Chereads / Kapadokya / Chapter 56 - Flavum

Chapter 56 - Flavum

Setangkai mawar kuning di tangan seorang dewi

Embun pagi menambah segarnya bunga

Bolehkah mengganggu dewata

Tatkala sedang jatuh cinta

'Diana….' sebuah suara terdengar diujung telepon Diana.

'Alkatira ….' Diana langsung mengenali suara itu. 'Mengapa menelepon ke kantor ? Telepon kamu aman ?' tanya Diana yang mengkuatirkan adanya penyadapan jalur telepon Alkatira, sejak dia tidak lagi sebagai bagian dari Enterprise segala kemungkinan terbuka lebar untuk terjadi.

Panjang lebar Alkatira membahas segala rencananya dan progress election yang sedang dilakukannya. Sebentar lagi Kapadokya akan melakukan election sekitar dua minggu lagi akan dilakukan.

Percepatan election dilakukan sejak Sang Penguasa merasa terancam oleh adanya gerakan-gerakan baru yang sepertinya sangat populer di kalangan bangsawan Kapadokya.

'Diana…, mawar kuning itu sudah sampai?' tanya Alkatira ditengah-tengah percakapan mereka yang sangat seru.

'Alkatira.., itu kamu?' Diana terkejut karena Diana mengasumsikan bahwa Aska yang membawa bunga tersebut. 'Alkatira, suara kamu …. ' lanjut Diana.

'Ada yang salah dengan suara aku, Diana ?' Alkatira heran dan mencoba mengkonfirmasi apa yang Diana maksudkan.

'Jangan pakai G minor dan F flat major, dan tahan nafasmu pelan-pelan, slow breath Alkatira. Kontrol nafasmu, detak jantungmu terlalu cepat dan keras. Tidak biasanya suara kamu seperti ini Alkatira.' Diana tidak tahan mendengar suara Alkatira. Besok Alkatira akan bertemu dengan Sang Penguasa dan Sang Penguasa akan mengerti dan membaca setiap frekuensi suara yang keluar dari setiap kata yang diucapkan oleh Alkatira dan dia akan tahu bahwa Alkatira sedang jatuh cinta dan itu tidak baik untuk mereka karena Sang Penguasa sangat dekat dengan Alma.

'Aku tidak tahan mendengar suaramu Alkatira, setiap katanya sedang menyerukan suara hatimu.' Diana tak sanggup memberitahukan kepada Alkatira bahwa suaranya seperti seseorang yang jatuh cinta.

'Flavum, ijinkan aku memanggilmu dengan kata itu, Matahari. Namamu bukan lagi Alkatira tapi Flavum atau Matahari. Tingkatan tertinggi yang bisa diberikan untuk seorang Kapadokya.' Saat ini giliran Diana yang harus menata detak jantungnya. Jabatan Flavum seharusnya tidak boleh diberikan kepada seorang manusia walaupun seorang Raja.

Tapi Diana harus memanggilnya seperti itu supaya semua orang yang berada di barisannya mengerti dan memahami bahwa Alkatira adalah sang dia yang kepadanya kekuasaan harus diberikan.

'Flavum, saya tidak sanggup mendengarkan suaramu yang sangat dalam sedang mencintai seseorang. Siapapun dia.' Diana tergetar mendengar suara itu bergetar di ujung telepon yang lain. 'Coba pakai D atau G-4. Arahkan hati dan cinta itu kepada Tuhan saja, flavum.' Diana melanjutkan pembicaraannya. 'Biarlah apa yang kita kerjakan kita dedikasikan kepada Tuhan saja, Allah yang Esa, Raja Yang Kekal dan Damai. Jangan biarkan cintamu pada manusia merusakkan tujuan kita semula. Flavum.'

'Diana, bagaimana aku sanggup mengarahkan semua hati dan pikiran hanya kepada Allah yang tidak kelihatan ?' tanya Flavum sambil mencoba untuk memikirkan merubah-rubah nada suaranya.

'Kamu tidak akan bisa mengubah frekuensi suaramu Flavum, dia akan berubah dengan sendirinya. Hanya hati dan pikiranmu juga harus berubah untuk pemberian rasa cinta, rasa hormat dan dedikasi hidupmu.' Diana mencoba menjelaskan. 'Kamu tidak bisa hanya mencintai aku, kamu juga harus mencintai DIA yang aku sembah. Bukankah Ishtar dan Matahari yang sudah ditinggalkan. Walaupun aku masih tetap menyebutmu matahariku, tapi nanti akan ada Matahari yang akan menggantikan sinar seluruh matahari pagi, kegelapan tidak akan ada lagi dan malam akan seterang siang. Tidak ada lagi air mata dan tidak ada lagi kesedihan. Tapi bukan disini, bukan di Kapadokya, Flavum. Kami akan menemukannya di Jerusalem. Kota yang akan turun dari surga untuk bersatu dengan Tuhannya.'

'Diana, bagaimana sebuah kota bisa turun dari surga ?' tanya Flavum yang heran akan penjelasan Diana.

'Kota itu sudah ada di bumi, Flavum. Hanya menunggu untuk penggenapannya saat Sang Mempelai Laki-Laki,-Tuhan, datang untuk menjemput Sang Mempelai Perempuan,-Jerusalem itu, lalu berdiam bersama-sama dengan mereka di bumi. Ya Flavum, Allah akan berdiam bersama-sama dengan manusia yang dikasihi-Nya di bumi yang diciptakan-Nya dan akan memperbaharui-Nya menjadi sempurna.' Diana menjelaskan dengan sabar kepada sahabatnya tersebut lewat telepon yang digenggamnya.

'Bukankah kita, Allah itu, Diana ?' tanya Flavum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Sejak semula dia merasakan jatuh cinta yang dalam terhadap Diana, tapi melepaskan keallahannya membuat Flavum merasa bahwa semuanya tidak mungkin untuk mendedikasikannya ke Allah asing milik Diana.

'Kita bukan Allah, Flavum. Kita hanya manusia. Kita harusnya bersukacita dilahirkan hanya sebagai manusia.' lanjut Diana, 'Satu-satunya yang adalah Allah dan manusia adalah keberadaan dari pribadi kedua dari satu esensi ke-Allah-an, yaitu ada di dalam seorang Isa yang kami sembah. Dialah Allah dan manusia yang pernah datang ke dunia untuk menebus dan menyelamatkan umat-Nya. Kamu umat-Nya juga kah Flavum ?' Diana menyelesaikan percakapan di telepon genggam itu dan mematikan jalur teleponnya. Diana berbisik, 'Aku juga mencintaimu, Flavum. Tapi hanya sebagai sesama manusia. Cinta seorang teman kepada temannya.'

Di ujung telepon yang sudah dimatikan Alkatira terduduk diam, dia tahu bahwa Flavum adalah gelar kebangsawanan Roma dan bukan Kapadokya dan hanya seorang bangsawan Roma yang berhak memberikan gelar itu kepada orang yang dicintainya jika orang itu bukan berasal dari keturunan asli Romawi.

Alkatira tahu, darah yang mengalir di tubuh Diana yang menjadikannya begitu spesial adalah karena Diana keturunan Romawi yang gelarnya didapatkan dari ayahnya, Kapadokya murni dan Ishmir sejati.

Ketiga garis keturunan ini membuatnya tidak berani sembarangan menyentuh tubuh Diana waktu itu dan hanya memberikan ilusi kepada seorang Diana yang muda dan polos.

Dia memang akan membawanya ke Gerbang Kota yang penuh dengan permata milik kerajaan yang telah ditinggalkannya kepada Alma.

Dia ingin menjadi seorang Kapadokya, itu saja yang dipikirkannya hingga saat ini. Namun mendadak, kata Jerusalem muncul ke dalam kamusnya. 'Apa itu Jerusalem,' kata Alkatira didalam hatinya. Roma tidak lagi menarik buat hatinya saat itu.

'Allah yang berdiam bersama manusia, Allah dan juga manusia yang memerintah menjadi Raja di kota-Nya yang dikuduskan untuk-Nya ?' Alkatira melupakan gelar Flavum yang diberikan Diana kepadanya.

'Apa itu Jerusalem, Diana.' tanya Alkatira di dalam hatinya.