Sebuah forklift sedang parkir di suatu ruangan luas.
"Belok kiri," kata seorang aparat sambil mengayunkan tangan kiri ke samping. Tapi si sopir malah menginjak rem tanpa langsung belok. "Kiriku, kananmu," ralat si aparat yang mengatur arah.
Forklift sedang membawah kendaraan rusak yang nampak sehabis terbakar, bahkan bentuknya sudah tidak utuh lagi, kondisinya terbagi dua sempurna di tengah seperti apel yang diiris. Itu adalah mobil yang Harto kendarai saat diserang oleh Algojo Tuhan. Mobil merk Mercydez anti peluru milik kepolisian, khusus diperuntukkan bagi polisi untuk bertugas, warnanya yang hitam elegan serta memantulkan bayangan apa saja yang dilaluinya telah berubah menjadi hitam pekat seperti arang. Label anti peluru masih terlalu lembek bila dihadapkan dengan seorang Breaker, yang eksistensinya melampaui manusia biasa.
"Stop di sini," aba-aba si aparat. Kini ia tidak salah melakukannya karena timing-nya tepat sebelum forklift menyentuh dinding.
Kendaraan Mercydez gosong diturunkan di pojok ruangan luas. Di sana terdapat beberapa kendaraan sejenis dengan bermerk Mercydez pula, bedanya mobil-mobil yang lain masih utuh dan mengkilap-kilap. Memang ruangan bawah biasa digunakan sebagai sarana parkir, meskipun hanya segelintir polisi yang memiliki kendaraan pribadi.
"Jadi Pak Darwin, mau diapakan mobil rongsokan begini?" tanya sopir forklift.
Darwin yang merupakan seorang penyidik senior, dia mengangkat alis ketika pertanyaan semacam itu dilontarkan padanya. "Untuk diperiksa dan sebagai barang bukti."
"Oh," ujar si sopir takjub. "Bagiku itu kedengarannya menyusahkan."
"Semuanya terlihat sulit kalau kita tidak tahu caranya. Benarkan?"
"Tentu. Kita punya bidang masing-masing, dan melakukan apa yang kita bisa." si sopir lalu mengoper gigi. Dan dia pergi berpamitan pada Penyidik Darwin.
Darwin menghembuskan nafas panjang, kedua tangannya memegang pinggang. "Sekarang tinggal menunggu Si Opsir dari pusat itu."
Dia adalah seorang penyidik berbadan gempal yang telah melewati usia muda, bisa dilihat dari warna rambutnya yang berselang-seling dengan uban. Menjadi seorang penyidik tidak begitu terbebani secara fisik, beban yang ada terkumpul semua di kepala. Akibatnya rambut penyidik senior seperti Darwin terlihat carang.
Tidak lama waktu berselang, orang yang Penyidik Darwin maksud tiba. Ereul datang bersama tiga aparat lain, yaitu dua orang opsir, Helga dan Fuad, serta seorang penyidik lain bernama Tia.
"Wah. Kondisinya mengerikan sekali," ujar Helga.
Sedangkan Ereul lekas mendekat, kedua alisnya terpejam, dia seakan tidak melihat kalau Darwin berdiri di sana dan malah mencermati si Mercydez gosong lebih dalam. Bodi mobil itu ia colek sedikit, sehingga warna hitam sisa pembakaran menempel. Dan dia membisu sesaat. Ereul tidak sampai menduga mobil dinas kepolisian Dulche bisa sampai meledak dengan terbelah dua secara sempurna di tengah.
Para penyidik serta opsir tidak bicara, mereka memilih menunggu Ereul melontarkan pendapatnya. Mereka pikir polisi pusat lebih berpengalaman menangani kasus yang berkaitan dengan Breaker.
"Sempurna!" Ereul menyeringai.
Khayalak mengernyitkan dahi. Kalau suara hati mereka terdengar mungkin mereka mengatakan apanya?
Ereul melanjutkan. "Potongannya halus sekali. Sayatan yang kuat dan tajam. Ini bukan perbuatan Breaker biasa."
"Sudah saya duga. Lebih baik semua ini diserahkan kepada polisi pusat." Darwin memuji Ereul, tapi dia sedikit tak enak hati karena manusia biasa tak bisa berbuat banyak kalau berurusan dengan kekuatan.
Kepala Ereul meneleng. "Oh. Terima kasih. Aku tidak tahu sejak kapan aku pandai menjadi penyidik."
Penyidik Darwin bergidik sekejap, lalu dia tersenyum tawar seakan ucapan Ereul si opsir pusat memukul tepat di ulu hati. Sementara Helga dan Fuad cuma memalingkan pandangan dan menahan sekuat mungkin otot-otot di muka agar tidak tersenyum.
"Ngomong-ngomong, Breaker seperti apa yang Anda maksud Opsir Ereul?" tanya Tia. Dia terkesan memotong dan tidak ingin membuang waktu.
"Breaker dengan kemampuan khusus menyayat." Ereul menjelaskan.
"Menyayat?" Helga bingung. "Aku tidak pernah melihat yang seperti itu. Terakhir kali aku melihat breaker pengguna angin saat menyelamatkan orang yang mau bunuh diri. Keren banget deh pokoknya."
Dan sekarang Helga terhanyut dalam ingatannya. Love Fantasy.
Opsir Fuad yang sedari tadi diam akhirnya terseret ke dalam percakapan. Berbeda dengan Helga, Opsir Fuad tertunduk sembari memegang dagu. "Sejujurnya saya juga merasa begitu,Opsir Ereul."
"Maksudmu Si Breaker pahlawan itu keren?" Ereul memastikan.
Fuad menggelengkan kepala. "Bukan-bukan. Itu lo poin sebelumnya, saya juga tidak pernah melihat tipe penyayat," ralat Fuad.
"Saya juga Opsir Ereul." Darwin menambahkan. "Di luar kemampuan fisik dan mengendalikan elemen saya tidak pernah bertemu pemilik kekuatan khusus."
Air mukanya kembali normal. Seperti yang diharapkan dari seorang senior, kembali professional dengan cepat.
Ereul mengelap jarinya dengan kain kecil, sekarang warna hitam arang hasil pembakaran mobil lenyap dari kulit telunjuknya.
"Wajar saja. Itu karena sebagian besar Breaker memang hanya sebatas memiliki kekuatan elemen dan penguatan fisik. Mereka itu cuma level D sampai C."
"Dengan kata lain, Breaker yang mempunyai kemampuan ini berada di atas level C," kata Pernyidik Tia.
"Benar." Ereul mengangguk. "Kita berurusan dengan one-man-army."
Di dalam pengukuran kekuatan, Breaker yang digolongkan C dan D termasuk Breaker dengan kemampuan rata-rata. Sedangkan Untuk level B, adalah golongan Breaker yang mempunyai EP di atas rata-rata. Dengan kemampuan khusus mereka, Breaker di level ini bisa dengan mudah mengalahkan puluhan sampai ratusan manusia normal. Itulah asal muasal sebutan one-man-army bagi mereka yang berada di atas level C.
Sekarang aparat mendapat wawasan baru dari seorang opsir muda kantor pusat. Breaker ternyata tidak sesederhana dari yang mereka ketahui. Saat di level B, Breaker mempunyai kemampuan khusus tertentu, yang mana akan semakin membuat polisi biasa kalang kabut dan merasa tidak berguna. Mereka harus mempelajari ulang, cara dan trik tertentu yang perlu dirancang selicik mungkin jika berurusan dengan Breaker di atas kelas C.
"Opsir Ereul!" seru Helga.
"Ya!" jawab Ereul.
"Apa orang biasa tidak bisa melawan Breaker?" Tanyanya.
Ereul melangkah ke depan, alisnya naik serta mukanya tersenyum sebagian. Dia memperhatikan tangan Helga yang mengepal erat, yang membuat Ereul berpikir Helga tak puas dengan keadaan dirinya. Bisa dibilang perasaan Helga mewakili para aparat yang hanya terlahir sebagai manusia biasa. Pekerjaan polisi pastilah akan selalu mengahadapi bahaya, sebab urusan yang mereka hadapi adalah penjahat. Kata-kata tidak akan mengehentikan orang durjana, sebijak apapun kalimat itu terdengar. Tindakan tegaslah cara yang paling efektif menyelsaikan, dan kekuatanlah yang bisa mendukung dalam bertindak tegas.
Namun, Ereul yang Helga panggil si monster ketus memang tidak tahu cara memperhalus kalimat. "Breaker dungu sekalipun masih akan sulit bagi orang biasa untuk menanganinya. Jangan berharap berlebihan."
"Tidak adil." Helga menggigit bibir, dan sorotnya menjadi agak sayu.
Darwin menepuk bahu Helga. Sebagai senior dan juga orang yang mempunyai kekhawatiran yang sama tentu bakal langsung merasa simpatik. Mendengar wacana berkurangnya perekrutan orang biasa membuat Darwin kala itu merasa tersisihkan. Meskipun dia mengerti betapa dibutuhkannya para Breaker dalam kepolisian, tetapi dengan diabaikannya manusia normal bukankah itu bentuk diskriminasi tak langsung.
"Jadi pada akhirnya orang seperti kita akan diberhentikan? Seperti yang Anda bilang Opsir Ereul." Fuad ingin memastikan.
"Diberhentikan?" Penyidik Tia terkejut. "Aku belum mendengar wacananya."
"Konyol. Kita masihlah sebagai pegawai negeri. Itu tidak mungkin," Darwin tidak setuju dan kali ini suaranya terdengar naik.
"Aku pernah menyampaikan ide tersebut. Dan Kolonel menolak tetapi dengan sedikit perbedaan."
Apa!!
Dua penyidik yang sama sekali tidak mengenal Ereul terkejut bukan main. Dia terang-terangan mengatakan ingin menyingkirkan mereka. Lagi pula bagaimana bisa seorang Opsir diberi wewenang memberi pendapat semacam itu.
Tiba-tiba perihal yang jelek-jelek mengenai Ereul terlintas di benak begitu saja. Ereul yang kala itu disegani meskipun masih muda karena statusnya sebagai polisi pusat, selalu bikin cemas tiap bertemu pandang. Kini dua penyidik itu berada dalam jalur yang sepaham, bahwa Ereul bisa jadi diasingkan dari markas pusat karena gayanya yang tak sungkan menjatuhkan orang lain.
"Kenapa?" tanya Ereul yang keheran melihat dua penyidik bergeming dengan rentang waktu yang tidak normal.
"Saya hanya terkagum dengan pendapat Anda, Opsir Ereul." Tia memuji dengan niat yang paling tidak tulus dalam dirinya, sehingga perkataannya terdengar mengejek.
"Kau mengejekku?"
"No!" Tia menyergah.
Ereul menghirup nafas panjang yang membusungkan dada, lalu pelan-pelan ia hembuskan. "Markas Pusat akan membuat kebijakan baru bagi polisi biasa. Mereka memang akan menyingkirkan kalian dari lapangan dan bekerja sebagai pendukung. Itu akan mengurangi resiko kematian yang tidak perlu."
Kecemasan dalam diri para aparat biasa sekarang terlipur dengan pernyataan Ereul. Kalau cuma dipindahkan bagian itu bukanlah perkara besar, itu tidak lebih dari mengerjakan sesuatu yang baru. Lagi pula mereka terbiasa membantu petugas lain bila pekerjaan mereka terlalu sedikit. Yang paling kentara ekspresiniya yaitu Penyidik Darwin, dia bahkan mengelus-ngelus dada seperti seorang ibu yang sedang menenangkan anaknya.
"Sekarang mobil ini mau kita apakan?" tanya Helga sambil memandang Ereul.
"Itu urusan penyidik, urusanku dengan mobil ini sudah selesai."
Kemudian Penyidik Tia menjelaskan. "Mobil ini akan diamankan sampai kasus tuntas. Kalau Opsir Ereul sudah selesai memeriksa, kita tinggal mendiskusikannya sebelum membuat laporan. Apa ada hal lain lagi yang Anda inginkan Opsir Ereul?"
Ereul berpikir sejenak sebelum akhirnya dia menjawab. "Aku ingin laporan mengenai korban dan aktifitas terakhirnya. Aku dengar dia adalah seorang berandalan?"
"Yah. Dia cuma penjahat kelas rendah sebenarnya." Tia menjawab dengan sigap.
Tapi Ereul tidaklah puas, justru itulah yang membuat dia tertarik. Motif dibalik si pemburu, yang sepenuhnya memegang idealisme ketimbang uang. Penjahat yang idealis cenderung keras kepala, mereka tidak akan goyah dan sukar berkompromi. Ereul yakin ini bukan sesuatu yang bisa ditangani sepenuhnya oleh aparat di Dulche, mereka mungkin mampu menganalisa motif dan identitas si tersangka akan tetapi, mereka tak akan sanggup untuk menangkap kriminal dengan kekuatan. Itulah kenapa keberadaan Ereul dibutuhkan di saat yang tepat, meskipun itu bukanlah tugas utama dirinya. Bisa dibilang ini adalah Side Quest di kantor polisi lokal. Ereul tentu saja punya hak untuk menolak dan tidak ikut campur.
"Apa cuma itu?" Ereul menatap lurus Penyidik Tia.
"Kami punya sesuatu yang lain." Darwin memotong. "Anda akan senang melihatnya. Mari saya tunjukan."