4 Agustus 2020
Hingga akhir waktu
Episode 6
Siapa yang tidak menjadi gila melihat tingkah seorang istri yang bersikap tidak wajar, dirinya yang merupakan seorang pria sejati diperlakukan seperti ibu hamil, hanya sedikit tendangan saja bisa mengakibatkan pendarahan, rasanya ia ingin membenturkan kepalanya di dinding, dia heran bagaimana mungkin istrinya bisa berpikir demikian'apa menurutnya dirinya sedang hamil?' setelah memastikan tidak ada darah yang keluar, Sonia pun menegakkan tubuhnya kembali, tangannya terulur untuk mengusap perut rata Sang suami dengan lembut dan penuh perhatian,"Semoga kau baik-baik saja disana,"katanya sambil tersenyum lega.
Fransis mendengus sebal melihat tingkah istrinya, apanya yang disana baik-baik saja? Usus, lambung, hati, ginjal atau apanya? Dipikir ada bayi begitu?.
"Dan berdoalah 9 bulan lagi dia akan lahir,"sahutnya bosan. Gadis itu bingung mendengar ucapan pria itu, ia pun mendongakkan pandangannya, ternyata apa yang dia lakukan sudah membuat pria yang dikiranya sebagai adik ipar itu kesal, bukannya merasa bersalah, Sonia malah nyengir menampilkan wajah tanpa dosanya.
"Soici, kenapa ekspresimu begitu? Aku hanya ingin memastikan kalau mereka baik-baik saja,"balasnya. Pria itu menaikkan sebelah alisnya saat istrinya menyebut kata'mereka' ia semakin tidak mengerti jalan pikiran gadis itu, dari pada semakin pusing dengan kegilaan gadis itu lebih baik dia pergi.
Sonia masih memandangi punggung Fransis yang semakin menjauh, dia belum sadar kalau sekarang dirinya sendirian di taman belakang tersebut, saat ia menyadari kalau pria itu perlahan menghilang dibalik tembok, barulah bulu kuduknya terasa merinding, matanya melirik sekitarnya, ternyata memang sudah sepi.
"Tunggu…!"teriak Sonia sambil berlari mengejar suaminya. Fransis hanya menghela napas, ternyata gadis itu baru nyadar kalau sudah ditinggal, mangkanya jangan mengkhayal dirinya akan melahirkan anak, pria itu tidak sedikitpun berniat menghentikan langkahnya, anggap saja ini hukuman bagi gadis itu, salah siapa dia memperlakukannya seperti wanita hamil.
Sonia semakin mempercepat larinya, bahkan ketika pria itu tiba-tiba berhenti, ia pun tak sempat mengeremnya, terjadilah dia membentur punggung kokoh Sang suami.
Duk…
"Aduh,"keluhnya sambil memegangi kening. Pria itu membalikkan tubuhnya, matanya menatap Sang istri datar, gadis itu terlihat terengah-engah bahkan sampai membungkukkan badannya, kedua tangannya bertumpu pada lutut.
"Aku capek,"keluhnya. Fransis menaikkan sebelah alisnya, masak segitu saja sudah lelah, jarak larinya juga tidak sampai 100 meter, setelah berhasil mengatur napasnya, gadis itu kembali menegakkan tubuhnya.
"Aku ini kakak iparmu, kenapa kau meninggalkanku sendirian? Bagaimana kalau ketiga orang itu datang lagi dan melakukan sesuatu yang tidak-tidak padaku?! Itu semua salahmu! Karena kau meninggalkanku sedirian,"omelnya kesal. Pria itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, tatapannya juga tidak berubah sama sekali tetap datar dan dingin.
"Kau juga sudah membuatku berlari sampai kelelahan, bagaimana kalau aku pingsan karena kelelahan?!" gadis itu masih belum berhenti mengomel, dia bahkan tidak terganggu dengan ekspresi Sang suami yang tidak berubah , tetap datar dan dingin.
"Aku akan jujur, tapi ku harap aku tidak mengatakan ini pada kakakmu, aku tidak ingin dia merasa menyesal karena menikahiku dan merasa diperalat,"ucapnya yang berubah sendu. Fransis tidak mengerti kenapa gadis itu suasana hatinya bisa berubah-ubah dalam waktu sekejap saja, tadi seperti khawatir, lalu marah, sekarang murung, apa sebenarnya yang disembunyikan istrinya tersebut.
" Dengar! Aku mencintai kakakmu saat pertama kali bertemu dengannya, sikap kakakmu yang selalu tenang, senyum manisnya yang jarang diperlihatkan itu membuatku sangat menyukainya, tidak lebih tepatnya mencintainya." Sonia mulai menceritakan semaunya dengan ekspresi yang berseri-seri, tapi tiba-tiba keceriaan itu hilang digantikan dengan raut muka murung, pria itu jadi semakin penasaran.
"Setahun yang lalu, dokter mengatakan kalau aku mengidap jantung bocor, kau tau Soici, apa yang paling aku inginkan? Menjadi istri seorang Fransis Lonenlis,"katanya dengan air mata mengembung di pelupuk matanya. Fransis terkejut mendengarnya, dia tidak menyangka kalau istrinya yang masih belia mengidap penyakit yang mematikan, rasanya ia ikut merasakan betapa berat hidup yang dijalani gadis tersebut.
"Aku mengatakan pada ayah dan ibuku, kalau aku ingin menikah dengan kakakmu sebelum aku mati, tentu saja itu tidak mudah. Kau tau Soici? Kenapa kau sampai aku menikah? Ayahku rela berlutut dikaki ibumu agar beliau bersedia menerimaku sebagai menantunya, tentunya dengan menceritakan semua keadaanku, ibumu setuju. Tapi, dia ingin aku menikah denganmu, Soici. Aku tidak mau, meskipun ibumu bilang kalau wajah kalian seperti kembar identic, hanya tatapan mata kalian yang berbeda, tapi aku tidak pernah melihat tatapan matanya secara langsung, karena waktu itu dia menggunakan kaca mata hitam,"lanjutnya yang terdengar putus asa. Hati Fransis terenyuh mendengar cerita dari istrinya, ia tidak ingin mendengar cerita itu lebih lanjut, tangannya terulur untuk menangkup wajah istrinya, perlahan ia mendongakkan wajah cantic tersebut agar mampu menatap matanya secara jelas.
"tatap mataku, Sonia!"pintanya. Gadis itu menatap mata Sang suami, tersirat kesedihan, kesepian, luka dan air mata dalam pancaran mata tersebut, Sonia tidak tau apa maksut yang sebenarnya.
"Jangan menyerah!" pintanya memberi semangat, ia tidak ingin gadis itu putus asa dalam usianya yang masih sangat muda, masa depan panjang masih menantinya.
"Soici,"lirihnya. Dia juga tidak ingin menyerah, tapi dia juga takut untuk terlalu berharap, mata Sonia berkaca-kaca, hatinya sakit mengingat singkatnya hidup yang harus dia jalani. Melihat Sang istri yang hendak menangis, Fransis pun menarik gadis itu dalam dekapannya, dia tidak ingin melihat istrinya menangis, menyerah dan putus asa.
"Kau tidak akan mati,"katanya meyakinkan.
"Aku takut, Soici. Sudah lama orang tuaku mencari pendonor jantung untukku, tapi tidak ada yang cocok, Soici. Aku takut kalau aku tidak bisa mengenali suamiku sendiri,"katanya sambil terisak pilu.
"Kau mencintainya bukan?" tanya Fransis sambil mengusap punggung Sang istri lembut. Gadis itu mengangguk dalam dekapan suaminya.
"Kau akan mengenalinya dengan hatimu, sekalipun kau menutup matamu, kau akan tetap mengenalinya,"ucapnya lembut, tak lama kemudian ia pun melepaskan pelukannya pada Sang istri, tangannya terulur menangkup wajah istrinya, menatapnya penuh kasih serta ketulusan.
"Kalau tidak ada pendonor untukmu, biarkan aku yang memberikan jantungku padamu,"katanya lembut. Gadis itu terharu mendengar ucapan dari pria yang dikiranya sebagai adik iparnya, air matanya meleleh.
"Kau sangat baik, Soici,"katanya dengan senyuman haru.
"Karena akulah suamimu, Sonia. Kau harus tetap hidup, meski nanti akulah yang pergi lebih dulu, anggaplah Soici sebagai sebagai diriku,"batin Fransis pilu. Pria itu mengusap air mata Sang istri dengan jemarinya.
"Senyumlah!"pintanya. Gadis itu pun tersenyum.
"Itu lebih baik,"puji Fransis. Setelah itu ia menggendong tubuh Sang istri seperti pengantin, perlakuan romantic Sang suami membuat gadis itu terkejut.
"Aku tidak ingin kau pingsan,"ucap Fransis, setelah itu ia melangkahkan kakinya sambil menggandeng istrinya, Sonia menyandarkan kepalanya di dada Sang suami, matanya terus memperhatikan pahatan sempurna suaminya.