Aku dan Lucy masih berjalan sambil melihat sekitar. Aku harap desa ini akan selamat. Aku tidak tahu awal mula desa ini, jadi aku juga tidak tahu seberapa bagus desa ini sebelum kekeringan melanda.
Saat kami berjalan dan hampir menuju tengah desa, seseorang berdiri didepan kami. Tentu saja kami jadi berhenti karena orang itu menghalangi kami.
Dia mirip seperti koboi. Tentu saja dengan sebuah biting atau korek kayu api yang dia jejalkan kedalam mulutnya.
"Kalian bukan dari desa ini, bukan?" Suaranya terdengar serak. Dia juga pasti kehausan, tapi dia memiliki sebuah tugas yang mengharuskannya berbicara.
"Iya. Kami mau menemui kepala desa disini. Dia yang mengirimkan serikat kami sebuah quest, jadi kami harus mengkonfirmasinya dulu." Kata Lucy dengan santainya.
"Oh... kalau begitu," Dia mengambil biting atau korek api kayu yang dia jejalkan ke mulutnya. Mungkin agar terlihat sopan. "Mari ikut aku! Aku akan tunjukan jalannya."
"Oh.. makasih. Kami terselamatkan." Kata Lucy. Memangnya terselamatkan dari apa? Monster?.
Kami berjalan cukup jauh untuk sampai ke ujung desa ini. Kami di giring ke sebuah rumah yang memang terlihat biasa saja, namun yang membedakan rumah ini dari rumah yang lain, adalah sesuatu seperti tiang listrik. Kau tahu, besi yang di susun ke atas. Dan diatas sana, ada sebuah tempat untuk orang berdiri. Semacam mimbar.
Sherif itu membukakan pintu untuk kami, "Silakan masuk."
Kami mengangguk dan berjalan masuk.
Saat masuk kedalam, sang kepala desa yang terlihat seperti... kura-kura? Penyu? Dia itu sebenarnya apa sih?.
Tapi satu-satunya orang yang merasa aneh disini, hanyalah aku seorang.
Melihat keadaan di desa ini, aku jadi teringat dengan seekor kadal pembohong yang menjadi pahlawan di sebuah desa. Malah ini persis sekali dengan kejadian itu. Bahkan si kepala desanya juga. Bedanya.. kepala desa ini tidak memakai kursi roda dan juga tidak merokok. Setidaknya dia lebih sehat.
"Kalian dari serikat sunrise? Terima kasih sudah datang." Kakek tua itu tersenyum dengan bibir yang terlihat sangat dehidrasi itu. Suaranya juga serak. Aku rasa desa ini sudah bukan desa dirt lagi, tapi desa serak.
Dia berjalan kearah kami, lalu berkata, "Ikutlah denganku! Aku akan tunjukan sesuatu."
Aku dan Lucy saling menatap, lalu mengangguk.
***
Ini ada di belakang rumah pak kepala desa itu. Terlihat ada sebuah galian yang belum selesai. Aku tidak tahu apa itu.
"Hanya orang-orang yang berkepentingan saja yang diperbolehkan datang kesini, jadi jangan menyebarkan apapun." Kakek itu memperingati kami dengan cukup mengerikan.
Kami mengangguk.
Dia lalu mulai membuka mulutnya dan bercerita.
Ini adalah beberapa ratus tahun lalu, sebelum desa ini dibuat. Ada sebuah suku dari dalam kota yang masih memegang teguh adat mereka, yaitu adat primitif yang tidak menggunakan sihir untuk kehidupan mereka. Mungkin jika di duniaku yang dulu, sebuah suku yang jauh dari teknologi modern.
Suku itu menolak untuk menggunakan sihir apapun yang terjadi. Karena hal itu, mereka di buang dari kota tempat mereka berasal, dan mereka menemukan sebuah tempat yang sangat cocok untuk mereka. Sebuah tempat yang sejuk, dengan air sungai yang mengalir dari ujung bukit disana. Aku baru tahu kalau disana ada bukit.
Desa ini berdiri dengan makmur. Dan bahkan, desa ini adalah penghasil rempah-rempah asli tanpa sihir. Dan tanpa disangka, ternyata desa ini malah menjadi desa yang mengekspor rempah-rempah ke berbagai kota, bahkan kota yang dulunya mengusir mereka.
Pemerintah kota mereka mendengar kabar tersebut dan mendatangi desa ini, dan mengajak mereka untuk kembali ke kota. Dasar pemerintah sialan!.
Mungkin karena kesal atau apa, pemimpin desa ini menolak ajakan dari pemerintah tersebut, dan pemerintah berkata dengan arogannya, "Dasar desa buangan! Desa kotoran! Desa lumpur tidak berguna!."
Mendengar itu, pemimpin desa tidak marah, dan malah menamai desa ini dari salah satu kata hina'an sang pemerintah. Yaitu desa Dirt.