Mawar itu layu
Bahkan air tidak mampu menyegarkannya kembali
Dia sudah dipetik dan helainya mulai gugur
Dalam tangkai bunga yang mengering dan membisu
'Aku tidak menginginkanmu lagi Diana, pergilah kepada kekasihmu yang dulu pernah menginginkanmu.' David melemparkan asbak rokok yang penuh dengan abu itu ke muka Diana lalu pergi.
'David…, bahkan dari dahulu kamu tahu Alkatira tidak pernah menyentuh Ishmir. Dia hanya menggunakan kekuatan sihir dan hipnotisnya untuk mempengaruhi pikiranku. Bukankah kamu tahu semuanya itu David, saat pertama kali kamu menyentuhku?' Diana tidak habis pikir, sungguh ini bukan David yang pernah melamarnya di Kartagena.
Ini bukan Oswald yang dulu pernah dikenalnya. Asap rokok, minuman keras dan ganja menjadi temannya sehari-hari. Hampir setiap hari dia pergi dengan teman-temannya untuk mencari kesenangan di club-club malam.
Cita-cita mereka sudah runtuh di depan mata. Kartagena sudah terjatuh. Roma yang damai sudah diingkari dan Ishmir sudah bersiap untuk pergi tapi janji suci mereka tetap dipegang setia. Ishmir tetap mencintai Cartagena dan menunggunya untuk berubah.
Tapi usia Ishmir yang makin menua membuatnya kehilangan kecantikan dan pesonanya. Garis-garis ketuaannya itu menghilangkan senyuman yang dulu menjadi pesonanya. Kini senyum dan tawa itu seakan lenyap dalam guratan takdir.
'Lelaki memang biadab, lebih baik jika mereka menjadi imam saja di biara dan tidak pernah menikah. Mungkin mereka akan lebih baik di sana. Saat semua aturan dilanggar dan semua keinginan dipenuhi dia tidak lebih dari bangsat-bangsat jalanan yang liar dan tidak berperasaan.' Diana menggumam seorang diri.
'Setelah mereka puas memiliki dan merusak keindahan seorang wanita mereka akan pergi dan mencari keindahan yang lain. Lebih baik jika kami tidak pernah menikah, mungkin kami akan menjadi teman seperjuangan yang sangat handal. Ah Alkatira, kamu… apa kabarmu. Semoga berhasil kawan…' Diana melanjutkan kemarahan yang mengusik hatinya.
Belakangan ini Diana selalu mengindoktrinasi hati dan perasaannya untuk tetap mencintai David setelah apa yang selalu David lakukan kepada Diana dengan minum liquor dan mabuk-mabukan serta merokok dan menghisap ganja.
'Bodoh itu stupid, Diana.' Sering kalimat itu diucapkan oleh hati kecil Diana. 'Bagaimana mungkin akal sehat kamu mampu mengindoktrinasi hati dan perasaan kamu. Perasaan cinta itu tidak bisa dipaksakan lagi mengapa tetap bersama dan menjalani neraka. Pisah saja buat apa lagi kamu membujuk hati dan perasaanmu untuk mencintai David. Lupakan David dan hiduplah bahagia dalam kesendirianmu'
Diana hanya mengusap wajahnya dengan tangan kanannya. 'Aku mencintai David, Tuhan. Buatlah dia berubah.' Hati Diana berbisik.
'Pernikahan ini telah diucapkan janji setia di hadapan-Mu, berikanlah kekuatan untuk dapat menjalaninya seumur hidupku. Bukankah dahulu David tidak seperti itu ya Tuhan, bukankah dulu David begitu mengasihiku dengan segenap hatinya. Ampunilah dia jika ini hukuman-Mu untuk kami karena dia sudah meninggalkan janji imamatnya dihadapan-Mu demi seorang wanita yang sangat fana.' Diana mendadak berlutut di ruangan yang sepi itu setelah sesaat lamanya David pergi meninggalkannya.
Kesabaran dan ketabahan semua yang diberikan Diana untuk David, berharap suatu saat dia akan berubah kembali menjadi David yang dulu pernah mencintainya.
Diana mendengar adanya seorang wanita yang sedang disukai oleh David dan yang didekatinya siang dan malam. Tapi Diana tidak perduli. Cintanya pada David membuatnya terus berdoa dan bertahan untuk rumahtangga mereka. Berharap suatu saat Tuhan beranugerah dan mengembalikan David kembali kepadanya, mencintainya dalam suka dan duka, mengembalikan binar-binar dimatanya dan memeluknya dengan kehangatan seorang pria.
David, pulanglah. Matahariku, sinarmu sangat dibutuhkan dalam gelap dan dinginnya ruangan ini.
Cartagena, kembalilah.