Tuhan apakah cinta itu
Mengapa Engkau merentangkan tangan-Mu mati buat kami
Bukankah kami ini hanya seperti penyanyi orkes jalanan
Yang menyanyi dengan sumbang dan tanpa keindahan
Saat berada di atas layar gemerlap tahta anugerah
'Tuhan, apakah cinta itu?' Diana menangis di pembaringannya setelah Aruna meninggalkan ruangan tempat Diana dirawat. 'Dia benar, kami selalu membanggakan cinta, tapi cinta yang kami berikan dan bukan cinta yang sudah Engkau berikan.'
Air mata itu mengalir begitu dalam dihatinya sambil menarik nafas dalam-dalam Diana merasa begitu hina dimata-Nya. Semua kesuksesannya, semua kebaikannya, semua kecantikan dan rasa percaya dirinya seperti kain usang di matanya saat ini. Diana rindu saat awal dia yang lugu, yang polos yang tanpa intrik dan siasat, saat semua belum dimulai. Tapi itu tidak mungkin, kembali ke masa lalu adalah bodoh, sama seperti dirinya yang dulu sangat bodoh dan idiot.
Tidak berani disebutnya nama Oswald di dalam hatinya, Oswald adalah milik-Nya yang sangat dikasihi-Nya tidaklah mungkin Diana minta untuk menjadi miliknya.
Dedikasi dan devosi yang Oswald berikan adalah jauh lebih berharga daripada menjadi seorang Kapadokya walaupun sebagai bangsawan di Kapadokya.
Seperti mempelai perempuan yang dipersiapkan untuk menemui sang mempelai laki-laki, Oswald harus mempersiapkan sang mempelai perempuan untuk siap bertemu dengan mempelai laki-lakinya. Jerusalem, DIA menyebutnya. Itulah mempelai perempuan yang dipersiapkan untuk menantikan kedatangan-Nya.
Bukan Jerusalem yang sedang konflik berdarah dengan Palestina di tanah perbatasan Asia. Tapi ini Jerusalem yang nantinya akan menantikan sang mempelai laki-laki yaitu Tuhannya sendiri, Kristus akan datang untuk berdiam bersama-sama dengan umat-Nya di bumi.
Jerusalem ini yang dikejar-kejar untuk dibunuh satu demi satu, walaupun telah sekian banyak umat-Nya dibunuh dihadapan tahta Iblis, sampai hari ini masih menantikan kedatangan Sang Mesias, atau mempelai laki-laki tersebut.
Seribu lilin dibawa dalam seribu tahun oleh setiap umat-Nya untuk dikumpulkan dalam kegelapan dunia, untuk menjadi terang yang menerangi jalan sampai nanti mempelai laki-laki hadir dan seluruh umat akan berbahagia dan ikut di dalam perjamuan pesta tersebut.
Nanti DIA akan datang, tapi semua harus menunggu terlebih dahulu genapnya jumlah setiap umat yang akan dibunuh di atas mezbah karena kesaksian mereka akan Tuhan mereka yang mati di kayu salib, namun bangkit kembali untuk menyelamatkan setiap umat yang percaya kepada-Nya karena cinta dan kasih-Nya yang begitu dalam kepada manusia dan karena kepatuhan-Nya pada perintah Bapa-Nya.
Jerusalem telah dan akan diam saat ketika umat bersatu dengan Kristus di dalam pujian dan ucapan syukur yang dinaikkan di dalam persekutuan bersama, dan Oswald diberikan kehormatan untuk menjadi imam di bumi yang membimbing dan menaikkan serta mengajar umatnya, mempelai perempuan, untuk menjaga kemurnian mereka sampai Tuhan datang.
'Bukankah itu kehormatan yang sangat besar, Diana? Jangan tangisi dan inginkan dia lagi.' sebuah suara berbisik di dalam hati Diana.
Jerusalem yang baru yang disucikan di dalam darah Tuhannya yang mati untuk menebus setiap umat-Nya. Bukan Jerusalem yang pernah meninggalkan DIA di padang gurun untuk menyembah Allah lain, untuk memuja kekasih hatinya yang menyesatkan dia, untuk memuaskan nafsu celakanya dengan penyembahan terhadap yang bukan Allah. Bukan Jerusalem lama yang kini makin lama makin berdarah dan penuh dengan kekerasan dan kekejian yang sudah Tuhan tinggalkan. Bukan Israel yang lama, tapi ini Jerusalem yang baru, Israel yang baru yang terbit dari tunggul Isai dari satu Israel sejati yang bernama Yesus Kristus. Satu-satunya Israel yang diperkenan oleh Allah untuk menjadi Raja selama-lamanya yang kepada-Nya seluruh bumi harus tunduk dan menyembah.
'Mari datanglah Jerusalem, mari bersujud dan menyembah Tuhanmu, mari datanglah Aruna, mari datanglah Jenderal Besar Israel. Engkau bukan milik kegelapan, engkau bukan bintang pagi, hanya DIA, Yesus Kristus adalah bintang pagi. Engkau bukanlah Helel, dan aku bukanlah Ishtar. Aku dan kamu adalah seperti penjahat di kanan dan kirinya yang disalibkan bersama-sama di atas bukit Tengkorak.' Diana menggumam perlahan, 'Aruna, pulanglah. Biarlah keselamatan dan cinta yang dari Tuhan saja yang memanggilmu pulang. Aku bukan siapa-siapa, aku tidak akan menjadi siapa-siapa dan aku hanya ingin engkau pulang datang ke rumah-Nya dan bersujud di kaki salib-Nya karena kita adalah bukan siapa-siapa, Aruna.'
'Tuhan, mohon terimalah permohonan ini.' Diana menyelesaikan doanya lalu menunggu waktunya suster untuk mengantarkannya pulang ke rumah.