Chereads / Ayah Tiriku Idolaku / Chapter 4 - Part 4 : Lapangan

Chapter 4 - Part 4 : Lapangan

Selepas waktu ashar. Ketika jarum pendek jam di dinding menunjuk angka 4. Oppo datang ke rumahku dengan sepeda motor barunya. Ia mengajakku main futsal di lapangan bola yang ada di alun-alun kota. Karena aku tidak memiliki acara, aku pun menuruti ajakannya. Kami berdua pergi meluncur ke sana. Di tengah jalan kami bertemu dengan Advan dan Evcoss. Mereka teman sekelasku juga.

Tiba di tempat itu, aku melihat jumlah pengunjungnya sudah cukup banyak. Tua, muda. Pria, wanita. Besar, kecil. Semuanya membaur jadi satu dan melakukan berbagai aktivitas sore yang sangat menyenangkan. Bermain dan berolah raga.

Aku dan Oppo beserta teman-teman yang lain (Advan dan Evcoss) langsung mencari tempat yang masih lapang untuk bermain futsal. Hampir satu jam kami berempat memainkan bola kaki ini sambil tertawa riang. Menguras energi dan memeras keringat. Menyenangkan walaupun agak melelahkan.

Advan dan Evcoss

Setelah puas bermain-main, akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Sebelum pulang kami mampir ke toilet umum di area lapangan. Cukup ngantre, karena banyak pengunjung yang ingin menggunakan toilet ini. Beberapa menit kemudian, tibalah giliran aku dan kawan-kawan masuk ke ruang toilet, kami pun langsung berebut untuk mendapatkan urinoir yang berjajar pendek. Hanya ada dua buah. Untuk menyingkat waktu, kami terpaksa menggunakan satu urinoir untuk dua orang. Tanpa basa-basi, aku beserta kawan-kawan cuek saja melorotkan celana dan memamerkan alat vital kami masing-masing. Aku dan mereka merasa bangga dengan barang kelelakiannya. Semuanya sudah tersunat ketat. Ukurannya rata-rata lumayan gede. Kepalanya masih merona dan bulu-bulunya masih tampak jarang-jarang. Entah, tiba-tiba saja aku jadi memperhatikan bentuk dan ukuran kemaluan mereka. Lucu dan unik. Ada yang tebal, ada yang lurus dan ada yang bengkok. Aku terpana dengan aneka rupa bentuk kelamin teman-temanku. Padahal aku sendiri memilikinya, tapi mengapa ada perasaan aneh yang menyelimuti jiwa ini, saat mataku melihat perkakas pribadi mereka? Ada apa denganku? Apakah ada yang tak beres dengan diriku? Heran ....

''Vo ... anjriiit, kontol lo ngaceng!'' celetuk Advan membuyarkan pikiranku. Aku pun langsung tersentak kaget. Aku jadi merasa malu karena kondisi organ kelaminku menegang tak terkendali.

''Hahaha ... lo pasti lagi mikir jorok, ya!'' timpal Evcoss menambahi sembari memeriksa alat vitalku yang sedang memancurkan air seni.

''Jangan-jangan lo tidak normal, Vo ...'' ungkap Oppo nyeplos.

''Taek! Gue masih normal, Njiiing!'' tadahku dongkol.

''Hahaha ...'' Mereka jadi ngakak. Aku manyun. Sedikit kesal. Tidak marah sama teman-temanku, tapi aku kesal sama otongku yang ngaceng tanpa permisi. Bikin malu saja. Wajahku jadi memerah seketika.

Well,

Usai membuang hajat kecil berjamaah, kami pun langsung keluar dari ruang toilet itu. Namun, pas di depan pintu kami berpapasan dengan seseorang. Dia laki-laki. Berperawakan tinggi besar. Badannya tegap. Otot-ototnya kekar seperti binaragawan. Kulitnya agak gelap, tapi memiliki wajah yang cukup sedap di pandang mata. Sekilas aku merasa seolah pernah melihatnya, tapi aku tidak yakin sepenuhnya.

Bang Sam

''Woy, kenapa, Bro?'' ujar Oppo seraya menepuk pundakku, "bengong aja!" imbuhnya.

''Nggak. Ngak apa-apa!'' jawabku singkat.

''He-em, kayaknya lo aneh deh, Vo ...'' timpal Advan, ''ada apa, sih?'' lanjutnya dengan mimik yang kepo.

''Tidak ada apa-apa, Van ..., gue cuma merasa kayaknya gue pernah melihat laki-laki berbadan kekar itu, semacam dejavu gitu, sih,'' terangku.

''Maksud lo laki-laki yang barusan masuk ke toilet?'' tanya Evcoss.

''Iya ...'' Aku mengangguk, ''lo kenal dia?'' imbuhku.

Evcoss menggeleng.

''Gue kenal!'' celetuk Oppo semangat.

''O, ya ... siapa?'' tanyaku penasaran.

''Dia mah, Si Bang Sam ...'' jawab Oppo.

''Bang Sam?'' Aku mengernyit.

''Bang Samsung ... keren ya, body-nya? Dia seorang personal trainer di pusat kebugaran. Dia juga salah satu guru olah raga di SMA sebelah. Masih bujangan. Ganteng, 'kan?'' terang Oppo berlanjut.

''Kenapa sih, lo tanya-tanya dia, Vo? Lo naksir, ya?'' timpal Advan.

''Nggaklah ... siapa yang naksir! Gue 'kan cuma pengen tau doang ...'' sergahku kesal.

''Ohh ... kirain.''

''Hehehe ...'' Mereka jadi terkekeh. Aku merengut.

''Eh, Oppo ..., kok, lo bisa tau sih, tentang Bang Sam ...'' ungkapku.

''Ya ... karena dia itu temannya Bang Kia, Abang gue!''

''Oh, gitu ...'' Aku mengangguk-angguk.

''Iya ... kalau lo pengen tau dia lebih banyak, lo datang aja hari minggu ke rumah gue. Bang Sam dan Bang Kia pasti latihan karate bareng di belakang rumah.''

''Ah, gak perlu sedetail itu juga kali ...''

''Ya, kalau lo masih penasaran sama dia, Vo ...''

''Hehehe ...'' Aku hanya nyengir sambil garuk-garuk kepala yang sebenarnya tak gatal.

Mata teman-teman jadi menatapku dengan tatapan yang aneh. Namun, aku berusaha acuh saja. Tanpa mempedulikan sikap mereka. Sejujurnya aku memang masih penasaran dengan laki-laki kekar itu. Bukan karena apa, tapi aku merasa kalau perawakan tubuh Bang Sam itu sangat mirip sekali dengan tubuh laki-laki yang  sedang mengencani ibuku tadi siang. Kuharap sih, bukan!