Chereads / The Second Throne / Chapter 43 - Silver Arrow (9)

Chapter 43 - Silver Arrow (9)

Panah Perak__9th Part

"Terence!" Eleanor berteriak ketika kobaran api datang menuju ke sekeliling Terence yang hampir menutup matanya. Rupanya Luce kembali lagi dengan seluruh tubuhnya yang terbalut api keemasan, melenyapkan semua kabut yang berusaha menyerang mereka. Sementara Eleanor, yang barusan turun dari kudanya, cepat-cepat melepaskan sulur yang menjerat tubuh Terence dan tunggangannya. "Terence!" gadis itu berusaha membangunkan pria yang berada dalam pelukannya. "Terence, bangunlah. Kau tidak boleh mati sekarang. Terence!"

"Kau akan membiarkanku mati di lain waktu?" Terence terbatuk dan sadarkan diri. Dia melihat siluet keemasan yang menerangi sekelilingnya, berasal dari sosok Luce yang berdiri tak jauh dari tempatnya terbaring lemah. "Darimana dia mendapatkan pedang itu?" tanyanya pada Eleanor yang kemudian menggeleng.

Luce menggeram dan menatap ke sekelilingnya yang terang oleh sepasang sayap api yang tumbuh dari punggungnya. Sebilah pedang yang terlepas dari sarungnya tergenggam erat di tangan kanan Luce. Seolah tahu apa yang dia lakukan, pemuda itu mengarahkan bilah senjata tersebut ke depan dan berteriak, "Aku tahu kau ada di sini! Keluarlah! Hadapi aku!"

"Roh Phoenix yang melambangkan keabadian," suara samar-samar terdengar di sekeliling hutan, menyatu bersama angin kencang yang berhembus ke hadapan Luce. Sekumpulan ranting dan dedaunan berkumpul di atas permukaan air sungai membentuk sosok makhluk dengan cahaya hijau yang berpendar. Seorang wanita dengan telinga runcing dan mata bulat bercahaya, berselimut akar dan sulur tanaman sebagai aksesorisnya. Tangan kanannya menggenggam sebuah tongkat yang terbentuk dari kumpulan ranting dan dedaunan sementara helaian rambutnya berasal dari semak ilalang dan bunga edelweiss yang teranyam rapi.

"Amorea, putri Oksilos dan Hamadrias?" Eleanor menebak sementara dalam hatinya berbisik, "Roh Pelindung Hutan. Cantik sekali."

"Maaf karena mengganggu perjalanan anda," sosok itu berbicara lagi. "Kami pikir kalian hanya manusia rendahan yang bersekutu dengan iblis untuk menguasai rumah kami. Tidak menyangka kalau salah satu di antara kalian sama seperti kami." Semua hewan yang ada di hutan tersebut perlahan keluar dari persembunyiannya. Serigala, tikus, burung, hingga jangkrik dan kunang-kunang menampakkan diri mereka dari balik semak. Mereka terlihat ketakutan. Bukan pada Amorea, tetapi pada Luce yang terus melebarkan sayap apinya.

"Kau sudah menyadarinya," Luce menyarungkan kembali pedang untuk melenyapkan api di sekujur tubuhnya. "Aku dan teman-temanku hanya kebetulan lewat. Tidak ada maksud untuk mengusik kehidupan kalian. Tapi kalau sampai kau berkesimpulan seperti itu pada setiap manusia. Pastinya, telah terjadi sesuatu di hutan ini sebelumnya."

"Anda benar," sosok di hadapan Luce mengangguk. "Beberapa waktu yang lalu ada sekelompok manusia yang menggunakan magus untuk masuk ke rumah kami. Mereka berburu dengan menggunakan tabir pelindung dan panah beracun."

"Panah beracun?" Luce nyaris berteriak sebelum memandang Eleanor dan Terence kemudian mengangguk. Dia pun memastikan bahwa mungkin yang mereka bertiga cari sudah semakin dekat. "Sepertinya pemilik panah beracun itu lebih dari satu orang," kata Luce.

Seekor kelinci berjalan mendekati Luce untuk menyerahkan sebuah anak panah tipis berwarna perak yang sudah patah pada beberapa bagian. Pemuda itu lalu membungkuk untuk mengambil salah satu bagian yang memiliki ukiran khas berbentuk pentagram, segi lima dengan sebuah bintang pada sisi bagian dalamnya. "Ini simbol dan panah yang sama," Luce memandang Terence dan Eleanor lagi. Dia kemudian berpaling pada Amorea dan menjelaskan. "Panah ini dibuat oleh seorang ahli senjata yang berasal dari Gretasha, salah satu kerajaan yang saat ini telah mati ditelan Kegelapan. Demi beberapa keping emas, kemungkinan dia menjual senjata ini ke sembarang orang tanpa peduli apa tujuan mereka sebenarnya. Kami sebenarnya sedang berusaha menemukan orang itu dan mencari tahu siapa saja manusia yang telah mengotori senjata buatannya. Tidak hanya berburu hewan, mereka juga menggunakannya untuk membunuh manusia lain."

"Membunuh sesama manusia?" Amorea tidak tampak terkejut sama sekali. Bahkan dia sepertinya tahu apa yang dimaksud oleh Luce. "Kalian para manusia memang suka sekali mengotori tangan kalian sendiri, tapi aku berharap kalian tidak menjadikan kami sebagai objek materialisme. Memanfaatkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kami untuk mencapai tujuan kalian, kalian benar-benar telah menyakiti kami secara perlahan."

"Tapi kami tidak melakukan apapun. Kami cuma kebetulan lewat," Terence tiba-tiba berdiri dan mengibaskan tangan kanannya tidak terima.

"Aku tidak sedang membicarakan kalian," Amore menahan amarahnya demi menghormati Luce. "Ada dua pasukan berbeda yang sedang menunggu kalian di sebelah timur dan barat hutan ini. Kalau kalian tetap lari dari mereka, rumah kami, maksudku hutan ini akan menjadi wilayah pertempuran. Jadi kami tak bisa membiarkan kalian pergi begitu saja. Sebelum meninggalkan hutan ini, sebaiknya kalian membujuk mereka untuk menghentikan pencarian atau kalian bisa menyerahkan diri pada salah satu dari mereka."

"Tidak bisa!" Terence menolak dengan tegas. "Kami berdua sudah berjanji pada Tuan Besar untuk melindungi Tuan Muda sampai tiba di Gretasha. Kami tidak bisa menyerahkannya begitu saja."

"Kalian benar-benar akan pergi ke tempat itu?" Amorea bertanya. "Gretasha adalah wilayah yang jauh lebih berbahaya dari Hutan Terlarang. Tempat itu sudah dihuni oleh ratusan jenis makhluk yang berasal dari Wilayah Kegelapan. Tidak hanya iblis, kalian mungkin akan menemui Raja Neraka kalau sampai mati di wilayah itu."

"Yang kau katakan mungkin ada benarnya," ucap Luce. "Tapi aku juga seorang iblis. Aku akan melindungi Terence dan Eleanor. Bukankah... sudah menjadi tanggung jawab seorang Tuan untuk melindungi pelayannya? Sama sepertimu yang berusaha melindungi semua makhluk di hutan ini, aku juga akan melindungi mereka berdua dari apapun," Luce mencabut pedangnya lagi untuk melepaskan kekuatannya.

Amorea menundukkan kepala sejenak kemudian berkata, "Baiklah kalau itu maumu. Tapi sebelum pergi, kau harus membuktikan bahwa kau lebih kuat dariku. Dengan begitu aku bisa percaya bahwa kau bisa melindungi mereka berdua seperti ucapanmu barusan."

*bersambung ke part berikutnya