Sinar cahaya matahari merengek masuk melalui celah gorden mengganggu ketenangan tidur Nita, wanita itu bangun lebih dulu dibanding Kei yang masih terlelap disampingnya, lalu melihat jam yang ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Pantas saja sinarnya begitu menyilaukan mata tapi sepertinya Nita masih betah pada posisinya saat ini, memandangi wajah Kei dari samping, dan enggan bangkit. Memang kegiatan ini menjadi favorite wanita itu, ia merasa tinggi hati karena banyak wanita yang ingin berada di posisinya, dan ia dengan leluasa bisa memandangi serta menyentuh wajah pria tampan itu. Apalagi merasakan kejantanan Kei, sungguh Kei merupakan partner ranjang terbaik yang pernah Nita rasakan.
Kegiatan menyenangkan Nita terganggu saat mendengar getaran ponsel milik Kei, tangan Nita dengan cepat mengambil ponsel yang diletakkan diatas nakas. Keningnya mengernyit melihat nama Ana tertera disana. Tidak ada niatan Nita untuk mengangkat panggilan itu, ia dengan lancangnya memutus panggilan lalu mematikan ponselnya agar tidak ada yang mengganggu mereka.
Sejujurnya Nita merasa terancam dengan kehadiran Ana, tidak akan ia biarkan wanita itu merebut Kei darinya, memang ia menyutujui ide gila itu. Dan Kei berjanji tidak akan meninggalkannya, tapi siapa yang jamin? Lagipula itu semua bukan atas dasar keinginannya, jika bukan karena ibu Kei yang mendesak, Nita tidak akan menuruti keinginan pria itu. Tangan Nita mengusap rahang tegas milik Kei, hingga agaknya apa yang dilakukan Nita membangunkan laki-laki itu.
"Good morning" sapa Kei dengan suara huskynya yang serak khas orang bangun tidur.
"Morning baby, sorry my hand wakes you up."
"That's okay, what time is it?" Tanya Kei tangan kekarnya menarik tubuh polos Nita untuk dipeluk, wajahnya ia sembunyikan di antara dada dan ceruk leher Nita.
"Eleven" Kei mendongak menatap Nita dengan mata masih setengah tertutup karena gemas Nita mencium dua kelopak mata Kei bergantian
"Serius?" Nita mengangguk
"Aku bangun terlalu siang, pasti Ana mencariku" Kei mau bangkit tapi dengan cepat Nita memeluk pria itu menahan Kei agar lebih lama bersama dirinya. Baru hari pertama mereka nikah saja Nita merasa menjadi yang diduakan. Nita benci sekali dengan fakta itu.
"Bukannya dia tahu kamu sama aku? Dia pasti ngerti Kei, Jadi disini lebih lama lagi. Aku masih kangen"
"Tapi..." Nita menghela nafas melepaskan pelukannya, memutar tubuhnya memunggungi Kei.
"Ya sudah sana pergi, temui istri kontrakmu. Baru hari pertama saja sudah keliatan sekali ya lebih mengutamakan wanita itu. Aku khawatir setelah enam bulan bukan dia yang kamu tinggal tapi aku" ucap Nita merajuk.
"Nita"
"Hmm" Dengan gerakan cepat Kei merotasi tubuhnya hingga pria itu diatas Nita dengan tubuh yang setengah ia tahan oleh siku.
"Kau marah?"
"Tidak" Kei tersenyum lalu mengecup kilat bibir ranum Nita
"Maaf, aku tidak bermaksud menyakitimu. Sesuai permintaan tuan putri seharian ini aku akan menemanimu" Nita tersenyum lebar merasa menang, entahlah ia merasa sejak pernikahan mereka resmi, Nita hanya merasa harus melindungi apa yang menjadi miliknya.
"Tapi satu syarat!" Nita mengernyit tak mengerti maksud Kei.
"Morning kiss?"
"Ini bahkan sudah siang Kei" Kei terkekeh
"Aku tidak peduli" Kemudian pria itu menciumi bibir Nita dan kembali bergumul mengulang kejadian semalam.
๐น๐น
Ana memandang ponsel yang ada ditangannya, sejak tadi siang Kei mematikan panggilannya setelah itu Ana tidak bisa menghubungi kembali pria itu sampai saat ini. Ana tahu Kei sedang berduaan dengan Nita, ia tidak bermaksud mengganggu mereka, Ana hanya ingin izin untuk menginap dirumah sakit karena Mikail sedang dalam mode manja, adiknya minta ditemani karena ngambek seharian kemarin Ana tidak bisa mengunjunginya karena acara pernikahan. Meskipun Ana hanya istri kontrak, Ana merasa segala sesuatunya harus atas izin Kei.
"Kakak~"
"Ya Kail?" Ana menghampiri Mikail yang sedang menggambar sesuatu di atas ranjang.
"Lihat gambar kail, bagus tidak?" Ana melihat gambar lima orang disana namun mereka seperti dua kubu yang terpisah disebelah kanan ada dua orang dewasa dengan satu anak, satunya lagi dua orang dewasa saling berganengan tangan. Alis Ana menyatu tanda bingung.
"Kenapa gambarnya seperti ini? Jelasin ke kakak dong ini siapa saja?" Mikail mendekat menunjuk orang yang ada di gambar.
"Ini Ayah, ini ibu, ini Kail, ini kakak, ini somi kakak" jawab Mikail
"Somi? Maksud kail suami?" Kail mengangguk dengan cengiran di wajahnya
"Kenapa kail menggambar kakak dan suami kakak terpisah dengan Kail dan Ayah serta ibu? Kakak tidak suka jauh-jauh dari kail" Ana mengembungkan pipinya membuat Mikail terkekeh lalu menghendikan bahunya
"Tidak tahu, kail hanya ingin menggambar seperti itu, Kakakkan sudah menikah jadi Kail menggambar Kail yang dekat dengan ibu dan Ayah"
"Mikail~" Ana memeluk Mikail dengan erat, mendengar kalimat Mikail, wanita itu jadi takut setengah mati.
"Ah kakak~ sesak jangan dipeluk erat-erat" ronta Mikail melepaskan pelukannya
"Mikail harus janji dulu tidak akan meninggalkan kakak. Baru kakak lepas pelukannya"
"Iya.... iya.... janji, jadi lepaskan, kakak bau!!!!" Ana mencubit pipi Mikail dengan gemas.
"Enak saja kakak tidak bau. Rasakan ini" Ana menggelitik perut Mikail hingga anak itu tertawa dengan keras. Ana tidak mau memikirkan kondisi Mikail saat ini, ia hanya ingin membahagian anak itu, Ana harus yakin bahwa adiknya akan segera sembuh. Tidak peduli seberapa keras usaha Ana mencari uang untuk biaya perobatan Mikail, Ana percaya tuhan masih berbaik hati padanya. Tidak akan membiarkan Ana sendirian di dunia ini. Kegiatan mereka terhenti saat pintu kamar Mikail terbuka menampilkan sosok Hobi yang menenteng kantong kresek berisi kue di tangannya.
"Paman Hobi~" Teriak Mikail sembari menunjuk Hobi.
"Eyy~sudah kukatakan berulang kali panggil kakak. Akukan masih mudah Kail! Ayo ulang lagi"
"Tidak mau, Kail lebih suka panggil paman"
"Kalau begitu kuenya untuk kakak Ana saja"
Hobi ingin memberikan kantong berisi kue itu kepada Ana tetapi tertahan karena teriakan Mikail.
"Kakak Hobi yang tampan, Kail suka sekali kue loh" Ana mendengus ternyata adiknya murahan sekali langsung luluh hanya karena kue.
"Apanya yang tampan muka kaya kuda begitu" Hobi lantas langsung menoyor kepala Ana setelah mendengar ungkapan menyakitkan itu.
"Jangan sampai aku berkata kasar di depan adikmu dasar mak lampir" lalu atensi Hobi kembali kepada Mikail dengan cengiran di wajahnya, pria itu memberikan sepotong kue kepada Mikail yang diterima dengan senang hati. Meski Ana menyebalkan Hobi tak luput memberikan kuenya pada Ana, seperti ada perayaan Pesta ulang tahun, ketiganya menikmati kue bersama sembari sesekali bergurau. Ana menatap Hobi dengan tulus lalu menggumamkan kata terimakasih yang langsung diberi anggukan oleh Hobi. Bagi Hobi keduanya sangat berarti untuknya, Ana dan Mikail sudah ia anggap adiknya sendiri. Jadi kebahagiaan mereka adalah kebahagiaannya, dan luka mereka juga luka Hobi, jadi Pria bermata sipit itu akan selalu melindungi keduanya. Tidak akan dibiarkan siapapun yang boleh menyakiti mereka. Karena bukankah itu gunanya saudara?