Laki-laki itu duduk di kursi depan rumahnya, dia duduk begitu saja sambil memandang langit malam yang dipenuhi oleh gemerlap bintang.
Aku baru sadar, ternyata malam ini adalah malam bulan purnama. Bulan itu terlihat sangat indah dan terang.
Lampu-lampu di jalan ini juga membantu sinar bulan untuk menerangi kota ini di malam hari.
Setelah laki-laki itu keluar, beberapa menit setelahnya, beberapa pintu rumah juga terbuka, dan orang-orang keluar, lalu duduk di kursi depan rumah mereka. Bagaimana dengan mereka yang tidak.. oh.. ternyata semua rumah yang ada disini memiliki kursi didepan rumah mereka.
DING! DING! DING!.
Suara lonceng berbunyi, tanda tengah malam telah datang. Bulan juga sudah sampai pada penghujung langit yang gelap itu.
Suara lonceng tadi seperti menjadi sebuah tanda untuk orang-orang yang tadi keluar rumah lalu duduk di depan rumah mereka. Mereka mengeluarkan sebuah seruling dari balik baju mereka, dan meniupnya secara bersamaan.
Nada yang terbentuk memang agak kacau, karena masing-masing orang memainkan lagu mereka masing-masing. Walau begitu, tetap saja, suara yang keluar dari seruling itu membentuk sebuah barisan nada yang terdengar sangat indah dan unik.
Aku adalah satu-satunya orang yang berdiri diantara mereka. Walau begitu, mereka seperti terhipnotis akan lagu mereka sendiri, mereka tetap saja fokus pada lagu masing-masing.
Diantara orang-orang yang sedang memainkan lagu mereka sendiri menggunakan seruling, ada satu orang yang aku kenal, seseorang yang sepertinya memiliki misteri gelap yang menyelimuti dirinya.
Dia adalah seseorang yang waktu itu membantuku mengalahkan para Goblin, Lucy si gadis black shadow atau apapun itu namanya. Aku mendengar kata black shadow dari anggota serikat.
Aku berjalan mendekatinya, kali aja aku dikasih tempat buat istirahat malam ini.
"Kalian semua ngapain sih?" Tanyaku pada Lucy.
Dia menghentikan permainan serulingnya dan melihatku, lalu bermain lagi. Apa dia sedang mencoba bermain peran gadis jutek?.
Aku tidak memperdulikan apapun dan langsung saja duduk di samping kananya.
Dia bergeser sedikit dan menghentikan permainannya, lalu berkata, "Kenapa kamu duduk di sini?" Dengan nada sinis. Memangnya ada ya nada sinis?.
"Yah.. habisnya, kamu nggak jawab pertanyaanku sih." Aku melihat langit gelap itu dan ingin tahu, apa sekarang juga, di duniaku yang sebelumnya sedang bulan purnama?.
"Ini ritual." Jawabnya.
"Ritual? Ritual apa?" Aku menatap Lucy yang sedang menatap kosong ke arah langit malam.
"Setiap bulan purnama, mereka datang, tapi itu bisa di cegah dengan suara dari seruling magis."
Tadi selendang magis, sekarang seruling magis, lalu apa selanjutnya?.
"Siapa yang kau maksud dengan mereka?"
"Manusia Serigala."
"He? Mereka nyata?" Aku melihat Lucy dengan terkejut.
"Tentu saja! Dari awal juga mereka memang nyata." Lucy melirik kearahku dengan kesal, lalu melanjutkan tatapan kosongnya ke langit malam itu.
Mitos, legenda, dan mungkin juga dongeng, bukanlah sebuah mitos, legenda, ataupun dongeng di dunia ini, tapi sebuah kenyataan.
"Apa mereka pernah masuk ke kota ini sebelumnya?" Tanyaku lagi.
"Entahlah! Tapi dari cerita yang aku dengar, seratus tahun sebelum hari ini, Manusia belum menemukan cara efektif untuk membuat Manusia Serigala tidak masuk kota." Dia berhenti sejenak, lalu melihat ke tanah. "Mungkin seratus tahun sebelum hari ini juga, Manusia Serigala pernah membantai penduduk kota."
"Itu mengerikan! Kau tau siapa yang membuat seruling magis itu?"
"Pandai besi."
Sial! Padahal aku kira ada seorang penyihir legenda atau semacamnya yang menciptakan seruling magis itu.