Catur perak dan catur emas sudah mulai dijalankan
Bidaknya mulai dihitung untuk dimainkan
Delapan bidak catur mulai ditata diatas papan permainan
Emas dan perak warnanya dipilih khusus
Untuk melayani 'Sang Raja'
Permainan pembukaan catur sudah dijalankan. Kalau buah catur tertinggi adalah Ratu, siapakah Raja?
Raja tertinggi adalah satu, tidak dua. Dua-dua Catur Raja akan dimainkan oleh Sang Raja empunya langit dan bumi. Karena perak atau emas dua-duanya adalah miliknya. Tinggal catur Ratu, aku atau kamu. Emas atau perak, tidak ada perunggu di singgasana Raja.
'Ishtar..' panggil sebuah suara di pinggir peraduan sang Ratu.
Sang Ratu pun terbangun dari tidurnya. Seperti roh yang melayang dari raganya. Sang Ratu terkejut dilihatnya raga seorang manusia di atas tempat tidurnya.
Sang Ratu melayang terbang memandang wajah yang dikenalinya sebagai wajahnya sendiri. Disampingnya duduk seorang lelaki muda yang memanggilnya, Ishtar.
Seperti roh yang beraga, Sang Ratu mengusap mukanya dengan tangan kirinya. Aruna.
Mendadak seperti terhisap dalam ruang dan waktu, pemandangan di hadapan mata Sang Ratu berubah dengan dahsyat. Dia memandang kejadian sepuluh tahun yang lalu saat Diana dan Aruna sedang bermain-main dalam dosa.
Dia mendadak memandang tahta penyembahan Ishtar di ruangan tersebut tempat mereka bermain-main dalam dosanya. Tatkala semua perangkat penyembahan disiapkan, rempah-rempah bunga, ukupan-ukupan penyembahan, kain yang dipasang berwarna-warni senja. Dan ruangan khusus untuk proses ritual yang keji dimata Sang Raja dijalankan.
Dia, Diana terpilih sebagai korban sekaligus Ratu yang hendak dinobatkan dalam singgasana Sang Ratu.
'Kamu mau, Diana ?' Suara itu berbisik di telinga Sang Ratu.
'Tidak….. ! Diana berteriak dalam tidurnya. Dan roh Sang Ratupun kembali ke tubuh Diana, dan terbangunlah Diana.
Diana terbangun dan memandang Aruna disamping tempat tidurnya. 'Kamu bukan Halael, Aruna. Pulanglah adikku.'
'Kita bukan Helel dan Ishtar. Percayalah padaku.' Lanjut Diana pelan. 'Langit baru dan bumi baru bukanlah milik mereka, kita tidak ditakdirkan menjadi mereka.'
'Aruna…' tangan Diana memegang kedua tangan Aruna yang duduk di samping tempat tidurnya.