Mobil Sweptail hitam milik Bintang berhenti di garasi rumahnya. Ia memasuki rumah dengan gandulan kunci mobil di putar-putar mainkan di jari telunjuknya. Bersuil-suil bak burung berkicau.
" What's up bro !" sapa Bintang pada laki-laki yang sedang memakan cemilan dengan kaki diatas meja.
" Ya. "
" Mobil BMW seri terbaru besok harus ada didepan rumah gue. " ucap Bintang tersenyum gembira.
" Mau berapa ?" tanya orang itu.
" satu aja cukup. "
" Lu beneran jadian sama Bulan atau setingan ?" tanya orang itu.
" No setingan. Gue minta satu hadiah lagi boleh ?"
" Apa ?"
" Lu jadian sama Wulan. " ucap Bintang duduk disebelah sahabatnya.
" Gak mungkin kayaknya. "
Bintang menepuk pundak sahabatnya sembari berbisik, " tidak ada yang mustahil. ". Lalu Bintang menghilang masuk kedalam kamarnya.
Furqon meraih ponselnya yang berbunyi. Sebuah panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Tanpa berfikir lama ia mengangkat panggilan itu.
" siapa ?" tanya Furqon kepada seseorang disebrang sana.
" Gue minta waktu lu sedikit. Gue mau bicara. " jawab orang itu tanpa memberitahu identitasnya. " Lu mau ketemu dimana yang enak ?"
Furqon mengatur nafasnya berusaha sabar karena pertanyaannya tidak dijawab.
" Di Resto Asby, sekarang. "
" Oke. "
Furqon mengambil kunci mobilnya dari atas meja, disaat bersamaan Bintang keluar dari kamarnya.
" Fur mau kemana lu ? " tanya Bintang menatap bingung.
" Cari angin. " jawab Furqon berbohong.
Bintang mengerutkan keningnya, curiga.
" Jam sepuluh malam ?"
" Iya, gue gabut. "
Bintang sama sekali tidak mempercayai perkataan sahabatnya. Ia kenal betul gelagat tidak tenang Furqon pertanda ia menyembunyikan suatu hal.
" Gue ikut, "
" Gak usah. " tolak Furqon.
" Kenapa lu harus cari angin ? lu berdiri aja di depan kipas, " Bintang memberi inisiatif
" Orang kaya gak bisa kena kipas angin alergi kulitnya. "
" SOMBONG LU !"
Furqon tertawa terbahak-bahak dan langsung ngacir menyalakan mesin mobilnya meninggalkan rumah Bintang.
***
Restoran cepat saji Asby sudah tutup, pegawai dan pengunjung sudah tidak ada sejak pukul delapan. Kini di depan hanya ada mereka berdua, Furqon dan Dabith.
Furqon menatap sinis Dabith yang datar. Mata mereka saling beradu pandang. Ya, yang menelpon dan mengajak bertemu Furqon adalah Dabith.
" Lu mau ngomong apa ? cepat orang kaya gak punya banyak waktu, " tanya Furqon membuka suara." Lu dapet nomor gue dari mana ?"
" Hp Wulan. " jawab Dabith jujur. " Gue mau ngomong sesuatu-"
" Apa ? Lu mau gue jauhin Wulan ? Oke no problem. " ujar Furqon tanpa mendengarkan Dabith selesai berbicara.
" Atau lu mau harta gue ? nih ambil, " lanjut Furqon menaruh kunci mobilnya di tangan Dabith.
Dabith berusaha sabar menerima perlakuan Furqon yang menjadi-jadi. Dabith mengingat bahwa Furqon adalah adik kelasnya yang emosional sejak awal masuk saat MOS.
" Bukan itu, "
Dabith mengembalikan kunci mobil kepada sang empu.
" Gue bukan pacar Wulan. " ucap Dabith meyakinkan Furqon.
" Bohong. "
" Gue memang dijodohkan dengan Wulan. Tetapi kami berusaha untuk membatalkannya, " jelas Dabith. " Dia suka sama lu. "
" Terus kenapa dia nolak gue ?"
" Karena dia janji sama gue untuk gak nerima lu ataupun gue biar gak ada yang tersakiti. "
Furqon merasakan detak jantungnya berhenti. Air mata membendung di kantung matanya.
" Sebelumnya gue mau nanya sama lu, " ucap Dabith.
" Apa ?"
" Lu beneran suka sama Wulan atau cuma penasaran ?"
" Gue beneran suka, dan sayang sama Wulan. Mungkin lebih dari itu, bisa dibilang cinta, "
" Lu beneran cinta sama Wulan atau cuma mengagumi ?"
" Apa bedanya ?"
" Mengagumi belum tentu mencintai. Begitupun mencintai belum tentu dimiliki. Itu kembali kepada lu, "
" Gue benar-benar cinta sama dia !" ujar Furqon sungguh-sungguh.
Dabith tersenyum.
" Gue mau lu berdua jadian. besok lu datang kerumahnya ya, " mohon Dabith.
" Lu gak sakit hati ?"
" Sedikit. Tapi insyaallah gue kuat. " jujur Dabith.
Furqon terharu mendengar jawaban Dabith dan memeluknya. " Makasih atas keikhlasan lu. "
Dabith tersenyum dan menepuk-nepuk punggung Furqon pelan seraya berbisik, " Jangan sakiti dia, atau gue akan ambil dia kembali. "
" Siap 86 komandan. "