Aku sedang menatap diriku sendiri di cermin toilet parkiran sepeda. Aku memakai kembali pakaian olahragaku. Andai saja Astro hari ini ada pertemuan robotik, aku tak perlu pusing memikirkan bagaimana aku akan pulang.
Apa yang harus kukatakan padanya nanti? Dia pasti curiga. Sedangkan tadi pagi jelas-jelas dia melihatku memakai kaos, celana panjang dan jaketku yang biasa, yang sekarang terkoyak entah oleh siapa.
"Kamu baru mikirin itu sekarang?" Siska bertanya setelah selesai berganti pakaian, seolah tahu aku sedang memikirkan apa.
"Aku bilang bajuku basah kena air, gimana?"
"He won't trust you (Dia ga bakal percaya). Kamu kan tau Astro."
"Trus aku harus gimana?"
"Kasih tau aja."
Aku masih berkutat dengan pikiranku. Jika Astro mengetahui kejadian itu, sama halnya dengan memberitahunya siapa pelakunya dan kejadian ini mungkin saja akan sampai pada Opa.
Astro tak akan membiarkan siapapun itu lepas dengan mudah, tapi bukankah itu hal yang sempurna? Pelakunya tak akan melakukan hal semacam ini lagi, bukan?
"Nanti aku pikirin deh. Yuk." ujarku sambil mengajak Siska keluar dan menemui Astro yang sedang menyandarkan punggung pada dinding seperti biasa.
"Kenapa kamu pakai baju olahraga?" Astro bertanya. Tepat seperti dugaanku.
"Ga pa-pa kok. Yuk pulang." ujarku yang berusaha menghindari dengan mendahuluinya berjalan menuju sepeda.
"Faza." Astro memanggilku.
Aku mengabaikannya.
"Dia kenapa sih?" Astro bertanya pada Siska.
"Mending Faza yang jelasin ke kamu nanti."
Aku melihat mereka mendekat. Memang sudah kebiasaanku untuk menunggu agar kami bisa bersepeda bersama, tapi kali ini aku menyesalinya. Seharusnya aku menaiki sepeda lebih dulu agar tak mendapatkan pertanyaan dari Astro.
Astro menahan stang sepedaku dan menatapku dengan alis mengernyit mengganggu, "Kamu kenapa?"
"Ga pa-pa. Ayo pulang. Aku punya banyak kerjaan di rumah."
"Tell me first (Kasih tau aku dulu) atau kita ga akan ke mana-mana."
Aku baru saja akan berkata aku sedang menstruasi, tapi dia tahu sekitar dua minggu lalu aku sudah mendapatkan tamu bulananku. Dia pasti tahu jika aku berbohong.
"Nanti aku ceritain di rumah." ujarku pada akhirnya.
Astro masih menatapku, seperti sedang menimbang sesuatu. Dia melepas stang sepedaku sesaat setelahnya, lalu melepas ransel yang dipakainya dan melepas jaketnya. Dia menyodorkan jaketnya padaku.
Aku memakai jaketnya dan kami mulai meninggalkan parkiran. Akan lebih baik jika aku tak menolak keputusannya atau kami akan memulai titik awal perdebatan kami lagi.
Kami bersepeda dalam diam. Sampai di tugu, Siska memberi isyarat padaku untuk bersemangat sebelum berpisah arah.
Aku tak tahu apakah Astro merencanakan akan mampir ke rumah atau tidak saat dia mengajakku pulang bersama. Namun karena aku berhutang penjelasan padanya, sepertinya dia akan menunggu sampai aku membuka suara dan mendapatkan informasi yang dia inginkan.
Kami memarkir sepeda di halaman sesampainya di rumah. Aku mengajak Astro masuk dan berharap akan bertemu Oma di dapur, tapi tak tidak ada siapapun. Aku menaruh semua tas di meja makan dan mengecek handphone. Aku ingat aku mendapatkan pesan dari Oma satu setengah jam yang lalu yang belum kubuka.
Oma : Oma di rumah sakit nemenin opa check up. Faza bisa makan makanan yang di kulkas. Nanti tinggal diangetin aja soalnya Asih tadi ijin pulang cepet. Mau ada acara pengajian katanya
Aku : Iya, Oma. Faza udah di rumah sama Astro. Nanti hati-hati di jalan ya
Aku menghela napas. Berarti hanya aku dan Astro, berdua di rumah ini. Entah bagaimana tiba-tiba terasa ada sesuatu yang asing berputar di perutku yang membuatku menimbang apakah akan tetap di sini atau mengajaknya beranjak ke teras depan.
"Kenapa?"
"Oma lagi nganter Opa check up. Bu Asih ijin pulang cepet jadi kita cuma berdua di sini." ujarku yang sedang berusaha menjelaskan. Aku berharap dia mengerti dengan maksud kalimatku.
"Aku langsung pulang kalau kamu udah cerita." ujarnya dengan santai. Dia mengamit dua gelas dan membuka kulkas, lalu mengisinya dengan air dingin dan menyodorkan satu padaku. Sepertinya dia benar-benar menganggap rumah ini seperti rumahnya.
Lalu apa bedanya denganku? Aku juga bersikap sama saat berada di rumahnya. Entah kenapa hal ini tiba-tiba membuatku canggung.
Aku duduk di salah satu kursi di dekatku, lalu meneguk air perlahan. Aku sedang berpikir bagaimana cara menjelaskan semua padanya tanpa membuatnya khawatir.
"Gimana, Nona? Kamu cepet cerita, aku cepet pulang. Aku laki-laki, kamu tau?" Astro membuka suara.
Uugh tentu saja aku tahu.
Aku membuka tas jinjing yang tergeletak di atas meja. Aku memutuskan akan memperlihatkan padanya dan melihat reaksinya lebih dulu.
"Kenapa baju kamu begini?" Astro bertanya sambil meneliti berbagai sobekan pada pakaianku. Aku tahu ada sesuatu yang mengganggu pikirannya karena alisnya terlihat mengenyit mengganggu.
"I have no idea (Aku juga ga tau)."
Astro menatapku lekat. Tak ada satupun dari kami yang mengatakan apapun. Sepertinya dia sedang menganalisa dalam diam, begitu pun denganku.
"Angel?" entah apakah Astro sedang bertanya atau memberikan pendapat.
Aku hanya menaikkan bahu. Akan egois sekali jika aku menuduh siapapun tanpa bukti.
"Kenapa sekolah ga ambil tindakan?"
"Aku minta anak-anak tutup mulut. Zen udah janji kalau ada kejadian ketiga, dia mau lapor. Dia ga akan peduli aku setuju atau ga."
"Jadi ada yang pertama? Kenapa kamu ga bilang ke aku?"
"Yang pertama cuma cacing. Aku ga nganggep itu penting."
"Bisa ga kamu tuh berhenti mikir kalau aku ga penting?"
"Bukan kamu yang ga penting, tapi cacingnya, Astro."
Uugh kenapa pula aku harus menjelaskannya seperti ini?
Aku memeluk meja dapur dan menyembunyikan wajah di antara lengan. Selama tak ada suara di antara kami, selama itu juga aku bergeming. Aku tak tahu bagaimana ekspresi Astro selama beberapa saat ini dan aku tak ingin mengetahuinya.
"Nanti aku bantu kamu cari tau siapa yang bikin ulah." ujarnya setelah rasanya selamanya.
"Aku ga mau ada ribut-ribut."
"Kan ga harus ribut-ribut."
Aku mendongak untuk menatapnya, "Kamu mau pakai cara apa?"
"Nanti kamu liat. Sekarang kamu pakai jaketku aja dulu. Aku ada beberapa yang lain. Hari minggu nanti aku temenin kamu belanja sekalian kita ke resort."
Aku mengangguk. Dia benar-benar mengerti aku. Aku memang malas sekali belanja hingga hanya memiliki satu jaket. Selebihnya adalah berbagai kemeja yang biasanya kupakai setelah memakai kaos.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-