurangnya asupan darah. Dia beranggapan terasa sehabis meneguk minuman beralkohol secara berlebihan. Hanya saja kali ini sekali kehilangan kesadaran dia tidak akan bangun untuk kedua kalinya. Serta yang Yutani dengar cuma perkataan Electrix.

"Di titik ini, dia akan mati."

Kata-kata itu memenuhi isi kepala Electrix, tapi bila memungkinkan dia ingin menghentikan pendarahannya.

Ketika Electrix sibuk berpikir. Sontak, dari suatu lubang di atap yang rusak. Dia mendengar bunyi kaleng jatuh. Benda itu menggelinding sesaat sampai akhirnya berhenti di antara mereka. Sikap khawatirnya dengan kondisi Yutani teralihkan oleh kaleng yang seukuran kemasan sarden. Bagaimana tidak, kaleng itu sama sekali tidak bertuliskan merk ikan sarden yang biasa dijajarkan di rak swalayan, melainkan sebuah kata berhuruf kapital bertuliskan 'SMOKE'. Electrix pasrah saja dan terkejut,

"Apa?"

Bunyi yang mendesis terdengar seketika, layaknya balon yang pengikatnya dilepas dan udara di dalamnya saling berhamburan keluar. Asap abu kehitaman dengan cepat menjalar ke seisi ruangan, topeng anti udara kotor yang dia pakai efektif melindungi hidungnya. Namun, tidak dengan penglihatannya, kendati berupa asap yang terpampang, kedua daun telinganya masih berkerja dengan benar.

Ada suara menggeledak, seseorang melompat dari atas. Electrix jelas tidak ingin berdiam diri, kalau-kalau itu pemburu lain yang mencari kesempatan dalam kehimpitan. Dia bertanya dengan suara keras,

"Siapa kau?" Electrix benci sesuatu yang tak memberikan kepastian.

Sehingga dengan sedikit gertakan dia membuat petir dengan efek area yang cukup luas. Harapannya dia akan menyerang balik, walaupun pada akhir itu sama sekali tidak terjadi. Justru dia malah mendengar Yutani bercakap lega,

"Ya ampun. Kau hanya diam memperhatikan saja dari tadi."

(Itu bukanlah seorang Bounty Hunter.) Tangan Electrix menepis-nepis mengusir asap yang menjengkelkan. Tapi dia menerobos saja tanpa ragu menyambangi Yutani. Menunggu asap lenyap akan dirasa memakan waktu. Sampai akhirnya, Electrix tidak melihat siapapun. Perempuan itu dibawa pergi, dia untuk ke sekian kalinya lolos. Dan dirinya hanya bisa memegang pinggang menghirup nafas panjang. Kemudian tertunduk mendesah,

"Ya Tuhan, ini belum rezekiku."

Untuk beberapa detik dia termenung setelah kehilangan Yutani, 5000 Gil-nya pergi entah ke mana. Sampai-sampai Electrix tak ingat Algojo Tuhan sedang tergeletak sembari terpingkal-pingkal oleh sengatan listrik-nya.

Dia agak berlebihan, serta tidak memperhitungkan kostum kestria Algojo Tuhan. Siapa yang menyangka zirahnya menjadi senjata makan tuan. (Sungguh menggelikan, perutku sampai pegal kesakitan menahan tawa. Kalau boleh jujur, mana berani aku mengakak pada orang gila macam dia.) pikirnya.

Petir itu  dihilangkan. Algojo Tuhan tampak seperti makanan yang baru kelar dikukus, dari keseluruhan tubuhnya itu terus menerus mengepulkan asap. Dengan kepayahan dia bangkit, lalu mata mereka saling jumpa, atau akan lebih benar bila dari balik topeng mereka saling menserobok.

Electrix lihat Algojo Tuhan agak membungkuk, sebab sebelah tangannya memegangi area di sekitar perutnya. Serudukannya mungkin sekuat banteng sampai membuat Algojo Tuhan tampak menyedihkan.

Algojo Tuhan berkata memperingatkan, "Kau baru saja menggagalkan perintah Tuhan." helmetnya mempunyai suatu lensa dengan bentuk elips, tapi di dalam itu seolah kedua matanya mengutuk aksi Electrix tadi.

Electrix diam tanpa kata merasakan aura permusuhan yang Algojo Tuhan tunjukan. Electrix melontarkan  alasannya,

"Di website kepolisian, Polisi ingin perempuan itu hidup dari pada mati." Lalu dia melanjutkan dengan sedikit menekan, "Dengan begitu hadiah akan didapatkan. Tidak kah aksimu tadi terlalu sentimen."

"Sungguh makhluk rendahan," Algojo Tuhan tak senang.

Electrix paham, Algojo Tuhan menyukai keadilan tapi terbuai karenanya. Sekeras apapun dia terangkan alasan dirinya itu hanya akan berakhir dengan kekosongan.

"Tuhan memberimu kekuatan untuk menjalankan perintahnya, bukan untuk mencari keuntungan. Kau seorang Breaker, harusnya sadar akan tempatmu sebagai tentara Tuhan."

Electrix bergerak menjauh dari Algojo Tuhan, kepalanya seketika naik dan memandang dengan sikap tidak setuju. Dia membalas,

"Aku tidak mengerti ucapanmu. Bagiku, selama aku tidak melakukan kejahatan, aku bukanlah musuh."

Electrix jijik terhadap cara Algojo Tuhan menanggapi buronan. Dia merasa, orang seperti Algojo Tuhan tidak boleh didekati. Mungkin, kali itu dia sudahi saja dan pergi ke kantor polisi untuk menyerahkan si preman .

Algojo Tuhan memalingkan muka, perhatiannya tertuju pada si preman jengger ayam yang tengkurap terikat oleh kawat berlistrik.

Electrix cuma bisa menaruh curiga, tapi bila dia Kehilangan dua sumber uangnya dalam semalam bukanlah sesuatu yang menggembirakan.

"Kalau kau berniat membunuhnya karena ia penjahat. Akan kupatahkan kedua kakimu," ancam Electrix tegas.

Algojo Tuhan naik pitam, dengan sikap membabi butanya. Dia menembakan sesuatu dari pedang di lengannya. Suatu energi mengerucut, bentuknya seperti duri, dan hendak menyasar ke bagian dada Electrix.

Tetapi Electrix tidak panik, sekalipun si kestaria sok suci itu menyerang, petirnya secara otomatis menghalau. Untuk Breaker seperti Electrix itu tidak lebih dari jurus  sampah.

Algojo Tuhan mencemooh, "Kau akan mendapat hukuman Tuhan karena menghalangi perintahnya. ini hanya masalah waktu." Dia melompat tinggi, menuju lantai diatasnya. Sosoknya menghilang dalam kegelapan.

"Dia berbahaya."

(Aku tahu dia tidak akan bisa menang, dia melarikan diri. Aku lebih kuat darinya, bertarung dengan niat membunuh itu sesuatu yang mudah. Sebaliknya kalau tanpa tujuan membunuh rasanya sangat merepotkan.)

Electrix membuang jauh-jauh perihal Algojo Tuhan. Lebih baik menikmati hasil yang dia dapat sekarang, walaupun dia sesak karena kehilangan 5000 Gil, tapi dia berhasil mendapatkan Carlos, setelah dua hari menjadi buron.

"Jadi aku harus menggendong om-om... Baiklah!!!"