Chereads / Sang Pemusnah / Chapter 25 - DUA BELAS - Kematian Tragis Sang Pahlawan

Chapter 25 - DUA BELAS - Kematian Tragis Sang Pahlawan

Hope dan para goblin saling menatap serius satu sama lain—seperti seorang pelatih dengan kesebelasan sepak bola anak didiknya. Hope tampak memegang pedang dengan kuat dan si kapten kesebelasan tampak serius menanggapi Hope sambil memegang obor.

Hope meregangkan otot-otot pada pingangnya dengan mengeliat seperti ular hanya untuk mengurangi penderitaannya walupun sedikit—sakit pinggang itu sangatlah menyakitkan.

Para goblin melihat Hope dengan arti tatapan aneh.

"Jangan salah," ucap Hope. "Ini adalah ritual untuk menghilangkan sakit pinggang!"

Para Goblin tidak mengerti apa yang diucapakan oleh Hope sehingga mereka saling bertanya satu sama lain sesama rekannya.

Hope akhirnya merasa lebih baik setelah melakukan ritual ular. Dia kemudian menghunus pedangnya ke depan sambir berekata, "Sekarang siapa lagi yang ingin aku layani?"

Tidak disangka-sangka para goblin memutuskan menyerang secara serempak¬—seperti demonstran yang mulai anarkis. Kali ini habislah Hope, "Oi oi jangan main keroyok!" serunya.

Di dalam hukum para goblin tidak ada yang namanya hukum yang melarang main keroyok. Mereka hanya mengejar kemenangan dan apapun boleh dilakuakan termasuk berlaku licik dan curang. Hope harus kembali menelan ludah saat ini, "Apa kalian benar-benar serius?"

Sebelas goblin itu tidak sedikit. Itu seperti seekor kecoak di atas kue ulang tahun, itu bisa menghancurkan segalanya.

Para goblin melakuakan intimidasi terhadap Hope. "Yang benar saja!" ucap Hope. Dia terpaksa melangkah mundur hingga punggungnya menempel pada tembok.

Para goblin begitu bangga mengangkat senjata mereka tinggi-tinngi. Pisau, pedang, golok, obor, dan garpu mereka angkat tinnggi-tinggi. Hope bahkan heran bisa-bisanya salah satu goblin mengunakan garpu makan menjadi sebuah senjata. Atau mungkin itu artinya untuk segera memakan Hope. Dan garpu itu seakan-akan menilai Hope sebagai ayam bakar yang sedang terpojok.

Hope benar-benar didesak agar menyerah, tapi Hope lumayan keras kepala dengan mengambil kuda-kuda melawan. Hope mengambil posisi seperti sorang Samurai. Dia memasukan kembali pedangnya ke dalam sarungnya. Dia pengang dengan tangan kiri, posisinya sedikit membukuk. Posisi kuda-kuda kakinya sedikit lebar. Dan tangan kanan siap mencabut pedang kapan pun dia mau.

"Akan aku layani mau kalian!" ucap Hope lalu menyeringai.

Goblin yang memegang obor langsung berseru lantang, "Grrr!". Mungkin artinya "serang" atau mungkin "bantai", Hope tidak begitu mengerti.

Hope dikeroyok. Yang biasa dia lakukan hanya bisa bertahan di pojok ruangan untuk mengantipasi serangan dari belakang. Hope sampai memikirkan itu, namun dia malah menjadi sulit bergerak.

Hope kewalahan menahan setiap serangan yang begitu banyak. Untuk saat ini Hope masih belum terlatih untuk menangani keroyokan. Dengan pedang di tangan dia menepis emua serangan dari setiap senjata yang berbeda. Dan dia saat harus menipis ayunan hamer, pedangnya terlepas dari tangannya dan terlempar keluar ke daerah Dungeon seblumnya.

Terpaksa Hope bertarung dengan tangan kosong. Beruntung setidaknya dia memiliki sedikit bekal ilmu bela diri silat. Kadang-kadang dia berlatih sendiri di belakang rumahnya. Kakeknya yang mengajarinya saat dia berusia sepuluh tahun. Setidaknya dengan sedikit pengetahuan itu dia bisa bertahan dan membuat jalan untuk mundur.

Hope mengunakan teknik silat, merebut senjata musuh dan memamfaatkannya. Hope berhasil melakukannya sampai empat gerakan dan tiga serangan membunuh. Sebagian besar senjata yang direbut adalah pisau dan golok. Yang lainnya Hope hanya bisa menghindarinya saja. Akan tetapi, teknik silat Hope belum begitu sempurna karena dia tidak sempat belajar banyak sebelum kakeknya meninggal. Hope malah menjadi semakin terpojok.

Hope tersudut dan para goblin merasa mereka sudah menang. Hope melirik ke arah pintu keluar, satu-satunya akses untuknya menyelamatkan diri. Sepertinya menyelamatkan diri pun tidak mungkin karena pintu keluar diblokir oleh para goblin. Hope hanya bisa mengeluh, "Sial, mereka cukup pintar juga."

Hope tidak akan menyerah semudah itu. Tatapannya kembali serius, menguatkan kuda-kudanya kembali, dan menantang musuh seperti seorang petinju yang siap bertarung sampai akhir. "Ayo maju kalau berani!" tantangnya.

Para goblin langsung tertawa sambil memandang satu sama lain. Sekarang Hope benar-benar diremehkan.

"Kalain hanya bisa tertawa untuk terakhir kalinya saja." ucap Hope.

Hope menggali kuburannya sendiri, dia sama sekali tidak memiliki celah untuk menyelamatkan diri. Dia tidak akan semudah pikirannya menembus kerumunan goblin yang rapat. Para goblin sedang menatap sangar seperti masa yang akan ditembaki gas air mata. Hope menggertak pun tidak ada gunanya.

Otak Hope seakan-akan tersumbat, "Sial!" keluhnya. Demi menyelamatkan temannya Hope malah lebih mirip pahlawan kesiangan.

Hari ini Hope merasa gagal untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Semua siasatnya sudah habis. Hope sekarang terlihat seperti anak kucing yang lemah dan untuk saja para goblin juga berhenti melakukan serangan. Mereka hanya mengintimidasi Hope untuk menyerah dan suka rela menyerahkan diri ke bos.

Hati kecil Hope akhirnya berkata, seseorang … siapapun, tolong keluarkan aku dari masalah ini!

Pahlawan yang sebenranya akhirnya datang dan mencoba memanah goblin yang menghalangi pintu keluar namun gagal. Tidak mengenai apapun. Semua goblin langsung menoleh ke arah asal panah. Sang pahlawan Snow ditertawai, tapi dia sepertinya tidak menyerah. Dia lalu menembakan dua panah sekaligus dan usahanya membuahkan hasil. Entah hanya sebuah keberuntungan semata, satu panahnya mengenai kepala musuh.

Melihat satu kawannya terbunuh lagi, para goblin semakin marah. Semua mata buas mengarah ke Snow. Para goblin mengintimidasinya dan melupakan Hope. Itu malah membuka sebuah celah.

Para goblin memang ahli dalam kerorok-mengroyok, peminmpin mereka juga lumayan dalam mengatur strategi, tetapi dengan melupakan keberadaan Hope mereka membuat sebuah kesalahan. Persatuan mereka untuk menjatuhkan satu musuh bersama-sama memiliki kelemahan yang telak. Mereka juga terlalu meremehkan musuh tanpa bersenjata seperti kondisi Hope sekarang. Hope sekarang memang tidak memegang satupun senjata, tetapi dia mememgang sebuah kesempatan. Dimana kesempatan itu akan menjadi sebuah senjata yang mematikan.