Pagi itu sekolah sudah ramai dengan segala kesibukannya. Di mulai dari sidik jari sebagai tanda mengikuti apel pagi, hingga upacara penaikan Bendera Merah Putih, karena hari itu merupakan hari senin.
Hari senin di Indonesia, memang sudah diwajibkan kepada setiap sekolah dan juga instasi-instansi yang menjadi satu kesatuan dalam suatu negara Indonesia, untuk melakukan upacara penaikan Bendera Merah Putih, sebagai ucapan terima kasih kepada para Pahlawan dan juga untuk memperingati serta mengenang jasa para pahlawan, yang telah susah payah membawa Indonesia menjadi bangsa yang bebas dan merdeka.
Tampak jelas sekali perbedaan pakaian yang dikenakan oleh siswa baru. Pakaian mereka masih terlihat sangat putih seperti kertas yang belum tertuang tinta dan cerah dibandingkan dengan siswa lain yang merupakan siswa yang sudah terlebih dahulu menjadi siswa dan sekrakang telah menjadi senior yang mana pakaian mereka sudah terlihat sedikit kusam atau menguning, namun tetap terlihat bersih.
Hari ini adalah hari pertama seluruh siswa memasuki sekolah setelah 3 hari sebelumnya telah di adakan masa orientasi siswa (MOS) yang di laksanakan oleh para senior kelas sebelas dan kelas dua belas, yang sebelumnya tergabung dalam anggota Osis sekolah.
Pelaksanaan upacara sedang di persiapkan dan beberapa pelaksana sedang mengambil posisi yang sesuai dengan tugas masing-masing dimulai dari pemimpin upacara, penggirik bendera, protocol, pembaca udang-undang, pembaca janji siswa, pembaca doa, ajudan Pembina upacara dan Pembina Upacara, para siswa aubade (Penyanyi) serta seluruh peserta upacara yang meliputi siswa dan guru-guru sekolah.
Semuanya tampak normal dan biasa saja seperti pelaksanaan upacara yang sudah mereka dapatkan sejak sekolah dasar, namun beberapa saat kemudian sebuah kehebohan terjadi di sela-sela persiapan upacara.
Dari arah gerbang yang sebentar lagi akan ditutup, tampak seorang laki-laki berjalan masuk yang dengan santainya melempar senyum ke arah barisan siswa baru yang berada tidak jauh dari gerbang sekolah. Senyumnya terhampar indah bagaikan cahaya mentari yang kalah karena kehangatannya.
"Bukankah itu Adith? tak ku sangka bisa melihatnya secara langsung. Dia terlihat sangat berbeda sekali, meskipun apa yang di deskripsikan oleh orang-orang selama ini sepenuhnya benar, tapi melihatnya secara langsung seperti ini, rasanya dia seperti berasal dari dunia yang berbeda dengan yang kita pijak sekarang ini." bisik salah seorang siswa kelas sebelas terpesona dengan ketampanan pemuda tersebut.
"Tidak dia lebih dari yang dikatakan oleh orang, Wajahnya bagaikan mentari yang bersinar di pagi hari. Wajah yang cukup tidak realistis, pokoknya aku bersyukur bisa hadir hari ini" tambah yang lain dengan nada yang tak kalah semangat.
"Ya ampun,, lekuk wajahnya begitu sempurna laksana pahatan ilahi yang tercipta tanpa gores dan lesung pipinya saat tersenyum sungguh melemahkan kaki ketika melihatnya." Suara-suara perempuan yang terus memuji Adith, dengan kata-kata puitis mulai merusak telinga barisan cowok yang berada disebelah mereka.
Se isi lapangan ribut dan heboh karena kedatangan Adith. Namun kemudian menjadi semakin heboh melihat seseorang yang juga menyusulnya beberapa saat kemudian tak jauh dari belakang. Dan kini bergantian dengan para laki-laki yang menjadi semakin ribut. Para guru sampai tak bisa berkata apa-apa melihat situasi kacau dan heboh tersebut.
"Wow bukankah itu Alisya, aku tak tau kalau dia akan sekolah di tempat ini" Teriak seorang siswa di barisan cowok.
"Alisya, Selamat datang..." teriak yang lainnya secara kompak dan semakin memancing kehebohan dengan begitu menjadi-jadi.
Adith menoleh ke tempat sumber kehebohan itu, dan ia sedikit mengernyitkan keningnya karena tak mengetahui siapa sosok wanita yang sedang berjalan menghampiri tempat pelaksanaan upacara tersebut.
Keadaan semakin tak terkendali karena kedatangan Alisya, yang menyebabkan para guru dan anggota Osis pun harus turun tangan untuk menenangkan keadaan yang semakin mengacau.
"Hei, kamu... kamu tidak lihat ini sudah jam berapa? kamu tidak di izinkan untuk masuk ke dalam barisan" ucap Siska, senior kelas dua belas yang merupakan anggota osis.
"Maaf kak, tapi sepertinya saya belum telat dan masih bisa memasuki barisan" jawab Alisya sopan tanpa menundukkan pandangannya dari hadapan Siska.
"Kamu, kalau dibilang telat yah telat! Kamu itu sudah telat masih juga bersikap keras kepala dengan protes." Siska membentak dengan suara yang terdengar sedikit kasar.
"Kakak bisa liat mesin sidik jari di pos jaga itu kan? mesin sidik jari itu berfungsi sebagai penanda bagi satpam. Jika lampunya berwarna hijau, itu berarti siswa masih bisa melakukan sidik jari dan belum terlambat. Sedangkan jika lampunya berwarna kuning, maka siswa itu akan mendapatkan pinalti namun masih di izinkan untuk memasuki sekolah. Dan satu lagi, jika lampu itu berwarna merah, maka siswa itu bisa dikatakan telah terlambat dan tidak dizinkan masuk" ucap Alisya menjelaskan dengan suara lembut dan tetap sopan namun terdengar dingin.
Semua orang terpaku dengan perkataan Alisya, tidak terkecuali Siska. "Bagaimana dia bisa tahu sampai sedetail itu peraturan sekolah sedang ini adalah hari pertama ia masuk dan belum banyak orang luar yang mengetahui mengenai mesin sidik jari itu karena alat itu barulah dipergunakan pada hari ini sedang sebelumnya hanya berupa absen berjalan saja." Batin Siska
"Dia benar Siska, sebaiknya kamu jangan terlalu keras. Mereka masih baru pertama masuk sekolah, jadi masih banyak penyesuaian yang harus di lakukan" Ucap Firman dari belakang Siska, yang merupakan ketua osis pada saat itu.
Alisya dipersilahkan memasuki barisan dengan semua teriakan para laki-laki yang mengangungkan cara Alisya saat menangani sikap angkuh Siska. Terlebih lagi dengan gaya yang tetap sopan namun dingin.
"Hebat!!! Sikap tenang dia saat berhadapan dengan Siska benar-benar luar biasa." Bisik seorang pria di barisan upacara paling depan.
"Keberaniannya layaknya api yang berkobar tak perduli akan siapapun dan apapun yang sedang dihadapinya." Tambah yang lainnya lagi dengan terus berbisik-bisik yang membuat seorang anggota osis menegur mereka dengan tegas.
"Dia bukan hanya cerdas, tapi juga cantik." Seru seseorang yang berada pada barisan laki-laki kelas sebelas yang kagum kepada Alisya.
"Tidak hanya cerdas. Tapi dia juga cantik, kecantikannya itu bagaikan melati yang baru mekar. Wajahnya yang putih layaknya rembulan yang bersinar di malam hari yang gelap." Seru seseorang yang berada disampingnya.
"Salah⊠harusnya yang menyinari hatiku yang gelap! Hahahahaha" mereka langsung tertawa cekikikan yang kemudian mereka segera mendapat teguran lagi dari salah seorang guru yang tak jauh berada disana.
Kehadiran Alisya membuat semua orang yang berada di sana cukup memiliki kesan yang sangat tinggi kepadanya. Terlebih saat dia tidak perduli atau mungkin tak tahu bahwa Adith yang merupakan siswa nomor satu di sekolah itu sedang memperhatikan dirinya.