Aku ambil kembali taring Goblin itu dan berjalan kearah tangga lalu menaikinya.
Sampai diatas sana, gadis itu masih ada di posisinya yang sama dari tadi. Apa dia tidak merasa lelah atau semacamnya? Dia memang mengerikan.
Aku mendekat dan berkata, "Aku bawa uang... maksudku goldnya."
"Oh.. kau bekerja keras ya?" Dia tersenyum nakal dan sinis padaku.
Aku memang bisa menyembuhkan diriku sendiri, tapi tidak dengan baju dan bekas darahnya. Itulah kenapa dia tadi berkata itu. Bajuku penuh dengan debu dan darah yang aku muntahkan. Walaupun sebenarnya aku tidak apa-apa sih.
"Iya. Aku bekerja sangat keras, dan aku hampir mati karena hal itu!" Kataku.
"Kan aku tadi udah bilang, jadi petualang itu pasti mengorbankan nyawamu."
"Ya-ya. Itu tidak masalah." Aku berhenti berbicara dan memberinya 3 gold "Berikan kartu IDku!"
Yang membuatku heran, kenapa dia diam saja saat Goldnya lebih? apa dia pikir itu semacam biaya percakapan?.
"Ini." Dia menyerahkannya dengan lembut di barengi sebuah senyuman nakal. "Selamat bekerja, Tuan."
"Jangan memanggilku Tuan! Dasar gadis sialan!"
"Aha... kau galak sekali, seperti anjing hutan." Sekali lagi dia tersenyum nakal. Aku harap ada seseorang yang menyewa dia, padahal itu hanya tipuan. Apa sih yang aku bicarakan?.
"Kalo gitu," Lucy berkata dengan tegas. "Aku pergi."
Eh? Aku pikir Lucy tidak ada di belakangku.
"Kau mau kemana?" Tanyaku pada Lucy, yang dari tadi bertingkah aneh.
"Bukan urusanmu!" Dia berbalik dan langsung pergi begitu saja.
"Jangan ganggu dia!" Gadis loket itu berbicara dari balik kaca itu.
"Ha?" Aku berbalik. " maksudnya?"
"Dia itu.. suka sendirian sejak hal itu terjadi. Dia itu.. pengkhianat. Itu sih yang para anggota serikat percayai." Saat dia mengatakan yang diakhir itu, dia seperti merasa sedih, atau mungkin simpati.
"Apa sih yang sebenarnya terjadi?" Bukannya aku ingin tahu segalanya, tapi.. hanya saja.. entahlah! Ini aneh. Aku jadi ingin mengetahui tentang Lucy. Nama Lucy itu, aku jadi teringat gadis yang berteman dengan seorang anak naga.
"Lebih baik kau tidak tahu, dari pada nantinya malah kau membenci dia." Dia mengatakan itu dengan tatapan matanya yang serius dan sinis, sangat berbeda dengan tatapan nakalnya yang biasa itu. Seperti yang aku duga, dia itu memang seorang pro dalam bidangnya.
"Begitu ya? Kalo gitu.. aku mau tanya ini aja." Aku berhenti sejenak. "Apa yang bisa aku makan dengan 2 keping gold?."
"Daging Goblin. Kau bisa memesannya di Shely."
"Oke. Makasih."
"Sama-sama, Tuan." Dasar gadis sialan!.
***
Setelah memesan satu porsi daging Goblin, aku langsung duduk di salah satu meja yang kosong dan menunggu. Aku menunggu. Aku menunggu. Kami menunggu. Kami menunggu. Kenapa pria bertubuh besar yang tadi pagi itu duduk di seberangku? Apa dia ingin berkelahi? Maju! Aku tidak akan kalah.
"Ada apa? Kenapa kau duduk disini?" Tanyaku dengan malas.
"Katanya kau berhasil mengalahkan panglima Goblin?" Tanyanya dengan wajah seram. Oke. Aku bertanya dan dia menjawab, itulah yang harusnya terjadi, tapi malah aku bertanya, dia bertanya, aku menjawab, dan akhirnya pertanyaanku tidak akan terjawab.
"Panglima? Entahlah!" Aku menaikan bahuku tanda tidak tahu.
Dia mendekatkan wajahnya dan tangannya mengepal diatas meja ini, "Jangan berbohong.!"
"Tidak ada gunanya aku berbohong." Sial! Aku takut sekali.
Mungkin dia marah atau bagaimana, *braakk* Dia menggebrak meja dan menatapku dengan marah. Orang ini kenapa sensitif sekali sih?.
"Umm... kalo yang kau maksud adalah Goblin berukuran besar, sebesar dirimu, itu benar. Aku membunuhnya."
"Gitu."
"Pfftt." Seseorang menahan tawanya di ujung sana. Aku bisa mendengarnya dari sini? Apa ini efek dari sihir?.
Sama denganku, orang bertubuh besar ini juga bisa mendengarnya, karena dia baru saja melihat kearah sana.
Entah apa yang akan dia lakukan, tapi di tangan kanannya, terbentuk sebuah lingkaran sihir berwarna putih. Lalu disaat yang hampir bersamaan dengan terbentuknya lingkaran sihir itu, seseorang yang tadi menahan tawanya, tiba-tiba saja terpental ke ujung ruangan yang lain.
Seisi ruangan tidak ada satupun yang mengeluarkan suara. Semuanya terdiam, begitu juga orang yang tadi manahan tawanya, dia terdiam, dia pingsan.