Chapter 7 - Jembatan

Aku baru saja selesai mandi saat mengecek handphone yang kutinggalkan di samping komputer. Ada pemberitahuan grup baru yang dibuat oleh Denada di sebuah aplikasi pesan. Grup itu diberi nama : Lavender.

Kurasa aku tahu kenapa grup itu dinamakan seperti itu, karena entah bagaimana aku, Mayang dan Denada menemukan hal yang lucu. Jenis bunga kesukaan kami sama, yaitu lavender.

Aku membuka grup itu, tapi tak ada pesan apapun. Hanya ada pemberitahuan Denada mengundangku masuk ke grup. Namun ada pesan lain dari Astro dan aku membukanya.

Astro : Kamu bikin akun instagram?

Aku : Belum, kenapa?

Astro : Ga pa-pa

Kurasa aku akan mengabaikannya. Aku meletakkan handphoneku kembali dan keluar dari kamar sambil mengusap rambut yang basah dengan handuk. Di dapur, aku mengambil segelas susu dingin dan sebuah pir dari kulkas. Saat kembali ke kamar dan duduk di depan meja komputer, sudah ada pemberitahuan baru di handphone yang berisi pesan dari Denada dan Mayang di grup Lavender.

Mayang : Aku udah di rumah. Nanti kita bikin jadwal main abis lulus ya. Sekarang aku ga bisa banyak main dulu. Aku harus fokus belajar

Denada : Aku main ke rumah kamu boleh dong. Kita belajar bareng

Mayang : Boleh. Faza udah di rumah?

Aku : Udah

Denada : Faza punya akun sosial media ga?

Aku : Ga punya

Denada : Kalau nanti bikin kasih tau ya

Aku : Iya

Aku sama sekali tak berminat membuat akun sosial media apapun, tapi kuiyakan saja karena tak tahu bagaimana harus menjelaskannya. Aku tak ingin mengikuti anak lain yang membuat akun sosial media hanya untuk dianggap eksis.

Aku mengambil buku materi dari rak di samping meja komputer. Aku berniat belajar sebelum tidur saat melihat pemberitahuan pesan masuk ke handphone.

Astro : Minggu depan kita ke rumah pohon

Aku : Okay

Astro : Abis itu aku ga bisa ke rumah opa dulu sampai liburan naik kelas

Aku mengecek kalender meja. Aku membalik halaman dan menemukan beberapa tanggal yang kulingkari. Dua bulan lagi saatnya kenaikan kelas. Bersamaan dengan itu, Denada dan Mayang pasti sedang sibuk sekali mempersiapkan semua keperluan sekolah baru mereka.

***

Kak Anggun sedang menjelaskan jenis-jenis akar tanaman saat kami menggali beberapa jenis tanaman bumbu dapur di kebun milik Oma. Jenis akar yang sedang dijelaskan oleh Kak Anggun diantaranya jahe, lengkuas, kunyit, sereh, bawang merah, cabai, dan tomat. Sebetulnya ada beberapa jenis pohon buah dan bunga, tapi terlalu repot jika harus menggali semuanya.

Aku senang sekali saat Kak Anggun setuju dengan ideku untuk menggali akar tanaman dan mengidentifikasikannya dibanding hanya melihat gambarnya dari buku. Dengan cara ini, entah kenapa membuatku merasa seperti sedang belajar dengan Bunda.

"Gambar kamu bagus. Mau lanjut ke sekolah seni?" Kak Anggun bertanya sambil memperhatikan goresan demi goresan yang kubuat di lembaran buku.

Aku belum menjawab pertanyaannya, tapi Kak Anggun tiba-tiba justru sangat bersemangat memberi arahan padaku apa saja yang mungkin akan kutempuh jika ingin melanjutkan ke sekolah seni. Walau sebetulnya, jika saatnya tiba, mungkin aku akan memilih mempelajari bisnis untuk melanjutkan perusahaan Ayah dan toko kain Opa.

***

Hari minggu datang dengan cepat. Pagi-pagi sekali, Astro sampai di rumah Opa. Kami sarapan bersama dan meminta izin untuk berangkat ke rumah pohon pada Opa setelahnya. Opa mengizinkan dan berpesan kami harus kembali sebelum malam tiba.

Kami berjalan kaki melewati deretan pohon karet, menyusuri sawah yang berkelok, juga memasuki deretan hutan yang pohon-pohonnya terlihat masih muda. Pohon-pohon di hutan itu terlihat tinggi dan besar, namun jarak antar pohonnya tidak terlalu rapat dan masih mendapat banyak sinar matahari.

Kami terus berjalan sambil berbincang tentang berbagai hal tentang tumbuhan yang kami temui dan membicarakan kawasan hutan ini. Namun saat sampai di depan sebuah jembatan kecil, langkahku terhenti. Jembatan itu hanya selebar beberapa meter dan panjang tidak lebih dari lima belas meter. Di bawah jembatan itu ada sungai yang tidak terlalu dalam dengan arus yang tidak terlalu kuat. Situasi ini akan terlihat aman dan baik-baik saja andai aku tak memiliki pengalaman buruk dengan jembatan yang membuatku kehilangan keluarga.

Bayangan mimpi burukku seketika kembali berkelebat di depan mata, membuat napasku tertahan dan terasa ada batu besar jatuh ke dasar perut. Aku bahkan mulai merasakan sesuatu yang dingin mengaliri tengkukku.

Astro yang berada beberapa langkah di hadapanku menghentikan langkah saat melihatku terpaku, "Kamu bisa pegang teralisnya kalau takut."

Aku menggeleng, "Ada jalan lain?"

"Aku cuma tau jalan ini aja. Mau coba muter? Tapi kayaknya jauh banget."

Aku menggeleng kembali. Aku merasa buruk sekali dengan diriku sendiri. Aku selalu berusaha mengabaikan mimpi buruk yang setiap malam datang, walau tubuhku selalu basah dengan keringat saat pagi menjelang. Aku masih tak kuasa menahan air mata yang jatuh saat melihat kelebatan kejadian saat jembatan runtuh itu terulang di depan mataku. Namun menghadapi jembatan di hadapanku ini benar-benar sesuatu yang tidak aku bayangkan. Haruskah kami pulang dan membatalkan rencana?

Aku ingat Astro berkata ini adalah hari terakhir dia bisa menemaniku bermain sebelum ujian sekolahnya tiba. Kami baru akan bisa bermain bersama lagi setelah libur sekolah. Akan sangat disayangkan jika perjalanan kami hari ini menjadi perjalanan yang sia-sia.

Lebih dari itu, aku sangat penasaran dengan rumah pohon yang akan kami tuju. Apakah itu rumah pohon yang Bunda datangi dulu? Mungkin masih ada beberapa tanda bekas peninggalan pemiliknya di sana, bukan?

Hatiku bergemuruh dan terasa aneh. Aku takut, tapi juga merasa harus melawannya. Isi kepalaku memerintahkan diri untuk tenang dan ada suara yang seolah berbincang pada diriku sendiri bahwa kali ini akan baik-baik saja. Jembatan itu terlihat baik-baik saja, yang perlu kulakukan hanya mencoba melangkah.

Aku memaksa kaki yang terasa lemas untuk bergerak maju. Keringat mengalir di punggungku. Bulu halus di tanganku terasa mengalirkan sensasi aneh dan dingin. Bahkan pandangan mataku terasa seperti berputar. Pikiranku memberi ide untuk mundur tiba-tiba, tapi hal itu tetap terasa salah bagiku.

Haruskah aku melakukan ini? Kami bisa kembali lain kali, bukan? Kurasa Astro pasti mengerti.

Aah akankah dia mengerti?

=======

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte

Novel ini TIDAK DICETAK.

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!

Regards,

-nou-