Chapter 40 - Rusak

Astro tak bereaksi apapun pada ucapan Angel dan justru mengajakku bicara, "Nanti pulang bareng ya. Aku ga ada pertemuan robotik hari ini."

Aku hanya mengangguk dan berlalu. Aku mengikuti langkah teman-temanku ke gedung olahraga untuk pengambilan nilai senam lantai. Kami selesai tepat saat bel istirahat kedua berbunyi.

"Makan yuk, Za." ujar Siska. Aku hanya mengangguk dan mengikutinya.

Murid kelas kami adalah yang pertama menguasai meja kantin siang ini karena jarak dari gedung olahraga ke kantin dekat sekali. Kami tak perlu repot-repot mengganti pakaian lebih dulu karena bisa dilakukan nanti saat kami kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran.

Aku memesan seporsi kwetiau pedas dan segelas es semangka, lalu duduk bergabung bersama Siska dan Fani. Entah dari mana, Astro tiba-tiba duduk di sebelahku. Aku sama sekali tak melihat dari mana dia datang.

"Ga baik makan makanan terlalu pedes. Kamu makan sate punyaku aja nih." ujar Astro sambil menukar makanan dan mulai mengunyah kwetiau pedasku tanpa menoleh.

"Sekali-sekali ga pa-pa kok." ujarku sambil menatap kwetiau milikku nelangsa.

"Kalian cocok. Kenapa ga jadian aja sih? Heran deh." ujar Fani yang duduk tepat di hadapanku.

Aku malas membahasnya dan mulai mengunyah seporsi sate di hadapanku setengah hati. Satenya terasa enak, tapi aku sedang ingin makan pedas siang ini. Astro benar-benar menyebalkan.

Tasya dan Donna bergabung di satu meja dengan kami. Meja di kantin itu memang cukup untuk menampung delapan orang dan sangat pas untuk dipakai berbincang bersama kelompok seperti ini.

"Udah ga udah ngurusin mereka. Kalau jadian juga kita yang tau duluan." ujar Donna.

Aku tahu Donna hanya sedang menggodaku, tapi aku benar-benar malas mengikuti percakapan ini. Aku memilih makan dalam diam dan berniat segera menghabiskan makanan untuk kembali ke kelas. Sepertinya akan lebih baik jika aku cepat kembali karena harus berganti pakaian.

"Kalian nanti dateng ya pas lomba robotik. Posternya udah ada di mading. Lebih rame lebih bagus, soalnya kita pegang piala bertahannya." ujar Astro setelah menyelesaikan kwetiaw pedas yang dia rampas dariku.

"Masih bulan depan kan?" Tasya bertanya.

Astro hanya mengangguk, lalu meneguk es teh miliknya.

Siska yang duduk di sebelahku menyentuh lenganku dengan lengannya dan berbisik, "Ada Angel di arah jam dua. Jangan diliat. Dia lagi liatin ke sini. Kalau kamu udah selesai, kita balik ke kelas aja."

Aku mendengarnya dengan jelas, tapi hanya mengangguk untuk menanggapi dan menghabiskan makanan tanpa mengatakan apapun.

"Aku udah bilang nanti kita pulang bareng kan?" Astro bertanya.

Aku hanya menggumam mengiyakan, lalu menghabiskan es semangka yang terasa segar sekali setelah olahraga seperti ini. Kemudian bertatapan dengan Siska dan saling bertukar isyarat untuk kembali ke kelas.

"Aku balik ke kelas duluan ya." ujar Siska pada yang lain yang masih berusaha menghabiskan makanan.

Aku mengikuti Siska bangkit, "Aku juga."

Kami beranjak dan mengembalikan piring bekas makanan ke meja khusus piring kotor sebelum naik ke lantai tiga. Astro berjalan mengikuti di sebelah kami.

"Kamu ngapain sih nempel terus?" aku bertanya dengan ketus karena masih merasa sebal kwetiau milikku dimakan olehnya.

"Siapa yang nempel? Aku juga mau balik ke kelas. Kelas kita kan sama-sama di lantai tiga." ujar Astro sambil memberiku senyum menggodanya yang biasa.

Siska menggeleng melihat tingkah kami, "Kalau aku ga kenal kalian deket begini, aku pasti udah baper liat kalian setiap hari ke mana-mana berdua."

Aku mengabaikan ucapannya. Aku benar-benar lelah dengan topik ini sekarang.

"Nanti pulang bareng." ujar Astro yang baru saja akan memisahkan diri di persimpangan koridor.

"Iya, Tuan Astro yang bawel." ujarku dengan kesal. Dia cukup mengatakannya sekali saja aku sudah mengerti, tak perlu mengulang beberapa kali. Memangnya dia tak tahu bahwa itu terasa mengganggu sekali?

Siska tertawa di sepanjang koridor dan masih meninggalkan sedikit sisa tawa saat memasuki kelas. Kelas kami masih sepi, hanya ada Zen dan Reno yang berdiri di dekat mejaku. Namun mereka menatapku dengan tatapan khawatir.

"Kita masuk tadi ga ada siapa-siapa, tapi meja kamu udah begini." ujar Reno sambil melirik ke arah mejaku.

Jaket, kaos dan celana gantiku untuk bersepeda berserakan di atas meja, dengan berbagai robekan. Sedangkan tas jinjing khusus pakaian gantiku tergeletak di atas kursi walau tanpa cacat.

"Ini apa-apaan?" Siska berteriak marah saat melihatnya. Suara tawanya yang masih mengikuti perjalanan kami beberapa saat lalu menghilang tanpa sisa.

Aku membuka ransel. Buku-buku, alat tulis, handphone dan seragam, semuanya terlihat baik-baik saja. Aku tidak membawa topi hari ini karena tadi pagi rambutku masih basah saat berangkat sekolah. Aku baru menyadari, selama sedang mengikuti jam pelajaran olahraga, kelas kami memang kosong tanpa penghuni.

Sial, ternyata masih ada yang melanjutkan keisengannya.

"Jangan bilang siapa-siapa. Aku masih bisa pakai baju olahraga buat pulang." ujarku.

"Telat. Aku udah chat Tasya. Aku pikir kamu lagi sama Tasya tadi." ujar Zen dengan tatapan bersalah.

"Ga ada yang lain yang tau kan? Keep silent (Diem aja) ya."

"Kenapa kamu ga lapor aja? Ini bullying tau. Sekolah bisa babtu kasih kamu solusi dan lindungin kamu." ujar Reno.

"Faza," aku mendengar suara Tasya yang terdengar tercekat. Dia berlari menghampiri kami dan menatap nanar saat melihat pakaian gantiku berserakan. "Astaga!"

Aku buru-buru melipat pakaian ganti dan memasukkannya ke tas jinjing. Aku tak ingin ada orang lain yang tahu selain kami, "Keep silent, please."

"Ini udah yang kedua, Faza." ujar Tasya dengan nada keberatan yang jelas sekali di suaranya.

"Kedua?" Zen bertanya untuk meminta konfirmasi.

"Hari senin ada yang ngasih kotak isi ulet di meja ini. Aku diem aja karena Faza yang minta ga bikin orang lain panik, tapi kalau begini aku bener-bener harus lapor bu Gres. Ini udah kelewatan."

"Kalau Bu Gres tau, seisi sekolah juga tau. Aku bisa bikin panik semua orang yang ga ada hubungannya sama kejadian ini." ujarku mencoba menjelaskan.

"Kita bisa minta bu Gres buat nanganin ini diem-diem." ujar Zen.

"Trus apa bedanya kalau kita yang diem? Ada ratusan murid, ada puluhan staff juga di sini. Kalau berita ini nyebar, semua orang bisa jadi tersangka. Kita cuma akan bikin keributan, tapi pelakunya mungkin malah jadi lebih hati-hati buat ngumpet."

"Tapi, Za ..."

"Please, biar kita aja yang tau. Aku ga pa-pa kok. Ga ada yang luka. Lagian ini cuma ngerusak baju. Aku bisa pakai baju yang lain."

Mereka bertatapan satu sama lain dan sepertinya kesulitan menentukan solusi.

"Aku baik-baik aja. Aku ga ambil hati urusan kayak gini. Kalau emang yang ngelakuin punya niat mau bully aku, aku ga akan terpengaruh apa-apa." ujarku yang mencoba menjelaskan sekali lagi.

"Okay, tapi kalau ada kejadian kayak gini lagi aku pastiin aku yang lapor. Aku ga akan minta persetujuan kamu dulu." ujar Zen dengan tatapan kesal.

"Thank you." ujarku sambil menatap teman-temanku satu-persatu. Aku tahu ada tatapan khawatir yang jelas sekali di mata mereka, juga semburat tak rela.

=======

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte

Novel ini TIDAK DICETAK.

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!

Regards,

-nou-