Setelah kembali dari luar negeri. Fariz menjalani masa pemulihan di rumah. Fariz adalah jenis orang yang gila kerja. Walaupun saat ini dia belum masuk kantor karena kondisinya. Fariz selalu membaca perkembangan perusahaan nya. Sering kali Jodi membawa pulang berkas berkas untuk di tanda tangani oleh Fariz.
.....
Di siang hari, Arina membawa perlengkapan obat menemui Fariz. Tak ada kata yang terucap, hanya kecepatan tangan.
Arina menulis di papan tulis. "tuan, waktunya mengoles obat"
Di punggung Fariz terdapat luka yang perlu di oleskan salep.
Tanpa kata, Fariz langsung melepas baju bagian atas. Arina berjalan kebelakang Fariz, dan mengoleskan obat.
Setelah itu, Arina menulis kembali, lalu menunjukkan kepada Fariz. "tuan, luka anda sudah hampir sembuh".
sambil memakai bajunya, Fariz baru merespon."hmm, terima kasih"
Arina lalu menyodorkan sebuah jus mangga, supaya Fariz meminumnya.
Fariz langsung meminumnya, entah kenapa? dia tidak pernah menaruh rasa waspada terhadap perawatnya ini. Ada rasa percaya jauh dalam hatinya.
Mungkin karena mengingat ibunya lah yang telah memilih Arina langsung sebagai perawat pribadinya.
"kamu boleh pergi" setelah mendapat perintah. Arina keluar.
..... ... .....
#catatan~Arina memutuskan untuk tidak berbicara secara langsung pada saat bersama Fariz. Sejak memutuskan untuk merawat Fariz, dia lebih memilih untuk berbicara lewat sebuah tulisan saat berkomunikasi dengan nya. Keputusan ini hampir ditolak oleh Tante Cindy. Namun karena ini pilihan nya, jadi tetap di bolehkan.
.... ..... .... ....
Arina menghampiri Tante Cindy yang sedang memasak di dapur. Dia membantu menata makanan ke meja. Setelah selesai menyiapkan makan malam Tante Cindy dan arina minum teh di taman belakang sambil berbincang masalah Fariz.
Matahari mulai gelap, Arina ingin tetap tinggal dan ibunya Fariz masuk untuk mengajak putranya makan malam.
...
makan malam telah tiba...
3 orang sedang makan bersama. Tante Cindy, Fariz dan Arina.
Arina mengambilkan lauk untuk Tante Cindy dan Fariz. Karena sejak dirinya memilih untuk menjadi perawatnya Fariz, dia selalu mengambilkan makanan yang dimeja untuk mereka. Fariz pun tak keberatan.
*Setelah selesai makan, Fariz ingin mengutarakan niatnya. bahwa dirinya sudah tidak membutuhkan perawat. Karena lukanya sudah hampir sembuh.
"mah, ada yang perlu aku bicarakan"
"ada apa Fariz?"
Arina tau, ada hal yang seharusnya dia dengar. maka berdiri, lalu pamit pada tante Cindy dan Fariz menggunakan isyarat.
Setelah Arina pergi, Fariz melanjutkan. "mah, aku sudah hampir sembuh, dan juga aku ingin kembali ke perusahaan"
"lalu?"
"aku tak perlu lagi, menggunakan jasanya (maksudnya Arina)"
"kamu ingin memecat Arina?"
"iya" dengan mantab Fariz menjawab, namun jauh dalam hatinya ada sesuatu yang tidak bisa diucapkan.
"baiklah" Tante Cindy membolehkan. "tapi apakah kamu, tidak ingin tahu tentangnya?"
"buat apa?" tak peduli Fariz menjawab.
"Fariz, kamu ingin tahu ngga? kenapa Arina ngga bicara?" Tante Cindy mengamati raut Fariz. Tidan menunggu jawaban Faiz lalu melanjutkan.
"anak itu(Arina) sungguh kasihan. Dia mendapat musibah disaat setelah dia mendapat kebahagiaan"
"maksudnya mah?" Fariz jadi penasaran, walau bagaimanapun Arina tetap perawatnya, jadi ingin tahu juga.
"katanya. waktu itu dia baru dilamar oleh kekasihnya. Tapi pada saat malam hari prianya mendapat kecelakaan. Dan lelakinya telah melupakan dirinya. Jadi dia lebih memilih untuk tidak berbicara saat ini" tanpa sadar Tante Cindy meneteskan air matanya, tapi buru buru dihapusnya. [Bagaimana dia ngga menangis. dia kan lagi cerita tentang anaknya pada anaknya sendiri].
"jadi, dia sebenarnya bisa bicara mah?"
"iya" ibunya mengangguk.
... .... ..... ...
Bintang bintang bersinar terang di malam hari, bulan sabit menemani. Arina duduk di ayunan seorang diri di taman di temani cahaya remang, sambil menatap langit.
Tidak ada yang tau tempat perasaannya selain dirinya. Sudah sering dia berharap, suatu saat Fariz akan mengingat dirinya. Namun setiap kali dia berharap, selalu ada saja yang membuat harapan nya hilang.
...
Di saat bersamaan, di sebuah rumah di lantai dua. Seorang pria sedang mengamati Arina yang di taman, sambil merokok. Setelah rokok itu hampir habis, dia membuang putung rokok ke asbak. Lalu dia pergi, tak lagi memandangi Arina, dia berniat menghampirinya.
Fariz berjalan kearah taman, dengan membawa 1 botol anggur dan 2 gelas. lalu dia berdehem "eheemm".
Arina yang sedang bermain ayunan sendiri, lalu dia menghentikan ayunan itu dan menoleh ke belakang. Ada Fariz datang, namun dia mengabaikan nya, karena ini bukan waktunya dia bekerja.
"ada yang perlu aku katakan padamu!, mari duduk" Fariz mengajak Arina duduk di tempat biasa Arina dan tante Cindy mengobrol.
Arina lalu berjalan menghampiri Fariz yang sudah duduk. Arina di persilahkan duduk.
Dan sekarang mereka berdua duduk berhadapan.
"Arina, besok kamu sudah boleh pulang" sambil menuang anggur ke gelas, Fariz memberikan pada Arina sambil berkata " terima kasih karena telah merawatku selama ini".
Tak ada kata yang keluar dari mulut Arina, tapi dia menerima anggur tersebut lalu meminumnya dengan pelan.
Fariz lalu mengeluarkan sebuah amplop coklat tebal dan memberikan pada Arina lagi.
Arina hanya melirik amplop tersebut tapi tak mengambil nya. Dia justru menenggak habis anggur di gelas, lalu menuang kembali dan meminumnya lagi sampai ngga ada sisa.
Fariz memperhatikan tingkah Arina, tapi tak menghentikan nya.
Hingga sampai Arina berdiri. Lalu mengucap kata karena sudah mabuk "aku tidak membutuhkan nya, besok saya akan pergi" Arina berjalan pergi dengan gontai.
Fariz duduk terpaku, setelah mendengar kata kata tajam dari Arina. Tapi yang membuatnya heran adalah. Kenapa Arina baru mau bicara setelah dia mabuk?.....