Datanglah pada-Nya
Akuilah dosa dan pelanggaran di hadapan-Nya
Karena dosa dan kenikmatannya
Tidak akan pernah mengenal arti kata cukup
'Jenderal... ' Kata Diana sambil mencoba menahan nafas sambil memandang Aruna dan melanjutkan kata-katanya, 'Biarkanlah tetap seperti ini, saya tidak ingin membiarkan saat-saat ini berakhir.'
'Diana…' Aruna hendak menyela perkataan Diana.
Diana langsung meletakkan dua jari tangannya di bibir Aruna tanda buat Aruna untuk tidak memutus kata-katanya.
'Jenderal, kamu membuat saya mulai bermimpi di dalam hati dan kini semakin lama semakin jelas, sudahkah engkau mendengar seruan mimpi ini?' Diana tersenyum dan memegang tangan Aruna kembali.
'Jenderal, pegang tanganku sekarang dan mari berbagian denganku dalam mimpi ini karena tanpa dirimu semua mimpi itu adalah sia-sia.' Diana berhenti sejenak lalu lanjutnya, 'Ingin rasanya memeluk dirimu, Jenderal.'
'Percayalah semuanya tidak akan cukup dalam gelimang dosa, walaupun seribu kilau seribu lampu, seribu bintang yang kita curi dari malam, menara emas yang tertinggi dan tangan yang mampu memegang seluruh kendali dunia tidak akan pernah cukup buat kita.' Lanjutnya kembali, 'Kita akan haus dan lapar selalu dibuatnya. Rasa ingin itu akan membunuh kita siang dan malam tanpa bisa kita mati tapi hanya menderita seperti mati.'
'Diana….' desis Aruna perlahan.
'Kamu tahu saya adalah seseorang yang pernah memiliki semuanya, penguasa nasib saya sendiri, dan saya tidak pernah membutuhkan siapapun dalam hidup saya.' Lanjutnya, 'Saya memutuskan semuanya dengan keinginan dan pikiran saya sendiri, saya tidak pernah belajar untuk menerima orang lain dalam hati dan pikiran saya.' Aruna tersenyum lalu memandang Diana, 'Tapi sejak kamu masuk dalam hidup saya, saya mulai belajar tentang kata cinta, walaupun sangat terlambat, namun saya tidak dapat menyingkirkan rasa sakitnya kehilanganmu hari itu.'
Aruna melanjutkan, 'Saya yang selalu diajarkan tentang kebencian terhadap orang-orang yang berbeda dengan saya, bagaimana mereka mencuri, menjarah dan tidak perduli akan kehidupan kami menjadi tersiksa saat menatapmu sakit dan terluka, jatuh bangun untuk kembali sembuh dan bangkit kembali di kehidupanmu tanpa saya sanggup untuk menolongmu.'
'Beberapa lama ini saya benar-benar mencoba untuk menutup mataku tentang dirimu dan kaummu tapi kalian masih di sana dan saya tidak tahan untuk tidak membiarkanmu dan kaummu mencuri ke dalam hati saya yang mendadak menjadi sendu. Semuanya itu lebih dari yang bisa saya tanggung.'
'Jenderal ….' Diana hendak mengucapkan kalimat, namun langsung dihentikan oleh Aruna dengan isyarat jari di bibirnya.
'Sekarang saya tahu kamu tidak akan pernah meninggalkan saya sendiri walaupun kamu bukan bagian dari saya tapi saya akan menunggu dengan pintu terbuka dan akan terus membodohi diri sendiri, bahwa kamu akan masuk dalam menara gading ini dan tinggal bersamaku selama-lamanya.'
'Jenderal, jangan bodohi dirimu sendiri. Saya bukan siapa-siapa dan tidak akan menjadi siapa-siapa. Saya juga tidak akan bisa menjadi siapapun yang akan menemanimu selama-lamanya.' Diana kali ini memegang jari Aruna yang hendak menahannya berkata-kata. 'Jenderal, saya tahu kamu marah terhadap cobaan cinta dan mengutuk pudarnya cahaya saat kita berdua terbang jauh dari jangkauan takdir. Tapi kalau cinta yang pernah kita alami berdua, kalau itu boleh kita sebut cinta, adalah sesuatu yang melanggar norma dan aturan bahkan yang umum berlaku di masyarakat. Tidaklah baik jika seorang pria dan wanita melakukan hal-hal tersebut di masyarakat walaupun mereka semua tidak mengetahuinya.'
Diana terdiam sejenak, 'Dan jika menjadi pelaku saja tidak diperkenan oleh masyarakat dan Tuhan apalagi kalau menjadi perencana akan kerusakan moral di masyarakat.'
'Dan jikalau jenderal mau mengenal kami dan kaum kami, pintu kami terbuka lebar menerimamu bersama kami. Turunlah dari menara gading yang tinggi itu, masuklah ke dalam kemah kami dan belajarlah bersama kami akan cinta kasih Tuhan kami yang melebihi apapun yang dapat digambarkan.'
'Diana, ada satu pertanyaan.' tanya Aruna ragu-ragu.
'Katakanlah, Jenderal.' jawab Diana.
'Apakah kamu mencintai aku?' tanya Aruna kembali.
Diana tersenyum sejenak lalu sepatah kata muncul dari bibirnya, 'Aku mencintaimu sebagai sesama manusia, Jenderal. Bukankah itu melebihi rasa cinta sebagai seorang pria dan wanita?'
'Diana, jangan panggil aku Jenderal lagi.' Aruna terdiam lalu keluar dari ruangan dimana Diana itu dirawat.
'Aruna …' kata Diana lirih dan membiarkan Aruna pergi meninggalkan dia sore itu.