Meski lelah, namun aku tak gentar menghadapi jalanan yang tak begitu lebar. Penuh debu dan kerikil kasar. Membuat tubuhku bergetar-getar. Akan tetapi di tengah jalan, aku merasakan ada yang tak beres dengan roda sepedaku. Tiba-tiba saja lingkaran bejeruji ini bergerak oleng ke kanan-kiri. Seperti orang mabok ganja. Saat kukayuh terasa sangat berat. Seakan mogok. Tak mau bergerak. Terpaksa aku menghentikan sepedaku dan memeriksa kondisi bannya. Alamak ... bannya gembos. Bocor.

Vivo
''Huh!'' kuhempaskan napas jauh-jauh.
Aku jadi menggerutu. Kesal. Karena perjalanan masih cukup jauh, sementara sepedaku tak bisa kunaiki lagi. Bengkel sepeda juga tidak ada di sekitar sini. Uuuh ... sial, sial! Aku menjambak rambutku sendiri. Merasa geram dan frustasi. Mau tak mau aku harus jalan kaki dan menuntun kerangka besi ini. Dasar sepeda tua tak guna! Ingin sekali aku membuangnya. Iiiihhh ... sebel!
Di saat kalut, cemberut dan seabrek rasa yang bikin mumet. Tuhan masih mengasihani aku. Hal tak terduga pun terjadi, ada pengendara sepeda motor yang diam-diam menghampiri. Aku tercengang menatap Si Pengendara laki-laki itu yang perawakannya tinggi besar. Berotot dan kekar. Sepertinya aku sudah tak asing dengan bentuk tubuh seperti ini. Namun aku belum berani berspekulasi.
''Kenapa, Dek?'' ujarnya pas di hadapanku. Suaranya terdengar sangat berat tapi merdu. Seperti bunyi seruling Sunda yang menentramkan. Kepalaku yang panas tersulut emosi mendadak adem seperti terguyur air pegunungan. Sejuk.
Aku masih terdiam menatapnya.
''Apa kamu perlu bantuan?'' ucap dia lagi.
Aku masih tak gerak. Bergeming.
Laki-laki berbadan atletis ini melepas helm yang menutupi kepalanya, dan saat itu juga jantungku mendadak berdetak jauh lebih kencang. Seperti suara gendang yang terpukul keras. Betapa tidak, laki-laki yang berdiri tegap pada jarak yang sangat dekat ini ternyata Bang Samsung. Laki-laki yang diam-diam membuatku terkagum-kagum. Laki-laki yang mampu membangkitkan gejolak nafsu di dadaku. Laki-laki yang beberapa hari ini memicu rasa penasaranku.

Samsung
Kini aku sedang bertatap muka dengannya. Sangat dekat. Terlalu dekat. Bahkan aku bisa menghirup aroma jantan dari tubuhnya. Keindahan lekukan tubuhnya benar-benar nyata. Jelas. Mempesona. Menawan. Ganteng. Sempurna.
''Kok diam?'' kata Bang Samsung memecah lamunanku.
''Eh ... iya ... ban ... ban ... se-sepedaku ... bo-bocor ... hehehe!'' jawabku gugup dan mendadak gagap.
''Oh ... gitu,'' Laki-laki tampan ini memeriksa kondisi ban sepedaku, lalu ...'' benar, bannya gembos ... emang rumahnya di mana, Dek?'' imbuhnya.
''Di Desa Sukasari,'' jawabku masih gugup.
''Wah, masih jauh, ya?''
''I-iya, Pak ... eh ... Bang ...''
''Hehehe ...'' Bang Samsung jadi tersenyum, duh ... senyumanya supermanis. Seperti ada jutaan butiran gula yang menempel di bibirnya yang ranum.
''Kamu sekolah di mana, Dek?'' tanya Bang Samsung.
''Di SMA 1 ...''
''Oh ya, kelas berapa?'' Mata Bang Sam terbelalak. Mungkin dia terkejut. Seolah tak percaya.
''Sebelas ...''
''Sungguh? Sebelas apa?'' Bang Sam mengernyit tajam.
''Sebelas IPA 2.''
''Ohhh ... saya juga mengajar di sekolah itu. Mengajar bidang study olah raga untuk kelas sebelas IPA 1,'' terang Bang Samsung.
__Aku sudah tahu, Bang!
Aku tersenyum kaku. Merunduk malu-malu.
''O, ya, siapa namamu, Dek?'' tanya Bang Samsung lagi.
''Vi-Vivo ... Pak!''
''Panggil saja Bang Samsung ... itu nama saya.''
__Aku juga sudah tahu, Bang!
Aku tersenyum. Masih kaku. Salah tingkah. Canggung. Gugup menggunung.
''Kalau di luar sekolah cukup panggil saya, Bang ... lagipula saya juga tidak mengajarmu di sekolah.''
''Hehehe ... baik, Bang!''
''Kamu bilang ..., kamu kelas XI.IPA.2 berarti kamu sekelas dong, sama Oppo?''
''Hehehe ... iya, sebangku malah.''
''Oh ... Oppo itu adiknya Nokia, sahabat akrab saya!''
__Aku sudah tahu, Bang!''
Aku mengangguk dan tersenyum tipis.
''Ya, udah ... kalau gitu biar saya antar kamu ke bengkel aja, gimana?''
''Maaf ... apakah sa-saya tidak merepotkan Ba-bapak? Eh ... Bang, hehehe ...''
''Repot apanya ... udah cepetan naik ke motor saya, dan tuntun sepedanya!''
''Baiklah!''
Meskipun ragu dan malu-malu akhirnya aku menuruti semua perintah Bang Samsung. Aku membonceng dia sambil menuntun sepeda menuju bengkel terdekat.
__Terima kasih, Tuhan ... di saat genting begini Engkau mengirimkan Bang Sam untuk menolongku.
Ini seperti mimpi. Hatiku terasa senang sekali. Tanpa disengaja aku bertemu dengan laki-laki yang kukagumi. Bisa mengenalnya lebih dekat. Bisa mencium aroma keringatnya yang 'LAKI' sangat. Aku benar-benar terpikat. Dan tanpa terasa kontolku jadi ngaceng seperti tongkat. __Aduh ... kenapa sih, angry bird terbangun di waktu yang tidak tepat. Aneh ... jangan-jangan aku memang memilki orientasi seksual yang laknat. Membelot. Menyukai sesama jenis. Uuuuhh ... benarkah aku bagian dari makhluk-makhluk itu. Lelaki yang doyan sama batangan. Oh, tidak! Aku tidak mau jadi homo. Apa nanti reaksi teman-teman bila mengetahui kalau ada jiwa gay dalam diriku? Bisa-bisa mereka pasti membenciku dan akan menjauhiku. Lebih baik aku mengontrol diriku ini, agar nafsu kehomoanku bisa teredam dengan tepat. Tak berkembang. Tak terekspose.