Electrix menunggu di tepi jalan dekat perbatasan distrik 4 dan 3.
Sesudah melewatkan malam yang melelahkan dengan perburuan hadiah, sepantasnya ia mendapat hasil yang lebih. Hatinya masih terasa kecut atas kegagalan menangkap Yutani, padahal dia tepat di depan mata. Electrix nyaris berhasil karena Algojo Tuhan, sekaligus gagal karena Algojo Tuhan pula. Sekali takdir berkata tidak, hal paling dekat sekalipun akan luput seolah tak ilusi belaka, itulah yang Electrix umpamakan. 5000 Gil untuk ketiga kalinya gagal digenggaman.
Di seberang jalan adalah sebuah rumah susun, bangunannya tidak terlalu tinggi, dindingnya juga bernoda-noda. Orang-orang yang bermukim di sana pastilah telah terlelap, karena banyak jendela yang menggelap tanpa menunjukan nyala dari lampu. Itu tidaklah keseluruhan, ada segelintir orang yang memang belum tertidur dan masih menjalankan aktifitas. Di jendela paling ujung kiri di jajaran tengah, ada sebuah pertunjukan yang wow. Terdapat bayangan dari dua orang yang berdekatan, dari bayangan itu kepala mereka kelihatan seperti saling menempel menjadi satu. Mereka pastilah terpikir di jalanan sudah sunyi sepi, itu hal yang wajar. Lagian, mana ada yang berani berkeliaran selarut itu. Electrix ogah membayangkannya, bisa-bisa dahinya mengernyit.
Tidak ada lalu lintas kendaraan, hal yang umum di dekat suatu perbatasan distrik 4. Di pinggir jalan hanya ada dua individu yang sedang berdiri, dia adalah Electrix dan Carlos yang telah terbangun dari pingsannya. Si preman masih tertelikung dan bermuka keruh setelah berkali-kali Electrix pecundangi, dimulai dari cara hormat hingga culas tidak terhormat.
Mereka tak saling becakap-cakap, membuat malam yang gulita terdengar sunyi. Dan hanya desiran angin yang mendesis di telinga, sebagian lagi mungkin menerobos celah-celah semikro dari benang pakaian, sekalipun pakaian yang dikenakan berlapis-lapis tetap saja itu hasil jahitan benang. Malam terasa dingin laksana dielus-elus parutan es batu, menbuat kulit di tangan bertotol-totol.
"Masih berpikir untuk meloloskan diri?" tanya Electrix.
Sekali lagi menunggu bukanlah pekerjaan sederhana, apalagi yang ditunggu adalah aparat kepolisian. Kesal iya marah pun segan. Electrix memilih membuka jalan pembicaraan untuk membunuh waktu.
"Diam saja kau anak muda," jawab Carlos ketus.
"Anak muda, kok bisa?" Electrix tak berpikir Carlos tahu identitasnya.
"Hanya insting orang dewasa."
Mendengar kata insting, itu adalah perihal aneh yang membuat seseorang lebih peka terhadap sesuatu. Termasuk Electrix yang terbiasa dalam kehematan, dia bisa tanpa banyak berpikir masak-masak apa yang harus kubeli. Insting terkadang muncul karena kebiasaan. Atau bila mana seseorang memasak, terkadang takaran dari garam tidak begitu diukur dosisnya, hanya main jejal saja dan menghasilkan rasa nikmat di lidah. Itu yang namanya insting pengecap.
"Hey, Carlos. Apa kau hendak berhenti dari pekerjaan kotormu?" tanya Electrix mendadak.
Kelopak mata Carlos sedikit terbuka lebar saat Electrix melontarkan pertanyaan demikian. Dia akhirnya mendoyong ke tiang dan menjawab, "Entahlah."
Singkat Carlos menyahut, tapi cara bicaranya terdengar lain sehingga Electrix berani mengira kalau sebenarnya Carlos ingin berhenti menjadi pengganggu ketentraman. Carlos lebih menghendaki sesuatu yang lain, yang lebih terlihat baik. Kalau betul adanya Electrix rasa tidak ada salahnya menghargai, suatu saat nanti.
Electrix senang, keputusannya untuk tidak berbuat berlebihan dalam berburu adalah keputusan yang paling bijak yang dia pilih. Orang jahat tidak akan selamanya jahat, karena dalam diri manusia terdapat nurani, begitupun orang baik tidak selamanya baik ada yang namanya nafsu di hati mereka. Electrix paham sekali akan kedua hal itu.
"Sepertinya Tuhan masih menyayangimu. Kau beruntung Carlos," ujar Electrix.
"Tch, kalau keberuntungan itu ada, harusnya aku tidak bertemu orang-orang bermasalah macam kau," Carlos berkata agak menaikan suara.
"Benarkah?" Electrix menyergah. "Pemburu yang lain belum tentu berpikiran sama denganku. Mungkin saja orang lain tak segan untuk membunuhmu. Lagi pula kita saling menguntungkan di sini."
Carlos memejamkan alis. "Persetan, apanya yang diuntungkan?"
"Aku mendapatkan uang, polisi terbantu, masyarakat mendapatkan ketentraman. Kau bisa menebus dosamu." Electrix menjelaskan. "Kau cuma didakwa karena mengganggu ketertiban, vonisnya beberapa bulan saja paling juga."
Carlos menyeringai seakan-akan merendahkan. "Dengar bocah yang sok tahu. Lebih baik biarkan orang-orang memberiku uang, itu tidaklah mahal. Mereka menggerutu karena perbuatanku, betapa bodohnya, pada pengemis mereka memberi uang tanpa ragu, padahal apa gunanya pengemis mereka hanya pecundang dalam menghadapi hidup." Dia melanjutkan." Sedangkan aku, bayar sedikit, kuberi mereka ketentraman dengan kekuatanku."
Electrix menghirup udara yang dingin dalam-dalam. Dia mendengarkan dengan seksama, menurut Electrix, Carlos tidak salah, orang seperti dia lebih baik ketimbang pengemis. Akan tetapi, baik dirinya maupun Carlos semata-mata melakukan apa yang mereka pilih, yaitu apa yang menjadi pekerjaan mereka. Electrix membalas,
"Sayangnya aku hanya melakukan pekerjaanku. Tidak lebih."
Tak berselang lama sebuah mobil berhenti di dekat mereka. Mobil itu berjenis jeep, warnanya hitam, di kedua sisinya tertulis kata POLICE. Baik Electrix menahan pandang pada mobil tersebut ketika menghampiri.
Dari mobil itu seseorang turun. Dia memiliki rambut coklat tebal, tetapi agak carang di atasnya, dagunya lebar yang bisa saja menyilaukan di kala terik bertengger. matanya kuning keruh dan bibirnya sedikit tertutupi kumisnya yang juga lebat, pakaian yang ia kenakan berupa seragam jaket yang panjangnya sepaha berwarna biru navy, bercelana katun hitam rapi dan sepatu yang juga hitam mengkilap, di pundaknya menempel sebuah lencana balok perak.
Pria itu adalah Harto, salah satu petinggi kepolisian Dulche, seorang breaker yang kuat juga. Dia tidak besar, kuat, ataupun sangar. Nampak bisa berkawan baik dengan siapa saja yang ia temui. Tentu saja Electrix mengenalnya, pria inilah yang selalu dia hubungi usai menangkap seorang buronan.
Dua aparat lainnya keluar beriringan. Mereka berseragam sama dengan Harto, hanya lencana di pundaknya saja yang berbeda. Pertama adalah Jose, dia yang paling berlemak di antara ketiga polisi, ditambah kepalanya tidak ditumbuhi sehelai rambut pun. Kedua adalah Hao, dia yang paling muda seorang junior, dia berkulit kuning langsat, berambut cepak dan bermata kecil, dia nampak berupaya sebaik mungkin bertingkah laku sopan.
"Wah. Maaf sekali aku terlambat tuan pemburu," Harto menyesal. "Kami barusan harus mencari aparat lain. Karena yang orang sebelumnya mendadak pergi dipanggil atasan."
"TIdak apa, lagi pula yang lebih penting kesepakatan tetap harus dijalani," ujar Electrix mengabaikan.
Selepas menangkap, Electrix biasanya menghubungi Harto untuk membawa penjahat ke kepolisian sebelum diadili. Harto selalu datang bersama Jose, akan tetapi dia kali ini memerlukan orang ketiga mengingat yang mereka tangani adalah Carlos. Pastilah junior bernama Hao itu orang yang tangguh bila Harto mengandalkannya.
"Apa dia Carlos si penguasa distrik 3?" tanya Harto.
Carlos memalingkan mata, tapi dia sendiri malah yang menjawab. "Ya, ya, ya. Kalian dan semua orang tahu siapa aku, jadi gk usah bertanya-tanya segala. Sungguh tidak sopan."
"Yup. Persis seperti yang dia bilang." Electrix mengkonfirmasi.
Jose tertawa lepas, kemudian dia berujar penuh khidmat, "Tuan, Anda harus tahu. Sekuat apapun seseorang bila berbuat jahat akan mendapat balasannya. Ada orang-orang peduli yang rela menyisihkan rezeki mereka untuk dijadikan hadiah bila ada yang berhasil menangkap Anda. Berterima kasihlah pada mereka yang berkontribusi dalam menghentikan bertambahnya dosa Anda."
Hao memperhatikan dengan matanya yang kecil, ia tersenyum sesaat sembari mengangguk-ngangguk.
Kemudian Jose menambahkan, "Tiap-tiap manusia bertanggung jawab pada dirinya beserta orang lain. Jadi Carlos yang kurang budiman, kami sebagai aparat, tidak hanya bertanggung jawab menindak Anda, akan tetapi membetulkan Anda untuk kembali kepada jalur yang lurus sesuai kehendak Tuhan."
Hao mengangguk-ngangguk kembali, seakan berkata, BENAR, ITULAH KAMI, SEPERTI YANG SENIOR KATAKAN.
Electrix tertawa geli mendengar orang tua itu berbicara. Jose terkesan kaku, tapi seorang pengemban tugas yang selalu bersungguh-sungguh. Dalam benaknya bisa jadi Polisi itu tidak menindak hukum belaka, tetapi membetulkan kebobrokan orang lain merupakan kewajiban mereka juga.
Lalu aparat Harto pun sontak memotong, "Jose, aku tidak berpikir ini waktunya untuk berceramah. Kita tidak boleh membuat Electrix menunggu terlalu lama. Lihatlah ia, aku tak berpikir ia orang yang tidak punya kehidupan di esok hari. Benarkah begitu Electrix?" Harto menatap Electrix tanpa mengedip barang sekalipun, meski pria itu mengucapkan suatu pertanyaan tetapi seolah jawabannya telah diputuskan, dan meminta Electrix mengiyakan saja.
Baik Jose dan Hao tidak menyela atasannya tersebut. Jose berujar setuju, "Tentu, kalau itu yang Anda perintahkan."
Jose dan Hao segera menyambangi Carlos. Mereka membawa suatu borgol, yang berupa dua buah tabung baja tanpa penutup yang saling terhubung. Mereka kemudian menggelangkannya di kedua lengan Carlos dan menimbulkan bunyi cekrek, borgol itu mengikat pergelangan Carlos kuat-kuat.
Carlos dipapah menuju mobil, dia duduk di kursi belakang, diapit oleh kedua bawahan Harto.
Sebelum Harto pergi dia lantas menyambangi Electrix, kemudian menjulurkan tangan, mengajak untuk saling berjabat .
Electrix setuju. Mereka pun saling bersalaman.
Harto sungguh menjabat tangannya hangat-hangat, terasa sedikit mencengkram.
"Hadiahnya akan segera ditransfer Dean. Aku sudah menghubungi bagian keuangan."
"Senang bisa bekerja denganmu, terima kasih banyak, tolong jangan panggil namaku blak-blakan begitu," ujar Electrix senang.
Harto lekas masuk ke dalam mobil, dia duduk di depan sebagai pengemudi. Sebelum hendak pergi dia memarkirkan mobil terlebih dahulu.
Harto sekali lagi berterima kasih kepada Electrix. "Kau banyak membantu kami Electrix, jangan sampai lelah melakukan kebaikan." Harto berteriak sembari melambaikan tangan.
"Melakukan kebaikan...."
Electrix tidak tahu harus membalas apa, ada kesalahpahaman yang terjadi. Bagi Electrix, melakukan kebaikan itu merepotkan. Dia sendiri dalam menghadapi kehidupan mempunyai tumpukan masalah tersendiri yang terdaftar di benaknya. Dia menangkap penjahat semata-mata untuk sebuah hadiah.
Siapapun itu, siapapun mereka yang berjiwa, akan selalu memikiki alasan masing-masing dalam berbuat suatu hal. Alasan mereka melakoninya tentu karena yang demikian memberi kebaikan, itu adalah yang mereka anggap keuntungan. Setiap manusia bernaluri untuk berjalan di jalan yang menghadiahkan mereka keuntungan, perbedaan diantara tiap-tiap manusia sangat sepele, yaitu manusia yang mengetahui batas dan yang buta akan batas.