Chapter 46 - Kwetiau

Setelah tiga hari sosialisasi calon kandidat melalui mading dan website resmi sekolah, akhirnya pengumuman pengurus OSIS yang baru disiarkan siang ini, dengan Zen terpilih sebagai Ketua OSIS dan Beni terpilih sebagai Wakil Ketua OSIS. Hal ini membuat jurusan bahasa populer sebagai pilihan bagi kelas sepuluh yang akan melanjutkan minat dan bakatnya saat naik ke kelas sebelas.

Murid kelas kami merayakan kemenangan Zen dengan membuat banyak permintaan. Ada yang meminta dibuka stand baru di kantin yang menjual makanan khas korea, ada yang meminta perpustakaan menyediakan layanan online hingga tak perlu menunggu lama saat akan meminjam buku karena petugas perpustakaan yang akan mengantar buku pada kami, bahkan ada yang meminta disediakan layanan antar jemput khusus dari sekolah seperti taksi.

"Emangnya sekolah ini tiba-tiba berubah jadi punyaku mentang-mentang aku jadi Ketua OSIS yang baru?" Zen memprotes permintaan teman-teman kami yang berkumpul di dekat mejanya sesaat setelah pengumuman resmi pengurus OSIS dilakukan.

Kalimat protesnya membuatku mengingat Astro. Sepertinya Astro tak pernah merasa terganggu dengan permintaan tak masuk akal dari siapapun walau dia adalah anak pemilik yayasan yang menaungi sekolah. Hal ini membuatku berasumsi bahwa mungkin memang tak ada seorang pun yang tahu bahwa Astro adalah anak pemilik yayasan. Mungkin memang sudah takdirnya menjadi murid populer bahkan tanpa membawa pengaruh kekuasaan siapapun di belakangnya.

Bel istirahat kedua yang baru saja berbunyi membuat kerumunan menghilang dengan cepat. Setertarik apapun mereka semua pada posisi baru Zen, sepertinya mereka lebih tertarik untuk mengisi perut di kantin dan meninggalkan Zen yang masih bersungut-sungut di mejanya.

"Selamat ya, Zen." ujarku karena aku belum sempat memberinya selamat.

"Kalau kamu ikut daftar jadi kandidat pengurus mungkin kamu yang jadi wakil ketuanya."

Aku tertawa, "Random banget pikiran kamu. Aku ga mungkin ikut ngurusin OSIS. Kerjaanku di luar sekolah ada banyak. Sorry ya, ga bisa bantu."

Aku memang menyadari hubunganku dan Zen mengalir secara natural setelah dia memindahkan meja ke sebelahku. Kami berbincang banyak hal dari yang penting sampai hal-hal yang aneh yang terlintas di kepala kami. Dia bersikap lebih baik padaku setelah tahu aku yatim piatu dan berjanji akan merahasiakan hal itu bahkan tanpa aku memintanya. Seandainya ada pemilihan kandidat teman paling menyenangkan, kurasa aku akan memilihnya.

Aku menoleh dan mendapati sosok Astro yang sedang menatapku dari jendela saat menyadari tatapan Zen terpaku ke arah sana. Astro sedang menyandarkan tubuh pada teralis seperti biasa.

"Aku duluan ya, Zen." ujarku sambil memberi isyarat pada Zen karena Astro menungguku di luar. Zen hanya mengangguk dan mulai berkutat dengan handphonenya.

"Sejak kapan dia duduk di sebelah kamu?" Astro bertanya dengan ketus saat aku sampai di sisinya.

"Seminggu ini kayaknya. Kamu kan jarang ke sini belakangan ini. Mau ke kantin?"

"Aku mau pindahin mejaku ke sebelah kamu aja biar dia jauh-jauh." ujarnya sambil membuntutiku menyusuri koridor.

"Seriously?" ujarku dengan tatapan tak percaya.

"Aku serius."

Aku akan mengabaikannya. Mana mungkin dia bisa tiba-tiba berubah jurusan dan muncul di kelasku hanya dengan alasan aneh seperti itu?

"Kamu pakai sampo dariku?" Astro bertanya.

Aku menghentikan langkah karena berniat menegurnya, tapi kepalaku terbentur dagunya dan terasa sakit. Aku mengusap bagian yang terbentur untuk mengurangi rasa sakitnya.

"Sorry." ujar Astro sambil mengangkat tangan. Sepertinya dia berniat mengusap kepalaku, tapi sedetik kemudian menahan tangan di udara. "Lagian kamu kenapa tiba-tiba berhenti sih? Kan bahaya."

"Aku mau negur kamu. Jangan cium aroma orang sembarangan begitu." ujarku sambil menatapnya sebal.

"Look who's talking (Coba liat siapa yang ngomong). Kan kamu duluan yang nyium aroma orang sembarangan."

Sial. Dia benar.

Aku mengedarkan pandangan ke sekitar, untunglah tak ada siapapun. Aku baru saja akan memprotesnya saat menyadari hal seperti ini sebaiknya tak dibicarakan di tempat umum. Namun kurasa aku akan menganggap percakapan ini tak pernah ada hingga melanjutkan langkah menuju kantin dalam diam, dengan tangan masih mengusap kepala.

Aku terbiasa keramas saat malam hari, karena aroma sampo membuatku mendapatkan pengalaman tidur lebih baik. Seingatku sampoku sebelum ini tidak menguarkan aroma intens hingga ada orang lain yang sanggup mencium aromanya.

Apakah sampo pemberian Astro memang memiliki aroma yang lebih kuat? Jika memang benar, tak mengherankan jika aku sanggup mengingat aroma itu menguar dari topi yang dipakainya, bukan?

"Mau makan apa? Aku pesenin." Astro bertanya setelah sampai di kantin.

"Mau kwetiau pedes." ujarku sambil duduk.

"Jangan makan itu terlalu sering. Nanti kamu sakit."

"Kwetiau terakhirku kan kamu yang makan. Aku minta ganti." ujarku sambil menatapnya sebal.

Astro terdiam sebelum beranjak menjauh, "Kali ini aja ya."

Aku hanya mengangguk dan mengamit handphone dari saku. Seingatku sebelum aku berbincang dengan Zen, aku sedang berkirim pesan dengan Mayang dan Denada tentang acara menginap di rumah Denada sabtu ini.

Mayang : Nanti aku bawa madu buat maskeran. Bulan kemarin aku nemu resep masker dan aku udah nyoba sekali. Kulitku jadi kenyel gitu. Aku suka banget!

Denada : Di rumah ada madu kok. Kemarin mama bawa pulang lima botol pas pulang dari Riau

Aku : Nanti aku bawa brownies ya

Denada : Iih Faza bikin ngiler! Harusnya ga usah bilang. Kan aku jadi kebayang brownies bikinan kamu!

Aku : Sabar ya. Nanti aku bikin dua deh

Tiba-tiba terasa ada sesuatu yang dingin menempel di kepalaku, tepat di tempat yang terasa sakit karena terkena dagu Astro sesaat lalu.

Betul juga, bagaimana dengan dagunya?

"Pegang." terdengar suara Astro memintaku mengambil alih kaleng dingin yang membuat sakit di kepalaku perlahan reda.

Aku memegangnya dengan hati-hati. Aku ingat tadi dia menahan diri untuk tak menyentuh kepalaku. Aku tak ingin dianggap sengaja menyentuhnya kali ini.

"Ini kwetiaunya ya, Den." ujar Pak Bagas yang sedang membantu Astro membawa dua porsi kwetiau di kedua tangannya.

"Makasih, Pak." ujarku karena merasa sungkan jika sampai dibantu mengantar seperti ini. Biasanya kami akan membawa makanan kami masing-masing.

"Ga pa-pa. Den Astro tangannya ga muat kalau bawa semuanya." ujar Pak Bagas sambil memindahkan kwetiau dari tangannya ke atas meja. "Mari, Den, Mbak Faza."

Aku mengangguk dan baru menyadari di meja kami sudah ada dua porsi kwetiau pedas, dua gelas es semangka dan satu kaleng minuman isotonik yang sudah terbuka. Sepertinya kaleng isotonik yang terbuka itu adalah milik Astro.

"Coba liat siapa yang bilang jangan makan makanan pedes sering-sering?" ujarku yang berusaha memprotes kalimat Astro beberapa saat lalu.

"Ga ada waktu buat pesen yang lain. Keburu bel masuk kelas." ujarnya yang mulai mengunyah makanan. Alasan yang akan cukup masuk akal bagi siapapun yang mendengarnya, tapi aku tahu Astro memang menyukai kwetiau pedas itu. Coba lihat bagaimana dia memakannya dengan begitu lahap.

=======

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte

Novel ini TIDAK DICETAK.

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!

Regards,

-nou-