Panah Perak__7th Part
Pagi yang cerah menyambut Luce dan kedua orang yang tengah mengawalnya, lebih tepatnya menyandera karena Luce tidak berada dalam posisi yang bebas bergerak. Mereka bertiga menunggangi dua ekor kuda di sepanjang tepi Sungai Perseus. Eleanor dengan kuda betinanya yang berwarna cokelat muda sedangkan Luce dan Terence berbagi punggung seekor kuda jantan yang berwarna hitam. Di kanan dan kiri mereka berbaris rapi pohon ek raksasa berusia ribuan tahun dengan serasah lembab melingkupi bagian akarnya. Suhu di Hutan Terlarang tersebut sangat rendah sampai-sampai cahaya matahari yang masuk terhalang oleh kabut tebal dan embun yang begitu dingin. Kemeja Luce nyaris basah kalau saja tidak berlindung di balik jubah kulit milik Terence.
"Hutan ini benar-benar menakutkan," Eleanor berkata ketika mendengar suara lolongan binatang dari kejauhan. "Andai kita kemarin punya waktu untuk berpikir dua kali."
"Sudahlah Eleanor, kalau kau takut biarkan Luce menunggangi kudamu," gurau Terence, masih tetap memegang tali kemudi agar kudanya tetap tenang. "Siapa yang menyangka kalau kabut datang secepat ini di pagi hari. Tadi malam bulan begitu terang sampai kau tidak sadar menggunakan jubahku sebagai selimut."
Wajah Eleanor berubah merah seketika karena gurauan Terence tersebut. Biasanya dia tak pernah semalu ini menerima ejekan dari temannya itu. Tapi di hadapan Luce semua jadi terasa berbeda. "Apa hanya perasaanku saja atau bocah iblis ini memang semakin mirip dengan Tuan Besar? Aku mungkin hanya sedang berhalusinasi saja," gumamnya.
"Tapi sepertinya ucapan Terence ada benarnya," Luce tiba-tiba melompat turun dari kuda, menghentikan sejenak perjalanan mereka. "Biarkan aku bertukar tempat denganmu, Eleanor. Kau seorang wanita. Bersama dengan Terence akan lebih aman daripada berkuda sendirian."
"Lalu membiarkan kau menunggangi kuda ini dan kabur?" Eleanor menolak dengan tegas. "Aku tidak sebodoh dan selemah yang kau pikirkan."
"Bagaimana mengatakannya?" Luce menggaruk kepalanya dan tampak cemas. "Perasaanku benar-benar tidak enak," pemuda itu langsung menaiki punggung kuda yang ditunggangi oleh Eleanor tanpa basa-basi.
"Apa yang kau lakukan, bocah!" Eleanor berteriak ketika Luce menarik kencang tali kemudi, membuat kudanya berjingkat dan meringkik dengan keras, memecah kesunyian hutan.
"Ayo Terence!" Luce memberikan isyarat agar Terence mengikuti laju kudanya yang semakin cepat. Pemuda itu tampaknya paham bahwa bahaya sedang mengintai mereka. Terlebih lagi ketika cahaya matahari seperti tenggelam ditelan rimbunnya kanopi pepohonan ek. Hutan semakin gelap dan kabut semakin tebal. Luce nyaris tak bisa melihat apapun sampai dia menjentikkan jemarinya untuk membuat kobaran api yang membakar semak kering di tepian sungai. Dia tidak tahu lagi sudah berapa jauh mereka menyisir tempat itu. Hutan yang hanya beberapa kilometer persegi seolah berkali-kali lipat luasnya dibanding yang tercantum dalam peta dan informasi di perpustakaan kerajaan.
"Hutan ini seperti tidak ada ujungnya," kata Terence tiba-tiba menghentikan kudanya. Hanya berpikir sebentar saja, dia sudah kehilangan Luce dan Eleanor yang tadi masih berada dalam jangkauan pandangannya Pria itu panik. Dia terus berputar-putar karena tak tahu arah. Kabut tebal pun semakin bergerak melingkupinya. "Eleanor!" panggil Terence. "Tuan Muda!"
"Sial, aku tidak punya sihir apapun kalau harus berhadapan dengan sosok iblis yang berada di balik kabut ini," umpatnya sebelum terjatuh bersama dengan tunggangannya yang terkilir karena jerat sulur tanaman. "Yang benar saja, bahkan tanaman juga bisa menyerang," Terence berusaha bangkit sebelum tubuhnya terlilit benda yang sama --- yang entah darimana datangnya. Pandangan pria itu benar-benar terhalau oleh pekatnya kabut sampai-sampai sekarang dia sudah tak bisa melihat kudanya lagi. "Seseorang tolong selamatkan aku." Terence berusaha memotong sulur-sulur itu dengan belatinya tetapi sulur itu justru tumbuh semakin banyak dan mulai menjerat seluruh tubuhnya. "Tuan Muda, di mana kau?"
*bersambung ke part berikutnya