Chereads / Ayah Tiriku Idolaku / Chapter 12 - Part 12 : Masa Lalu

Chapter 12 - Part 12 : Masa Lalu

Pukul 14.15 WIB, aku sampai di rumah. Aku langsung berganti pakaian dan makan siang. Selanjutnya aku tiduran di kamar sembari menuliskan pengalamanku bertemu Bang Samsung. Saat asik menulis dan membayangkan kejadian bersama Bang Sam, tetiba kupingku mendengar suara ketukan pintu.

Tok ... Tok ... Tok!!!

Pintu rumahku terketuk orang.

Aku pun langsung keluar dari kamar dan bergegas membukakan pintu. Alangkah terkejutnya aku saat melihat seorang laki-laki muda berdiri tegap di hadapanku. Rasanya seperti ditampar badai salju. Ser-seran bikin merinding bulu kuduk. Dia tetanggaku. Usianya 4 tahun lebih tua dariku. Dulu aku dan dia sering bermain bersama. Kami sangat akrab. Dia sudah kuanggap seperti Abangku sendiri. Namun, kini hubunganku dengan dia agak merenggang sejak ia memutuskan bekerja dan merantau di ibu kota. Kami jarang berkomunikasi, bahkan nyaris tak pernah bertemu lagi. Dan saat ini, ia hadir di depan mata.

Aldo

''Bang ... Bang Aldo ...'' ujarku tak percaya.

''Hehehe ...'' Dia meringis, ''lagi ngapain, Vo?'' ucapnya penuh keramahan.

''Lagi istirahat, Bang ...'' jawabku.

''Boleh aku masuk?''

''Mmm ... boleh, silahkan!''

Aku membiarkan Bang Aldo masuk ke ruang tamu dan duduk di sofa.

''Udah lama ya, kita tak bertemu, Vo ... lo udah makin besar aja, hehehe ...'' Bang Aldo tertawa ringan sembari memperhatikan aku dari ujung kaki hingga ujung kepala.

''Ya, Bang ... Abang juga makin kelihatan dewasa.''

''Hehehe ...'' Bang Aldo terkekeh, aku juga.

''Kapan Abang balik dari Jakarta?''

''Beberapa hari yang lalu.''

''Ohhh ... kok baru kelihatan batang hidungnya.''

''Ya ... karena lo jarang keluar rumah, makanya lo tidak lihat keberadaan gue.''

''Hehehe ...'' Aku nyengir.

Aku dan Bang Aldo jadi terdiam sejenak. Suasana mendadak kaku. Kami saling memandang dan saling mengenang.

''Bang Aldo mau minum apa?'' ucapku berusaha melumerkan suasana.

''Tidak perlu sungkan, Vo ... lo kayak baru kenal sama gue aja. Sini duduk dekat gue!'' sambut Bang Aldo sembari menarik tanganku dan mendudukan aku tepat di sebelahnya. Aku jadi deg-degan. Merasa canggung berhadapan dengan laki-laki yang satu ini. Aku cuma merunduk dan tak berani menatapnya.

''Emang lo gak kangen apa sama gue, Vo?'' ucap Bang Aldo sembari mengangkat daguku dengan sangat lembut, dan tentu saja perlakuannya ini membuatku jadi panas dingin.

''Bang ... kita sudah pada gede, Bang, rasanya aneh bila kita berdekatan begini seperti waktu kecil.''

''Emang kenapa? Kamu gak suka? Dulu kamu senang kalau dempet-dempetan sama gue.''

Tanpa ragu Bang Aldo memelukku erat dan menciumi leher dan pipiku. Namun aku berusaha mengelak dan menghalau tangannya yang nakal. Aku merasa risih dan tidak enak.

''Vo ... lo kenapa, sih? Kok jadi berubah?''

''Aku takut nanti dilihat orang, Bang ...''

''Tidak apa-apa, wajar 'kan, bila kakak memeluk adiknya, dulu kita juga sering 'kan berpelukan begini.'' Bang Aldo memeluk tubuhku kembali dan menciumi kening dan pipiku.

''Tapi ... kita sudah gede, Bang ... tidak enak dilihat orang. Nanti mereka mengira kita pasangan ....''

''Pasangan apa?''

''Gay ...''

''Hahaha ...'' Bang Aldo ngakak sembari melepaskan pelukannya dari tubuhku.

''Jadi lo gak mau nih, dipeluk sama gue lagi?''

Aku cuma terdiam.

''Kok lo jadi berubah gini sih, Vo ... lo gak pengen megang punya gue. Dulu lo sering banget mainin punya gue.'' Tangan Bang Aldo meraih tanganku dan meletakannya pas di atas selangkangannya. Aku jadi kaget ketika telapak tangan ini merasakan gundukan keras yang cukup hangat. Dulu, waktu kecil aku memang suka memegang alat vital Bang Aldo. Meremas dan mengurutnya seperti layaknya sebuah permainan. Bahkan aku juga membantu mengocoknya hingga mengeluarkan cairan putih yang dulu belum kuketahui kalau itu merupakan cairan sperma.

''Tidak, Bang ...'' Aku menjauhkan tanganku dari tonjolannya.

''Kenapa?'' Bang Aldo mengekrutkan keningnya.

Aku terdiam lagi.

Bang Aldo tersenyum, lalu ia menarik tanganku lagi dan menuntunnya kembali ke wilayah organ kelaminnya.

''Gue ngaceng, Vo ... bantuin gue ngocok, ya!'' bisiknya sembari melepaskan celana panjanganya, kemudian ia juga melorotkan sempaknya hingga kontolnya yang sudah tegang mencuat bagai sebuah terong ungu. Besar. Panjang. Tebal. Berbulu lebat. Seperti hutan belantara. Beberapa tahun aku tidak melihat dan memegang kontol Bang Aldo. Kini organ seksualnya telah banyak mengalami perubahan yang sangat signifikan dari bentuk fisik dan ukurannya.

Aku tercengang saat melihat kepala kontolnya yang mengkilat kemerahan. Lehernya yang tersunat ketat juga tampak ada urat-urat halus yang mempesona. Batangnya yang panjang terdapat garis tonjolan urat yang kehijauan. Bulu jembutnya lebih rimbun dan kasar. Biji-bijinya juga terlihat lebih menawan seperti buah salak. Hitam kecoklatan. Menggemaskan.

''Pegang!'' komando Bang Aldo dan anehnya, aku menurut saja.

''Kocokin!'' serunya. Bagai terhipnotis aku pun mengikuti perintahnya.

Benda keras nan hangat ini kupegang dan perlahan kukocok naik turun. Seperti gerakan orang memijat. Kucengram kuat organ kelelakian Bang Aldo hingga batangnya berdenyut-denyut. Manggut-manggut. Seolah tak sabar minta diurut.

''Terus, Vo ... kocok! OUGHHHH ...'' Bang Aldo mulai merancau. Tubuhnya menggelinjang saat aku mengusap-usap kepala kontolnya dengan penuh kelembutan.

AAAAACCCKKKHHHH ....

Bang Aldo mendesah manja. Menggelorakan rasa yang mencabik sekujur tubuhnya.

''Remas, Vo ... mainkan kontol gue! OUGHHH ... AAAHHHH ...'' pekik Bang Aldo mengerang.

''Jangan berhenti ... buat gue klimaks, Vo ... lakukan seperti dulu!''

Bisikan-bisikan binal dari mulut Bang Aldo benar-benar laksana obat bius yang mampu mencuci otakku untuk selalu mematuhinya. Apa pun perkataan yang keluar dari bibirnya selalu aku turuti.

OUGHH ... AAAHHH ... AAAHHH ...

Rancauan dan desahan Bang Aldo terus bergema seiring dengan kocokan tanganku di senjata persenggamaannya. Aku terus mengurut dan memijat kontol Bang Aldo hingga tubuh Bang Aldo mengeliat tak karuan. Otot-ototnya mengejang. Suara napasnya ngos-ngosan. Dan sejurus kemudian ... SERRR ... CROOOT ... CRROOOT ... CROOOTTTT ... Magma putih bertebaran keluar dari lubang kontolnya. Semprotan pejuhnya bagai air mancur yang pecah membanjiri perutnya dan juga tanganku.

AAAACCCCKKKHHHH ... ANJRIIITTT ... ENAK TENAN!

Bang Aldo menjerit lantang bersama derasnya bulir keringat yang membasahi tubuh kekarnya.

''Legaaaaaa ...'' ujarnya pelan sambil mengusap lembut pipiku, ''terima kasih, Vo!'' lanjutnya sambil tersenyum manja penuh dengan kepuasan.

Aku hanya diam dan merunduk. Masa kecilku terulang kembali. Kenangan yang selama ini berusaha kubuang ternyata datang lagi. Menyeretku kembali ke dalam kubangan tindakan yang terlarang.