Chereads / Sang Pemusnah / Chapter 29 - EMPAT BELAS Menaklukan Singgasana

Chapter 29 - EMPAT BELAS Menaklukan Singgasana

Hope menyalakan obor dari anak panah yang dia bawa sebelumnya. Seluruh ruangan menjadi gelap kecuali sudut dekat pintu keluar. Semua obor di dinding padam akibat jurus esnya. Tanpa rasa kawatir, Hope maju memimpin menuju ruang berikutnya.

Hope sampai ke sebuah pintu batu yang terlihat begitu megah—terlihat seperti pintu masuk sebuah kerajaan—lalu dia mendorongnya. "Aku kira pintu ini akan berat, tapi ternyata begitu ringan karena terbuka dengan sendirinya." ucap Hope bergurau.

Mata Hope menangkap pemandangan yang mengerikan di balik pintu besar itu. Snow juga melihatnya dengan jelas. Pemandangan itu sanggup membuat tangan Snow kembali bergetar. Tetapi, Hope masih tetap terlihat begitu tenang. Hope sama sekali tidak terpengaruh dengan apa yang ada di hadapannya.

Tulang belulang berserakan. Sebagian besar adalah sisa-sisa dari tubuh manusia. Semua itu juga membuat mual. Beberapa belulang masih dilapisi daging dan dikerumuni belatung. Hope memilih mengabaikan semua itu. Perhatian Hope tertuju ke ujung ruangan tersebut.

Ruangan yang mirip seperti aula kerajaan dengan singgasana yang besar berada paling ujung—berada di lantai yang lebih tinggi. Di atas singgasana itu duduk sosok raksasa yang sedang menyantap isi kepala seorang manusia.

"Sepertinya dia bos Dungeon ini." tunjuk Hope.

"Dia yang menyeret penjarah tadi." ucap Snow dengan nada ketakutan.

Hope kemudian mengambil item dari tas pinggangnya. Sebuah kaca pembesar yang berfungsi untuk memindai kekuatan bos.

"Evil Goblin Nobglobin," ucap Hope, nama bos langsung terlihat jika diterawang dengan item pemindai. "Setatus, level tujuh. Senjata, kapak bermata dua. Tipe, tanah!" ujar Hope. Bagaimana mungkin ada bos tingkat tujuh di Dungeon pemula? Ini pasti kesalahan, batin Hope.

Evil Goblin Nobglobin adalah bos Dungeon Death Mine Ruins. Dia bukan musuh yang sederhana. Dia hasil mutasi genetika yang merubahnya menjadi iblis. Hope tidak menyangka tingginya mencapai 2.5 meter.

Nobglobin memiliki tubuh yang kekar dan berkulit hitam. Dia duduk santai di atas singgasananya. Tangan kirinya memagang senjata kapak yang membuat Hope terkejut. Senjata itu semestinya tidak ada di Dungeon pemula, pikir Hope. Sebuah kapak yang dilapisi emas pada tongkatnya dan dihiasi berbagai permata yang berkelip-kelip membuat Hope tertarik untuk mendapatkannya. Senjata kelas epic dan aku mengincarnya, pikir Hope.

"Hope, apa kita bisa mengalahkan monster seperti itu?" Snow sepertinya terus meragu, "Bagi orang-orang seperti kami, selamanya kami tidak akan mampu melewati Dungeon ini."

"Jadi itu alasannyanya kalian terus mengincar Hero kuat, bahkan aku sendiri harus menelan ludahku setelah melihat dia!" ucap Hope.

"Apa kita lebih baik mundur, sebelum musuh benar-benar menyadari kita?"

"Tidak Snow," Hope menjadi semangat, "Aku sangat tertarik dengan senjatanya. Aku menginginkan kapak itu. Jadi jika aku sedang tertarik akan sesuatu dan aku begitu menginginkannya, maka aku harus mendapatkannya bagaimanapun caranya!"

"Kau yakin, Hope?"

"Tentu saja!"

Hope menyeringai. Tangan kanannya telah memegang kuat pedang hitam miliknya, "Snow, kau cukup menontonya dari sini dan kau hanya harus melakukan satu hal," Hope memberikan busur esnya kepada Snow, "Sebisa mungkin kau harus mengenai matanya!"

Snow ragu akan kemampuannya, "Aku…."

"Percaya dengan kemampuanmu sendiri bahwa kau bisa, Snow. Atau hujani saja dia dengan panah!" Hope memberikan sepuluh anak panah es kepada Snow. "Ini akan mudah walaupun kau sedikit meleset. Percaya dirilah!" ucap Hope.

"Baiklah, aku akan melakukannya!" ucap Snow.

"Aku akan melawan Bos, kau tetap cari kesempatan untuk menembak matanya!"

"Oke!"

Hope maju mendekati bos lalu menantangnya, "Oi iblis bodoh, apa kau sudah selesai makannya?"

Nobglobin langsung bangkit dari singgasananya sambil menatap Hope dengan datar.

"Hooo?" Hope terkesan meremehkan lawannya.

Nobglobin masih tetap memandang Hope sebagai seekor serangga. Hope sama sekali tidak berhasil mengancamnya.

Hope lalu menunjuk Nobglobin dengan mengunakan pedangnya. "Heeee, sepertinya harga kepalamu lumayan mahal!" Hope menyeringai, dia memperlihatkan kalau dirinya memang kuat.

Nobglobin langsung tertarik dengan pedang yang dibawa oleh Hope. Dia kemudian memindahkan kapaknya ke tangan kanannya. Walau tatapannya tetap datar, sepertinya dia merespon tantangan Hope.

Hope tersenyum, "Kau akan segera mati!"

Nobglobin langsung menghatam Hope dengan kapaknya membuat tulang-belulang yang berserakan di lantai terangkat ke atas. Lantai terbelah, seseorang yang kena sudah dipastikan akan terbelah dua seperti kayu bakar.

Hope berhasil menghindar dan dia telah menusuk paha Nobglobin. "Kau begitu lamban!" ucap Hope, dia mencabut pedangnya dan segera melompat ke belakang.

Nobglobin langsung mengeram, "Guaaaaarrr!" teriakannya itu seperti topan menghantam tubuh Hope. Parahnya topan itu bercampur dengan lendir. Hope membenci hal itu dan membuatnya menjadi sangat kesal, "Kau harus membayarnya dengan nyawamu!"

Hope tidaklah main-main, sekali kesal dia akan mengincar musuhnya sampai mati. Dia melapisi tangan kirinya dengan es—membuat sarung es yang sangat padat—yang memungkinkan memiliki daya hantam yang mampu meretakkan tembok. Dia melesat ke depan. Sayangnya Nobglobin sudah mengantipasi serangan Hope dengan lebih dulu melakukan hantaman.

Hope terpaksa melompat ke kanan. Belum juga mendarat, serangan berikutnya sudah di depan mata. Tidak ada jalan lain kecuali menahannya dengan pedang. Hope merasakan tekananan yang kuat sampai-sampai kuda-kudanya terus jatuh ke bawah—Hope sampai berjongkok.

Nobglobin cukup pintar dengan tidak memberikan Hope menguasai pertarungan. Nobglobin menambah tekannya hingga dua kali lipat membuat Hope terpaksa mengunakan tangan esnya untuk menahan punggung pedangnya.

Stamina Hope terfokus untuk menahan, pada levelnya sekarang tidak memukinkan untuknya melawan balik. Shit, staminaku terus menurun. Kedua lutut Hope menyentuh lantai. Nobglobin memfokuskan sebagian besar tenaganya pada tekanan itu. Aku harap Snow membaca situasinya, batin Hope.

Snow gemetar menarik busurnya. Dia berlomba dengan waktu—meleset sedikit nyawa Hope taruhannya. Hope terus tertekan ke bawah sedangkan Snow masih saja ragu-ragu.

Snow, ayolah! Hope hampir berada pada batas tenanganya. Snow masih saja ragu-ragu. "SNOW!" Hope berteriak membuat Snow melepaskan anak panahnya tanpa sengaja.