Opa tak lagi membuka pembicaraan tentang sekolah formal, Oma terlihat lebih ceria karena aku banyak membantu pekerjaannya dan aku tak lagi mengurung diri di kamar. Walau satu-satunya temanku saat ini adalah Astro, kurasa itu saja cukup karena aku menganggap Kak Anggun, guru privatku, sebagai teman juga.
Aku memberanikan diri mengemukakan beberapa eksperimen mengenai beberapa materi pelajaran kami. Kak Anggun sangat antusias, bahkan meminta izin dariku untuk mengunggah hasil eksperimen itu di platform sosial media miliknya.
Suatu hari, Pak Simon datang. Sepanjang pengetahuanku, Pak Simon adalah pimpinan manager yang bekerja di gerai kopi Ayah karena kami pernah bertemu beberapa kali. Aku mencuri dengar pembicaraan Pak Simon dengan Opa, yang membuktikan dugaanku bahwa Opa lah yang mengurusi gerai kopi milik Ayah saat ini. Dari pembicaraan yang kudengar, Pak Simon memberikan laporan dan mengatakan sejauh ini perusahaan Ayah berjalan baik-baik saja.
Pak Simon juga berkata semua karyawan menyatakan belasungkawa yang dalam atas kecelakaan yang menewaskan keluargaku dan ingin mengadakan sebuah pertemuan, tapi Opa menolak. Opa tak ingin membuatku mengingat kesedihanku kembali bila pertemuan itu diselenggarakan. Kami cukup menerima ucapan belasungkawa itu dari jauh dengan baik dan mengharapkan kerjasama yang semakin erat.
Saat itu aku mulai berpikir untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuanku. Aku harus belajar bagaimana cara menjalankan sebuah perusahaan. Karena sebagai satu-satunya anak Ayah yang selamat, tentu perusahaan yang menaungi belasan cabang gerai kopi itu akan diwariskan padaku.
Keesokan hari setelah kedatangan Pak Simon, aku memberanikan diri meminta Opa mengajariku bagaimana menjalankan sebuah bisnis karena satu-satunya orang yang kupikir bisa kupercaya untuk mengajariku berbisnis adalah Opa. Aku tahu Opa mulai membangun toko kain sejak Bunda berusia sangat muda. Belajar sejak dini akan lebih baik dari pada menunda, bukan? Namun saat kupikir Opa akan menyanggupi, Opa justru menolak.
"Sekarang Mafaza harus belajar dengan baik. Lebih banyak mencari teman dan membangun relasi yang luas. Opa akan sering mengajak Mafaza ke toko di hari libur. Mafaza bisa memperhatikan bagaimana pekerjaan semua karyawan di sana. Opa akan mengajari Mafaza mengelola perusahaan jika Mafaza sudah SMA. Opa ga akan menunggu sampai Mafaza kuliah, karena Opa tau Mafaza cerdas dan usia Opa akan terus bertambah. Opa ga punya banyak waktu."
Kurasa aku mengerti. Selain mengelola perusahaan peninggalan Ayah, aku juga akan mewarisi bisnis kain milik Opa. Bunda adalah anak tunggal. Dengan tubuh Bunda yang belum juga ditemukan, kurasa sudah jelas bahwa aku lah yang akan mewarisi bisnis yang seharusnya diwariskan untuk Bunda.
Aku bisa merasakan tekanan di tatapan mata Opa saat menatapku. Walau aku tak begitu mengerti apa yang Opa rasakan, tapi melihat tatapan mata itu membuatku merasa dadaku seperti sedang terhimpit beban tak kasat mata.
***
Aku sedang berbincang dengan seorang anak perempuan bernama Mayang saat mengikuti Oma ke acara arisan untuk yang kedua kalinya. Dia adalah anak perempuan yang pernah Oma sebut bisa kutemui jika aku ikut ke acara ini.
Mayang adalah anak perempuan yang feminim, terlihat dari selera pakaiannya. Dia memakai gaun terusan sepanjang lutut berwarna krem, dengan rambut sebahu yang digerai. Ada jepit rambut kecil yang menahan rambutnya tetap terlihat rapi.
Sejauh ini, dia cukup menyenangkan karena kami langsung menemukan topik pembicaraan yang sesuai. Yang mengejutkan, walau usianya sama sepertiku, tapi dia sedang menyiapkan diri untuk kelulusan. Dia lompat kelas saat kelas empat, yang memungkinkannya bisa lulus setahun lebih cepat dariku. Saat aku mengambil ujian kesetaraan paket A-ku nanti, dia sudah berada di SMP dan akan naik kelas delapan.
Kami sedang saling menukar nomor handphone saat seorang anak perempuan menepuk bahu Mayang dan tersenyum. Dia memakai kemeja lengan pendek berwarna biru hangat dan rok span berwarna hitam yang menutup hingga mata kaki. Rambutnya yang lurus bergaya bob pendek membingkai wajahnya yang cantik sekali.
Saat melihatku dia langsung memperkenalkan diri dan mengulurkan tangan, "Aku Denada. Kamu cucunya oma Sagenah?"
"Mafaza. Kamu bisa panggil aku Faza." ujarku sambil menyambut uluran tangannya. Saat aku menarik tanganku kembali, aku menyadari mereka sedang saling bertatapan dan terasa aneh bagiku. "Kenapa? Namaku aneh, ya?"
"Ga kok." ujar Denada singkat dengan senyum yang masih terkembang.
"Kita belum ketemu Angel." ujar Mayang pada Denada, yang sepertinya mengangguk mengerti.
"Kayaknya dia ga ikut. Tadi aku liat eyang putrinya, tapi ga liat dia. Oh ya, ini rumah nenekku. Kalian bisa main ke rumahku kapan-kapan, nanti aku bilang mama dulu. Rumahku deket kok dari sini." ujar Denada.
Aku mengangguk, "Mm ... Angel yang tadi kalian sebut, siapa?"
"Bukan siapa-siapa. Nanti juga kamu tau kalau kamu sering ikut arisan. Kita cari cemilan, yuk." ujar Mayang sambil beranjak dari tempat kami duduk.
Dari percakapanku dengan mereka, ternyata Denada setahun lebih tua dariku dan Mayang. Karena Mayang pernah lompat kelas, mereka berada di kelas yang sama, di sekolah yang sama.
Tunggu sebentar.
Astro lebih tua setahun dariku, bukan? Kenapa kami berdua berada di kelas lima?
"Faza, kamu mau lanjut homeschooling sampai lulus nanti?" Denada bertanya.
Aku menatap Denada terkejut. Namun segera menemukan pemahaman bahwa mungkin Oma sudah menceritakan kondisiku padanya. Mungkin pada Mayang juga, maka aku mengangguk.
"Ada kemungkinan nanti SMP sekolah di sekolah formal kayak kita?"
"Aku belum mikirin, tapi aku udah ngerasa cocok belajar homeschooling. Jadi mungkin mau lanjut homeschooling lagi."
Denada dan Mayang mengangguk satu sama lain. Pembahasan tentang sekolah berhenti di sana dan kami mulai membicarakan beberapa tempat wisata yang berada di area yang dekat dengan kami. Aku mendapatkan kesan sepertinya mereka akan membawaku berkeliling setelah selesai ujian nanti.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-