Chereads / Rise of Grand Crest / Chapter 3 - North Stars Academia

Chapter 3 - North Stars Academia

Di awal musim semi, bunga bermekaran dengan indah, sapuan udara yang menyegarkan membawa setiap perasaan lembut di kuit. Setiap tetes embun pagi membasahi dedaunan, seakan alam bersorak untuk awal yang baru. Begitu pula awal sekolah dimulai saat ini.

Sebuah lapangan seluas 400 meter persegi telah dipenuhi oleh wajah-wajah muda yang bersemangat. Mereka adalah bibit yang siap mekar menjadi bunga yang indah di dunia sihir saat ini, setiap dari mereka akan memiliki suatu peran di masa depan.

Secara alami perbincangan meletus di setiap tempat, laki-laki maupun perempuan terlihat bersemangat bisa dilihat di semua tempat. Tak lama kemudian, sesosok pria sekitar umur 30 tahun telah naik ke atas podium di hadapan anak-anak ini.

Saat kemunculan sosok ini, semua perbincangan terhenti dan semua perhatian telah tertuju padanya. Penampilannya tidak terlalu tampan dengan rambut hitamnya, sosoknya tinggi dengan tubuh yang tampak padat dan otot yang proporsional, pakaiannya tidak terlalu formal untuk seorang guru. Melainkan sebuah kemeja kuning dengan celana hitam yang memberinya penampilan yang ramah, tidak ada yang tahu identitas pria ini, namun dia mendapatkan rasa hormat di hati setiap murid yang hadir.

Pria itu menarik senyum ramah, lalu berbicara, "Selamat datang di North Star Academy, saya Jovan Beartold sebagai kepala sekolah disini. Saya tidak akan membuang banyak waktu untuk basa-basi, mari lakukan usaha terbaik mulai sekarang, saya secara pribadi menyambut kalian semua di sini." Dengan langkah cepat, sosoknya segera menghilang dan kelompok murid baru membubarkan dirinya sendiri.

"Pak Kepala Sekolah, mengapa anda begitu terburu-buru pergi dari lapangan?"

"Aku sudah lama tidak melihat matahari, yah kau tahu? Setiap hari aku disibukkan dengan gunung dokumen yang harus kuperiksa, aku sungguh memerlukan seorang sekertaris"

"Tapi pak, Istri anda melarang anda memiliki sekertarais"

"…"

Setelah upacara penyambutan, Leon Farnos telah mencari papan pengumuman pembagian kelasnya. Dan menemukan sesuatu yang membuatnya bahagia, dari nama-nama di kelasnya, adiknya termasuk di dalamnya, kelas kelima. Keberuntungannya bisa dikatakan cukup beruntung. Dari 100 murid baru, diabagi menjadi lima kelas yang diisi 20 siswa masing-masing. Pembagian ini tidak didasarkan pada aspek apapun, hanya dipilih secara acak, dan Leon Farnos masuk kedalam kelas kelima.

Suasana dikelasnya saat ini cukup riuh, beberapa orang akan mengambil inisiatif untuk menambah kenalan dan yang lainnya membuat pembicaan selalu menarik untuk dilanjutkan, memang tidak semuanya terseret dalam kegaduhan ini, beberapa diantara mereka memilih berdiam diri dan menjauhkan diri dari keramaian, dan Leon Farnos termasuk dalam kelompok terakhir.

Tanpa seorangpun menyadarinya, seorang wanita yang tampak muda berumur 27 tahun telah mengambil tempat di depan kelas.

Wanita itu berbicara dengan nada dingin, "Kelas akan dimulai, semuanya tolong duduk."

Dikejutkan oleh suara wanita ini, semua murid segera mengambil tempat duduk dengan teratur, lalu wanita itu melanjutkan, "Saya Hana Irena, akan menjadi wali kelas kalian mulai sekarang. Mari mulai dengan perkenalan singkat."

Hana Irena mengambil beberapa lembar catatan dan mulai menunjuk mulai dari urutan alfabet dari atas hingga bawah. Ketika nama pertama disebutkan, seorang anak laki-laki berdiri untuk merespon. Ia memiliki penampilan yang secara alami menarik perhatian orang lain. Rambut hitamnya pendek menggantung bebas, tubuhnya sedikit tinggi dan tegap, pakaiannya mungkin akan tampak biasa dimata orang lain, namun itu sangat berbeda ketika dia mengenakannya, terlihat keren dan sangat cocok. Matanya tampak besar dan cerah, penuh dengan semangat, dia bisa digambarkan sebagai ketampanan yang belum dewasa.

Anak laki-laki itu berbicara dengan penuh semangat, "Saya Leon Farnos, level 2, Class Avatar. Salam kenal semuanya!"

Yap, dia adalah Leon Farnos.

Dalam dua bulan ini levelnya telah naik satu tingkat, meski cukup sulit untuk penyihir Class Avatar untuk menaikan peringkat karena sihir mereka terkhusus pada Avatarnya, itu bukan berarti tidak mungkin. Untuk penyihir tipe Avatar berumur 6 tahun yang baru saja melalui tahap kebangkitan mencapai level 2, itu membuktikan bahwa bakatnya luar biasa.

Semua murid yang menyadari hal ini, secara alami memandang Leon Farnos dengan penuh perhatian. Semua anak gadis memiliki pandangan misterius terhadapnya, sementara anak laki-laki memandangnya dengan sedikit iri. Ya, semuanya kecuali satu anak perempuan.

Hana Irena diam-diam mengangguk pelan, dirinya telah mendapat kabar sebelumnya dari saudarinya, Nana Irena. Bahwa akan ada anak majikannya yang masuk ke sekolah tempatnya mengajar, tentu Leon Farnos adalah yang dimaksud. Sebelumnya Nana Irena telah berpesan padanya untuk sedikit lembut pada Leon Farnos, tapi harga diri Hana Irena tidak membiarkannya melakukan hal itu. Baginya, pembelajaran terbaik adalah dengan melalui setiap kesulitan yang dihadapi. Tidak akan ada pengecualian di kelasnya.

Perkenalan berlanjut dan jatuh pada satu-satunya gadis yang tidak menaruh perhatian penuh pada penampilan Leon Farnos. Penampilannya tidak kalah menarik dari Leon Farnos, rambut hitamnya menggantung longgar dibahunya, matanya hijau cerah menampilkan pandangan yang penuh dengan kehidupan, sosoknya tampak ramping dengan kulit yang sehalus giok, untuk beberapa alasan, aura darinya penuh dengan rasa sombong dan penindasan. Wajahnya memang sangat cantik, namun karena aura yang dia keluarkan, tidak satupun dari para siswa mau memandangnya terlalu lama.

Gadis itu berbicara dengan dingin, " Saya Elvi Farnos, level 4, Tipe Class Control. Kalian tidak perlu membuang-buang waktu dengan saya, silakan pengertiannya." perkenalannya selesai dan dia duduk kembali.

Perkenalannya sangat berbeda dari yang pertama, jika yang pertama memiliki kehangatan dari sopan santun, maka yang kedua hanya memiliki rasa dingin dari kesombongan. Keduanya hanya bisa digambarkan layaknya musim panas dan musim dingin, tidak diragukan lagi keduanya memberikan pengaruh terbesar pada keseluruhan kelas. Namun Hana Irena sama sekali tidak memperdulikan hal ini dan terus melanjutkan perkenalan.

Seluruh kelas tentu memahami hubungan diantara Leon dan Elvi yang memiliki nama keluarga yang sama, selain dari penampilan yang sedikit berbeda, keduanya hampir bisa dipastikan sebagai saudara.

Setelah beberapa puluh menit berlalu, sesi perkenalan selesai dan kelas telah kembali tenang sekali lagi.

Hana Irena telah mengambil perhatian sekali lagi, "Dalam enam bulan, kalian akan menjalani Ujian Tempur, performa kalian tentu akan dinilai dan diperhatikan. Tidak perlu terlalu khawatir kalian akan gagal dalam ujian, setiap kelas akan memilih dua orang perwakilannya dalam ujian ini. Dengan kata lain, lulus tidaknya kalian dalam ujian bergantung pada kedua orang ini, lawannya adalah empat kelas lain. Dalam enam bulan berikutnya akan ada ujian tertulis untuk menguji seluruh pengetahuan kalian, pada bagian ini semuanya akan berpartisipasi, tidak ada pengecualian."

Hana Irena melanjutkan penjelasannya tentang sistem sekolah saat ini. Pada dasarnya sekolah ini lebih mengedepankan pada kemampuan bertempur siswanya, kemampuan akademis hanyalah nomor setelahnya. Tidak banyak sekolah yang seperti ini, di sekolah konvensional jelas saja lebih mengedepankan kemampuan akademis, tapi ini adalah sekolah sihir, mereka adalah penyihir muda yang suatu saat akan berdiri dipuncak dunia dengan kemampuannya.

Kelas ini secara teratur mengadakan voting untuk menentukan metode pemilihan perwakilan mereka enam bulan kedepan. Setiap orang membuat secarik catatan lalu dimasukkan kedalam kotak kayu, tentunya semua dilipat dan tidak terlihat, ini hanyalah penentuan yang adil untuk semua orang.

Jari jemari indah Hana Irena dengan cepat mengambil secarik kertas dari lubang kotak kayu. Setelah membuka catatan itu, muncul sedikit senyum di wajahnya, senyuman itu seperti senyuman iblis yang kejam.

"Metode telah ditentukan, setiap orang akan saling berkompetisi dalam latihan uji tempur, ini adalah saat yang tepat untuk mengetahui kemampuan masing-masing dari kalian. Dua orang terakhir yang bertahan akan menjadi perwakilannya, kita akan memulainya dua bulan lagi. Sebaiknya kalian semua mulai bersiap"

Beberapa beban tidak terlihat telah ditambahkan di pundak mereka, itu hanya seperti mereka dipaksa untuk menanggung beban seluruh kelas. Tentunya banyak dari mereka berpikir untuk mengalah dalam pertandingan, memangnya siapa yang mau menanggung beban orang lain?