Chereads / The Second Throne / Chapter 42 - Silver Arrow (8)

Chapter 42 - Silver Arrow (8)

Panah Perak__8th Part

"Tuan Muda, di mana kau?" beberapa pria berjas hitam berteriak memanggil sosok Terence yang meringkuk di sudut ruangan. Kabut asap tebal membuat napasnya sesak tak karuan. Suhu panas pun mulai menyentuh kulitnya ketika api menjilat-jilat di sekelilingnya. Terence, yang saat itu berusia dua belas tahun hanya bisa menangis menyaksikan tubuh-tubuh tak bernyawa terbaring di hadapannya. Seluruh keluarganya telah binasa karena hangus terbakar.

"Seseorang tolong aku," ucap Terence sambil menutupi wajah dengan kedua tangannya. Tubuhnya penuh luka bakar dan pakaiannya pun hangus di beberapa bagian. Menahan rasa sakit itu, bocah ingusan sepertinya hanya bisa menghabiskan banyak air mata. Sama sekali tak ada niatan untuk bangkit dan mencari jalan keluar. Kakinya sudah terlanjur lemas dan energi di tubuhnya seolah terkuras habis bersamaan dengan keringnya keringat.

"Aku akan menolongmu dan menghidupkan kembali seluruh anggota keluargamu kalau kau mau membantuku," seorang pemuda empat tahun lebih tua dari Terence tiba-tiba muncul di hadapannya.

"Siapa kau?" Terence berdiri sambil memandang siluet mata pemuda itu yang berwarna merah. Wajah, rambut, dan seluruh penampilan yang ada di depannya adalah sosok yang sudah lama dia kenal. "Jean St. Claire si anak haram," Terence merapatkan dirinya ke dinding. "Bagaimana kau akan menghidupkan kembali seluruh anggota keluargaku setelah adikmu yang monster itu membakar semuanya? Atau jangan-jangan kau juga..."

Jean tanpa sengaja menitikkan air mata. Pemuda itu menjelaskan dengan terbata-bata, "Mereka sudah membunuh ibuku, pamanku, dan semua anggota keluargaku. Kemudian karena Luce berusaha menyelamatkan nyawaku, mereka juga tega memenggalnya. Padahal dia masih berusia enam tahun dan beberapa hari yang lalu kami baru saja merayakan ulang tahunnya. Tapi aku tak bisa melakukan apapun selain membakar semuanya dan kabur."

"Bukan Luce yang melakukannya. Adikku tidak bersalah dan dia bukanlah monster. Aku... Aku adalah monster itu... Karena marah, aku tidak sengaja membakar semuanya bahkan orang-orang ini aku sama sekali tak bermaksud membunuh mereka," Jean berlutut dan terus menangis. Bahkan Terence sampai lupa kalau sebelumnya dia yang merengek untuk diselamatkan.

"Kau jelas-jelas lebih kuat dariku. Beberapa hari yang lalu kau telah mengalahkanku di kastil. Bagaimana aku bisa membantumu?" tanya Terence kemudian. "Kalau kau benar-benar bisa menghidupkan kembali semua orang, kenapa tidak kau lakukan sejak tadi? Kau bahkan bisa menghidupkan seluruh anggota keluargamu..."

"Aku tak bisa menghidupkan kembali orang-orang yang punya hubungan darah denganku. Aku juga tidak tahu kenapa kau sampai kebal terhadap apiku, tapi mungkin Tuhan sedang menunjuk seorang malaikat untuk membantuku. Kau pastilah bukan orang sembarangan," potong Jean. "Aku akan menyelamatkan semua orang asalkan kau mau membantuku untuk bersembunyi. Saat ini mereka masih mengejarku, aku tidak tahu harus minta tolong pada siapa lagi. Aku sudah tidak punya siapapun."

Beberapa saat kemudian, air mata Jean berpendar kebiruan dan memancarkan cahaya lembut yang meredam nyala api di sekitarnya. Bahkan luka bakar yang ada pada tubuh Terence perlahan memudar. "Dia benar-benar bisa melakukannya," ucap Terence. Saat itu, dia mengagumi pemandangan yang belum pernah dilihatnya seumur hidup. Sebuah keajaiban yang terjadi tepat di depan matanya. Mayat-mayat yang hangus terbakar kini kembali utuh seperti sediakala. Mereka bernapas seolah tak pernah merasakan kematian.

Kemudian dengan cepat Terence mendekati setiap orang yang terbaring di hadapannya, termasuk seorang wanita yang akhirnya membuka mata saat berada di pangkuan anak laki-laki itu. "Terence, kau baik-baik saja, Nak?" tanya wanita tersebut setelah kembali sadar. Senyumnya yang cantik membuat Terence luluh seketika.

Betapa bahagianya, bisa diberi kesempatan kedua untuk mengucapkan maaf dan terima kasih kepada orang-orang yang disayangi. Anak laki-laki itu kemudian teringat sesuatu. Dia berpaling pada Jean yang tiba-tiba ambruk dan tak sadarkan diri. "Aku juga harus memberikan kesempatan kedua padanya," katanya.

*bersambung ke part berikutnya