Gadis itu membawaku ke tempat dimana semuanya bisa terlihat dari sini, yaitu lantai dua. Menaiki anak tangga yang lumayan banyak, tidak terasa begitu melelahkan, padahal sebelumnya aku sudah sangat kelelahan walau hanya menaiki lima anak tangga saja. Apa ini karena efek dari sihir?.
Saat mencapai lantai atas, terlihat sebuah loket yang didalamnya terlihat seorang gadis berambut pendek kriting berwarna pirang. Apa mereka ini bersaudara? Dan dada mereka juga besar.
"Daftar disana." kata si pelayan yang kalau tidak salah namanya Shely atau apa.
"Kau bersaudara dengan dia?" Tanyaku. Aku jadi terbawa menggunakan bahasa baku.
"Tidak! Kami bukan saudara." Dia tersenyum, lalu kembali ke bawah. Mungkin di bawah sana adalah aula serikat, dimana semua orang bebas berkumpul dan melakukan apapun yang mereka suka. Apapun? Ah sial! Aku membayangkan hal lainnya
Aku berjalan menuju loket itu. Dari tadi gadis didalam loket itu melihatku dengan senyuman nakalnya. Kalau saja aku ini seorang om-om mesum, maka aku akan mengartikan senyuman itu sebagai sebuah tanda.
"Umm... daftar jadi anggota.. disini ya?" Tanyaku setelah sampai di tempat loket itu.
"Iya. Tuan ingin jadi petualang?" Tanyanya dengan lembut. Dia sangat profesional.
"Iya. Aku nggak punya lahan atau apa untuk berdagang, jadi... aku rasa aku akan jadi petualang saja."
"Jadi petualang itu tidaklah semudah yang Tuan pikirkan." Saat dia mengatakan itu, seketika jantungku terasa ingin berhenti. "Karena jadi penyihir itu berarti mengorbankan nyawamu untuk gold."
Yah... aku rasa itu memang menakutkan, tapi aku rasa itu bukan masalah, maksudku... bukannya semua pekerjaan itu memang mengobankan nyawa untuk uang ya?.
Misalnya, kau bekerja di sebuah perusahaan, dan kau harus bisa menahan semua tekanan yang ada dalam perusahaan itu, karena saat kau tidak bisa menahannya, kau akan bunuh diri. Apa itu berbeda dari mengorbankan nyawa? Aku rasa sama saja.
"Nggak masalah. Lagian, ini pilihanku." Kataku dengan keren, atau lebih tepatnya, sok keren. Sudah lama sekali aku ingin mengatakan salah satu dari beberapa kata yang ingin dikatakan seorang pria.
"Oh... baiklah." Gadis cantik dengan rambut kriting itu memiringkan kepalanya sambil tersenyum, "Tuan sudah punya kartu ID?"
"Iya." Aku mengeluarkan kartu IDku dan menyerahkan kartu itu padanya.
"Tunggu ya!"
Setelah mengatakan itu, dia melakukan sesuatu pada kartu IDku, lalu sebuah cahaya putih keluar dari kartu itu. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi itu terlihat sangat keren.
"Selesai." Dia mengembalikan kartu IDku dan lanjut berkata, "Biayanya 2 gold."
"Ha?"
"Hmm?"
"Ha?"
"Hmm-mmm." Dia mengangguk geram.
"Umm... jadi... ada biaya transaksinya ya?" Tanyaku ragu.
"Tentu saja! Di zaman ini, tidak ada yang gratis. Bahkan membaca buku saja harus membayar." Mungkin sekarang dia sadar kalau aku tidak punya uang, wajahnya langsung berubah cuek. "Aku tahan kartu IDmu sampai kau bisa membayarnya!"
Dimana kata tuan yang sedari tadi kau sanjung itu?.
"Ya udah! Gini aja. Kau tau cara mendapatkan uang?" Tanyaku.
"Tentu!"
"Gimana?"
"Kau harus mengambil quest."
"Baiklah, kalo gitu..."
Dia memotongku sebelum aku selesai bicara, "Tapi kau harus punya job dulu untuk mengambil quest."
Mendengar itu, aku yakin sekarang wajahku menunjukan ekspresi kecewa yang menjijikan.
Karena itulah gadis didepanku ini berkata, "Tapi jika hanya untuk gold kecil, kau bisa mendapatkannya dari membunuh monster dan menjual drop item dari monster yang kau bunuh."
Jadi dunia ini memang benar-benar persis seperti sebuan game. Bahkan ada kata drop item di sini. Apa ini artinya hal-hal semacam gigi goblin akan ada di sini?.
"Dimana aku bisa bertemu monster?" Tanyaku lagi.
Aku sudah mulai merasakan kalau gadis ini mulai membenciku karena terlalu banyak tanya. Maaf, itu karena aku baru saja ada di dunia ini satu hari yang lalu.
Gadis itu menghembuskan napasnya dengan bosan, "Kau bisa menemukan beberapa Goblin pekerja di sekitar sini. Mereka memiliki daging Goblin yang lembut, dan harganya lumayan untuk satu daging Goblin pekerja."
"Oh... makasih. Kau terlihat cantik saat mengatakan semua itu." Aku langsung berbalik setelah mengatakan itu.
Aku melihat sekilas kalau tadi dia tersipu malu. Sial! Aku sendiri juga merasa malu karena mengatakan itu. Bisakah aku kembali ke waktu di mana aku belum mengatakan itu?.