Hari semakin sore, Hope dan Snow pulang ke bar. Semua teman sudah menunggu mereka bersama banyak pertanyaan yang siap dilontarkan. Menjawab semua pertanyaan yang menunggu adalah bagian untuk Snow. Bar sudah ramai dari satu jam lalu. Sepertinya semua teman Snow tidak ada yang absen.
Sebelum membagi hasil buruan mereka, Snow mengajak semua temannya duduk untuk mendengar cerita darinya. Tentang sepak terjang Hope.
Hope sendiri langsung menuju bar-counter. Leo langsung menyadari Hope sedikit lesu, "Kau terlihat cukup letih untuk orang sekaliber dirimu, Hope!"
"Aku tidak menyangka perburuan hari ini cukup menguras tenaga dan otakku. Paman, aku minta segelas susu!" ucap Hope.
"Seharusnya kau minum air terlebih dulu!"
"Susu saja!"
"Baiklah," Leo mengambil gelas dan menaruhnya di depan Hope lalu menuangkan susu, "susumu sudah siap, Hope!"
"Terimakasih!" Hope langsung meminumnya sampai habis.
"Kau terlihat cukup lelah, Hope!" ucap Leo.
"Kau benar Paman,"
"Aku sarankan untuk pergi ke pemandian air panas, tidak jauh dari tempat ini. Kau pasti dengan mudah menemukannya. Cari saja rumah pemandian dengan papan nama bertulisan 'Onsen'. Berendam di sana akan memulihkan tubuhmu!" ujar Leo.
"Wow, kedengaranya bagus. Kenapa tidak terpikirkan olehku?" Ini pasti menyenangkan, sudah lama aku tidak merasakan mandi air panas, batin Hope.
Leo langsung tersenyum, sepertinya dia tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Hope.
Hope segera menghabiskan susunya lalu memberikan sekantung koin emas kepada Leo. "Ini buat Paman!" Hope meberikan bungkusan kain berwarna cokelat.
Leo membukanya, "Kau yakin?"
Hope menggangguk lalu berkata, "Itu untuk Paman, aku hanya bisa memberikan itu untuk membalas semua kebaikan Paman."
"Ini sudah lebih dari cukup, Hope!" ucap Leo.
"Anggap saja itu hadiah dari anak kepada orang-tuanya, Paman!" ucap Hope kemudian tersenyum.
"Baiklah, aku terima dan sebaiknya kau segera mandi sebelum pemandiannya tutup!" ucap Leo.
"Kalau begitu aku pergi sebentar, Paman!"
"Baiklah, selamat bersenang-senang Hope!"
Hope pergi tanpa mengajak Snow yang terlihat sibuk bercerita dan berpesta bersama teman-temannya. Hope sempat melirik Snow kemudian tersenyum. Snow dan yang lainnya terlihat bahagia. Melihat mereka yang terlihat senang membuat Hope merasa lega lalu pergi meninggalkan bar tanpa rasa kawatir. Saatnya untuk dia mencari ruang untuk dirinya sendiri.
Hope menemukan sebuah bangunan bergaya Jepang pada waktu zaman Edo. Bangunan itu berada tidak jauh dari bar. Hanya berselat empat penginapan. Pada bagian depan Hope melihat sebuah tulisan latin yang berbunyi "Onsen". "Tidak salah lagi pasti ini pemandian yang Paman Leo maksud!" ucap Hope.
Hope masuk ke dalam. Suasananya seperti sedang berada di Negeri Sakura. Hope merasa seperti seorang samurai yang sedang ditaburi bunga Sakura. Dia disambut oleh dua pelayan: laki-laki dan perempuan yang mengenakan kimono. "Selamat datang, Tuan!" sambut mereka.
Di dalam dunia The Exorcist pemandian seperti Onsen itu adalah hal yang biasa. Di sini, semua hal yang ada di seluruh tempat dipadukan ke dalam satu wadah. Demi menarik semakin banyak minat pemain. Onsen adalah contoh kecil hal menarik yang ada dunia The Ecorcist. Fitur-fitur yang serupa juga bertebarana di setiap tempat.
Sekarang, setelah sekali dalam dua belas jam, semua telah berubah di mata Hope. Setidaknya ada beberapa hal yang menyenangkan dari beberapa perubahan itu. Seperti pemandian Onsen.
Hope dianjurkan menuju meja resepsionis terlebih dahulu. Dia menyelesaikan semua persyaratnya. Itu tidaklah sulit, hanya perlu membayar tiket masuk dan mengambil alat mandi yang memang sudah disiapkan untuk para pelanggan seperti: keranjang, sabun, sampo, satu handuk besar untuk badan dan satu handuk kecil untuk mengeringkan rambut.
Hope kemudian diantar menuju ruang mandi oleh Yukira. Wanita yang pertama menyambutnya. Mereka menuju ruang ganti sebelum memasuki kolam Onsen. "Silahkan Tuan!" Yukira menunjukan ruang gantinya dengan sopan. "Selamat bersantai!" ucap Yukira lalu meninggalkan Hope.
Di sana, di depan ruang ganti mata Hope harus membelalak. Hope diantar menuju ruang ganti Onsen khusus perempuan. Entah itu karena kesalahannya atau kesalahan pihak Onsen. Jika saja Hope serius melihat dirinya pada cermin, dia lebih mirip perempuan.
Hope menepak mukanya. Dia sudah terlanjur masuk—telur sudah matang—dan tidak bisa mundur lagi. Jadi lanjutkan saja, pikirnya simpel.
Pikiran Hope memang berkata "Langsung hanjar saja", tapi kondisi fisiknya tidak mampu mendukung pikirannya. Jantungnya berdebar dan suhu tubuhnya naik derastis.
Laki-laki normal dan sekalipun yang tidak normal pasti langsung tahu ada apa di balik pintu ruang ganti. Yang normal pasti langsung berfantasi. Itu sebabnya sekarang Hope dalam kondisi kurang baik.
Keringat dingin keluar. Tangan Hope gemetar mencoba membuka pintu. Jangan sampai aku diteriaki atau dilempari saat membukanya, pikirnya. Dia juga berharap, mudah-mudahan tidak ada yang menyadari kalau aku ini laki-laki.
Hope menarik nafas untuk menyiapkan mentalnya. Dia harus bertingkah sebiasa mungkin. Kapan lagi ada kesempatan yang sebagus ini, pikirnya.
Hope menarik nafas sekali lagi untuk menenangkan hatinya. Ini baru pertama kali baginya lalu ada kesempatan yang datang. "Yosh!" serunya lalu membuka pintu, namun tidak ada siapapun.
Mengetahui tidak ada siapapun di ruang ganti, Hope bisa bernafas lega walaupun sebenarnya dia sedikit kecewa. Aku kira akan ada pemandangan bagus, gumamnya.
Tak ada satupun pakaian atau barang yang menandakan ada seseorang yang sedang mandi. Jadi Hope satu-satunya orang yang mandi hari ini—satu-satunya orang yang menggunakan Onsen bagian perempuan.
Hope melepas semua pakaiannya lalu mengambil handuk lalu berkaca. Dia ditertawai oleh bayangannya sendiri di cermin. Dia membungkus tubuhnya dengan handuk dari dada ke bawah, menaruh handuk kecil di atas kepalanya, lalu hati kecilnya mulai merintih, sudah banyak obat pengubah penampilan yang aku minum dan tidak ada efek apapun. Apa salahku mengapa aku berubah menjadi setengah perempuan.
Dua kelas yang berbeda gender dipadukan menjadi satu menjadikan Hope blasteran-gender. Mage-Assassin, ada alasan yang membuat Hope berada dalam posisi itu.
Hope turun ke kolam pemandian. Kolamnya masih sangat alami, hanya saja sedikit ditata. Bebatuan besar maupun kecil, bau belerang dan uap yang menyamarkan air membuat suasana alami Onsen sangat terasa. Pemandian yang Hope kunjungi adalah pemandian terbuka dan hanya dikelilingi tembok bambu. Hope bebas memandangi langit saat mandi. Apapalagi sekarang mulai malam. Sangat tepat untuk bersantai.
Hope bersadar di sebuah batu besar, di atasnya ada sebuah pancuran kecil. Dia sengaja berada duduk di bawah pancuran untuk memanjakan kepalanya. Suhu airnya juga sangat pas untuk kulitnya.
Puas menguyur kepala dan wajahnya dengan air, Hope merebahkan dirinya di dalam kolam, menggunakan tangannya sebagai bantalan kepala di atas batu.
Berbaring di dalam air hangat sangat menyenangkan. Itu membuat seseorang merasa lebih santai seakan-akan terbebas dari penak. Tubuh tenggelam sampai leher, gelombang air yang membawa suhu yang hangat memberikan sensasi tersendiri—seperti sedang melakukan sebuah terapi—dan berendam mampu memulihkan stamina tubuh.
Hope sempat tertidur beberapa menit karena sensasi nyaman yang dia rasakan. Dia akhirnya terbangun setelah mendengar riakan air karena seseorang masuk ke dalam kolam.