Panah Perak__4th Part
"Sekarang, apa yang akan kita lakukan padamu, Putra Pertama Alcander sekaligus sang Pewaris Tahta yang sah?" Sang jenderal bertanya pada seorang pria yang berdiri di hadapannya dengan seluruh tubuh penuh luka cambuk. Kedua tangan dan kakinya dirantai sampai ke ujung dinding dan langit-langit sel sementara di dadanya, terdapat tiga lubang bekas anak panah yang dicabut secara paksa. Pria itu adalah Jean St. Claire, yang beberapa saat lalu ditahan oleh kerajaan atas penyerangan yang dilakukannya terhadap anggota keluarga kerajaan dan warga sipil, serta perusakan fasilitas umum secara sengaja.
"Cepat katakan di mana adikmu sekarang?" Regulus mencengkeram rahang Jean yang berdarah karena bekas pukulan.
"Untuk apa aku menyerahkan adikku pada iblis seperti kalian?" Jean berbicara dengan sudut bibir melengkung sinis. Mata kirinya sembab dan pelipisnya nyaris pecah karena hantaman benda tumpul. Meskipun dengan perantara beberapa prajurit, sebelumnya Evan sepertinya benar-benar telah menghajar Jean sampai pada batasnya.
"Iblis kau bilang?" Regulus menepuk pipi kiri Jean secara perlahan kemudian duduk pada sebuah kursi yang diletakkan di hadapan Jean. "Dengar, aku tahu karena Perjanjian Darah yang telah kau lakukan, kau bukan lagi seorang iblis sekarang, tapi kau sadar kan kalau adikmu yang sekarang benar-benar menjadi iblis seutuhnya itu, adalah senjata paling penting untuk kami agar dapat mengalahkan Raja-Tertinggi Axton. Putra Mahkota ingin melakukan itu untuk membalaskan dendam Raja Abraham, ayahandamu. Kau sama sekali tak tahu soal rencana itu?"
Jean diam dan tak merespon sama sekali, sementara Regulus terus bercerita sambil minum anggur yang disediakan oleh salah satu prajurit.
"Kalian boleh keluar sebentar," pria itu memberi perintah pada semua prajurit di sekitarnya, yang kemudian keluar dari dalam sel tersebut. Dia kemudian berpaling lagi pada Jean yang terlihat sangat lelah dan mengantuk sampai-sampai sudah tak bisa lagi menopang tulang punggungnya untuk tetap tegak di antara rantai-rantai besi yang mengikat semua alat geraknya.
"Begini saja, kita berdua bisa membuat kesepakatan bagus," Regulus melanjutkan. "Meskipun aku ini pria jahat yang haus akan darah musuh, tapi kau sama sekali bukan musuhku, Pangeran Jean. Sebelum Ratu Dmitria tiba di Alcander, aku sudah begitu setia melayani ayahandamu. Jadi bagiku, garis keturunan itu penting. Tidak tahu kenapa, tapi aku merasa Putra Mahkota yang sekarang ini, walaupun dia begitu baik dan disegani oleh semua rakyat dan bawahannya. Meskipun begitu, aku selalu merasa di kastil ini selalu saja ada yang kurang. Bahkan dari segala aspek keteraturan sistem pemerintahan di kerajaan ini seperti tidak ada yang menegaskan bahwa Alcander sudah berada pada masa kejayaannya. Putra Mahkota yang sekarang hanya sibuk memikirkan bagaimana cara merebut hati Yang Mulia Raja tanpa menyakitinya. Dari lubuk hatinya yang terdalam, dia sebenarnya ingin menggantikan ayahandanya menjadi seorang raja."
"Lalu apa hubungannya denganku?" tanya Jean dengan pandangan mulai kabur. "Aku juga begitu ingin menjadi raja sampai-sampai mengubah adik kandungku sendiri menjadi seorang iblis. Kalau dibandingkan pangeran cantik itu, bukankah perjuangan dan pengorbananku selama ini seharusnya bisa lebih dihargai? Tapi seluruh rakyat masih saja memujanya dan memenjarakanku di tempat ini." Pria itu kemudian terbahak-bahak karena sudah tak kuat lagi menahan beban mental dalam batinnya. "Aku sudah tidak butuh lagi cinta atau perhatian dari Raja atau yang lainnya, dengan kekuatan dan kekuasaan yang kumiliki sekarang, mereka akan tunduk dengan sendirinya. Bukankah dunia adalah segala-galanya bagi mereka?" Entah kenapa air mata tiba-tiba menetes dari kedua mata biru Jean. Bahkan Regulus pun sampai terharu mendengar pengakuan dari pria di hadapannya. "Kalau begitu, akan kubeli semuanya sampai tak tersisa. Langit, bumi, air, udara, bahkan nyawa mereka akan kujadikan milikku, hingga mereka berlutut di hadapanku dan memohon atas hidup mereka sendiri."
"Sudahlah, tenangkan pikiranmu, Pangeran," Regulus berpesan. "Yang Mulia Raja telah menyiapkan rencananya sendiri untukmu dan Putra Mahkota. Yang Mulia sendiri yang akan memilih siapa yang akan menjadi penerusnya."
Jean menunduk penuh kesedihan dan amarah. Pikirannya bergejolak dan menggelegak seperti air mendidih. Dia tahu dan sangat yakin bahwa takdirnya telah ditentukan sejak awal, tapi meskipun begitu, Jean masih saja tidak percaya diri dengan semua yang dia miliki sekarang. Dan juga atas semua yang dia dan Luce alami selama ini, Jean masih belum bisa menerimanya. Dia masih saja terus menginginkan sesuatu yang lebih untuk memuaskan keegoisannya sebagai seorang pangeran terbuang.
"Jenderal Swaz!" salah satu prajurit memaksa untuk masuk ke dalam sel tempat Jean ditahan. Regulus sampai bangkit karena terkejut. Untung saja pembicaraannya dengan Jean sudah selesai sejak tadi.
"Ada apa? Kenapa kau terburu-buru begitu?" tanya Regulus sambil memelintir ujung jenggotnya.
"Ini permintaan langsung dari Yang Mulia Raja. Seluruh petinggi kemiliteran dan anggota legiun diminta berkumpul di barak utama," jawab si prajurit masih dengan napas terengah-engah. "Tuan Baltazhar, Guardian yang bertugas mengawasi kerajaan kita, beliau datang dengan membawa surat ultimatum dari Raja-Tertinggi. Mereka akan mengerahkan pasukannya untuk menduduki area Hutan Terlarang kalau sampai Pangeran Kedua tidak ditemukan dalam dua puluh empat jam ke depan."
***bersambung ke part berikutnya