Pengelihatan Hope langsung gelap. Dia menuju ruang hitam dan hanya ada dirinya saja di sana. Kemudian sekilas cahaya muncul. Sang Dewi mendekatinya. "Fu, apa kau ingin mati untuk kedua kalinya?"
Hope mengenal betul Dewi itu. Dia yang pernah meraih tangannya saat kobaran api mengitari dirinya. Hope hanya terdiam, dia tidak mampu mengeluarkan kata sepatahpun karena aura mengagumkan yang dipancarkan oleh sang Dewi. "Fu, kau belumlah mati dan kau juga tidak mungkin mendapatkan kesempatan ke-dua kalinya lagi. Aku akan menyembuhkanmu. Lain kali kau harus menjaga hidupmu!"
Dewi itu menyentuh tangan kiri Hope bersamaan dengan cahaya yang mulai mengaliri tubuh Hope. "Tetaplah bernafas, Anakku!" ucap sang Dewi, lalu dari telapak tangan Hope muncul bola es yang mulai berputar. Sang dewi kemudian menghilang setelah tersenyum.
Goblin Warewolf dengan bangga memegang sebuah pedang—sisi tajamnya mengarah ke leher Hope. Dia mengabaikan Snow yang terus terlutut meratapi kesalahannya. Snow terlalu tenggelang dalam penyesalannya sampai-sampai mengabaikan Hope yang akan segera dipenggal. Snow terlalu bodoh untuk memikirkan sebuah tindakan.
Kepala Hope akan dipersembahkan ke hadpan bos goblin. Itu adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi para goblin untuk bos mereka.
Tangan goblin Warewolf mengangkat pedang tinggi-tinggi. Kepala Hope akan segera terpisah dari tubuhnya. "Grrr!" goblin itu mengeram bangga dan pedangnya pun mengarah cepat ke leher Hope, tapi pedangnya tidak pernah sampai. Tiba-tiba saja langsung terjadi ledakan cahaya hitam yang menepis ayunan pedang. Si Algojo langsung hancur berkeping-keping—seperti daging yang dicincang—dan darahnya bercipratan mengenai Snow.
Snow menoleh ke tempat Hope. Tubuh Hope melayang di udara dilindungi oleh kubah cahaya berwarna hitam transparan. Legenda yang diceritakan oleh Leo bukanlah mitos. Snow akhirnya melihatnya sendiri. Nephilim di hadapannya.
Perlahan pedang Hope tercabut dengan sendirinya. Perlahan mata Hope juga mulai terbuka. Kejadian itu membuat Hope tersadar akan satu hal, dia tidak akan bisa dibunuh oleh senjatanya sendiri. Begitulah keunikan kaum Nephilim. Kekuatannya itu baru saja dibangkitkan oleh Sang Dewi, tetapi sayangnya itu hanya sekali seumur hidup. Oleh karena itulah, sang Dewi berpesan terhadap Hope.
Kaki Hope menapak tanah dan dia langsung menatap telapak tangan kirinya. Snow langsung merasa bahagia melihat Hope baik-baik saja. Dia langsung lari ke arah Hope. "Hope, syukurlah!" serunya.
"Syukurlah kau masih hidup, Snow!" ucap Hope.
"Maafkan aku, Hope." ucap Snow sambil merunduk.
"Tidak apa-apa, Snow. Ini salahku karena kurang focus."
"Maafkan aku." sekali lagi Snow meminta maaf.
"Sudahlah, aku baik-baik saja." jawab Hope. Ini bukan seberapa dari apa yang pernah aku alami sebelumnya, tapi aku tidak berniat berada di ambang kematian untuk kedua kalinya lagi, pikir Hope.
Hope kembali menatap telapak tangan kirinya lalu terdiam. "Ada apa, Hope?" itu membuat Snow khawatir.
Hope tidak menjawab pertanyaan Snow tersebut, dia mengingat kembali apa yang baru saja dia alami. Aku merasa Dewi itu mirip dengan orang yang pernah meraih tanganku waktu itu, pikir Hope.
Saat Hope berada di antara hidup dan mati, Dewi yang disebut Hope itu muncul. Hope menjadi bingung dengan statusnya di dunia ini. Dengan jelas dia tahu kalau dia datang dengan tubuh aslinya. Tadi pagi dia memang terkejut melihat perubahnnya yang tiba-tiba, tapi baginya itu tidak merubah siapa dirinya. Dia adalah orang yang sama, orang kota pada umumnya. "Mungkin saja perkataan paman Leo ada benarnya tentang darah campuran." ucap Hope.
"Aku pikir juga seperti itu Hope. Kau adalah ras legenda itu, Nephilim!" ucap Snow.
"Bukan itu maksudku." ujar Hope.
"Lalu?" tany Snow.
Hope menatak jagutnya. Dia berpikir, jadi setatusku yang tertera di kartu petualangannku bukanlah sebuah lelucon. "Sebaiknya aku langsung saja menujukannya kepadamu!" ucap Hope.
"Menunjukan?"
"Kau kan segera melihatnya!" ucap Hope. Melalui tangan kirinya dia berkonsentrasi. Perlahan energi mulai terpusat di atas telapak tangannya. Perlahan juga energi itu berubah padat menjadi bola es.
"Wow," Snow tidak bisa mengepresikan rasa takjubnya ke dalam sebuah kalimat. Bola es sebesar bola pingpong itu berputar-putar di atas telapak Hope. Begitu padat dan terlihat sangat kuat. Pertunjukan itu langsung membuat Snow sadar akan satu hal, "Sejak kapan Assassin bisa mengunakan sihir elemental?"
"Kau baru saja melihatnya bukan?" ucap Hope. Sepertinya dunia ini semakin menarik, batin Hope.
"Bukanya itu salah satu skill Magician, dan bukannya klas itu hanya dimiliki oleh perempuan saja?" ucap Snow.
"Benarkah?" tanya Hope.
"Pantas saja kau terlihat lebih cantik dari sebelumnya, Hope!" ucap Snow.
Perkataan Snow langsung membuat Hope tesentak, "Shit!" keluhnya.
"Tidak salah lagi," sekarang Snow yang menatak jagutnya.
"Kau jangan berpikir yang bukan-bukan, Snow!" Hope ingin segera meluruskannya, bahwa dia tampan. Bukannya cantik.
Sepertinya lilin kecil di kepala Snow sudah menyala, "Aku mengerti," sepertinya Snow mulai memahami sesuatu. "Aku mengerti kenapa Leo selalu mengatakan dirimu darah campuran, itu karena kau memang lahir dari seorang ibu penyihir. Tentunya kekuatan ibumu mengalir dalam darammu. Perubahanmu ini, itu menandakan kekuatan ibumu telah terbangun." jelahnya.
Alis Hope malah bergetar mendengar penjelasan Snow tentang dirinya. "Hah, sepertinya kau terlalu terbawa cerita fantasi." ucap Hope.
"Fantasi?"
"Tidak, bukan apa-apa dan sepertinya penjelasannya masuk akal. Dari aku tidak atau siapa ibuku sebenarnya," ucap Hope. Dia terpaksa mengambil dosa besar dengan berkata seperti itu, tetapi tidak baik jika orang lain tahu kalau dirinya berasal dari dunia lain.
"Maafkan aku Hope karena telah mengingatkan kembali tentang masa lalumu." ucap Snow.
"Tidak apa-apa." sahut hope.
"Lalu, aku kira kau sudah mati Hope. Aku melihat pedangmumu menembus dadamu. Apa kau memang Nephilim?" Snow terlihat begitu serius tentang hal itu.
Hope menolak mentah-mentah untuk menyetujui itu, "Snow, apa kau meragukanku sebagai seorang manusia?"
"Dari manapun aku lihat, kau terlihat seperti manusia." sahut Snow.
"Bukan seperti manusia, tapi aku memang manusia. Dunia ini luas, Snow. Aku yakin itu juga adalah salah satu kekuatan dari ibuku. Tidak mudah mengungkap rahasia seorang Magician bukan?" ujar Hope.
Snow berpikir jika ucapan Hope ada benarnya. Hope menolak dirinya dikatakan ras legenda Nephilim. Dia tidak ingin dijauhi ataupun ditakuti karena itu. Dari awal Hope telah banyak dipertemukan dengan berbagai macam hal aneh. Dia tidak ingin memusingkan semua itu. Dia sudah memutuskan akan mengikuti alur cerita dunia dimana dia berada sekarang.
"Kau benar, Hope. Sosok ibumu itu basti sangat luar biasa. Atau jangan-jangan ibumu salah satu dari lima penyihir terkuat. Mereka sangat terkenal. Banyak orang yang mengatakan mereka abadi karena selalu terlihat cantik. Mereka tidak pernah tua. Lalu etah mengapa mereka menghilang begitu saja. Lebih dari duapuluh tahun keberadaan mereka seperti hilang tertelan bumi. Ngomong-ngomong berapa umurmu Hope?"
"Dua puluh dua tahun."
"Sudah aku duga, kau pasti anak dari salah satunya. Oh, pasti penyihir es. Dia yang memiliki julukan Si Ombak Pagi"
"Ah, paling kebetulan saja." bantah Hope.
"Buktinya kau terihat sangat cantik." ucap Snow, dia sepertinya menang telak karena berhasil membuat wajah Hope memerah.
"Shit!" keluh Hope lagi.
"Apa kau tidak akan mencari keberadaan ibumu, Hope? Apa Kau tidak merindukannya?" tanya Snow.
Hope langsung terdiam. Dia mengingat keluarganya. Entah sudah berapa lama dia meninggalkan dunia asalnya. Dia juga belum tahu apa waktu di dunia asalanya memiliki perbedaan dengan waktu di dunianya sekarang. Hope sangat merindukan keluarganya, "Tentu saja aku akan mencarinya." ucap Hope pelan.
"Hope, aku akan membantumu!" ucap Snow.
"Terima kasih, kawan! ucap Hope. Hope mulai berpikir untuk mencari informasi mabagai mana cara untuk keluar dari dunia The Exorcist agar cepat bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Mungkinkah aku harus menyelesaikan game ini untuk bisa kembali? Pikirnya.
"Kau bisa mengandalkanku, Hope!"