Chereads / Ayah Tiriku Idolaku / Chapter 17 - Part 17 : Mirip?

Chapter 17 - Part 17 : Mirip?

''Oppo ... kamu sudah pulang?'' Suara seorang wanita mengagetkanku. Aku terperanjat karena aku lama terpaku memandang foto keluarga itu. Saat aku membalikkan badanku, di depanku tengah berdiri seorang wanita paruh baya yang berpakaian nyentrik seperti ibu-ibu pejabat. Di sampingnya berdiri seorang bocah perempuan yang masih mengenakan seragam SD. Aku rasa mereka ibu dan adik perempuan Oppo.

I Cherry

''Oh, maaf ... saya kira kamu, Oppo ... wajah dan gaya rambutmu hampir mirip sekali, siapa sebenarnya kamu?'' Wanita itu menatapku dengan seksama. Seolah tak jelas dan tak percaya, ia pun membuka kaca matanya dan memperhatikan aku dengan baik-baik.

Aku hanya terbengong. Diam terpana.

''Dia, Vivo, Mah ... teman sebangkuku!'' celetuk Oppo dari dalam sembari membawa dua gelas minuman.

''Oh ... Vivo,'' Mama Oppo mengkerutkan keningnya dan masih menatapku dengan pandangan yang penuh nada keheranan.

''Siang Tante!'' sapaku sambil melepaskan senyuman dan sedikit membungkukkan tubuh.

''Sumpah ... kalian berdua seperti anak kembar, wajah kalian bagai pinang dibelah dua ...'' cetus Mamah Oppo sembari memandangku dan memandang Oppo bergantian.

''Tapi ... tunggu!'' pekik wanita berambut keriting sasak itu, saat beliau memperhatikan wajah Oppo. Matanya menyipit seolah menemukan keganjilan. Perlahan beliau mendekati Oppo dan memeriksa wajahnya.

''Wajahmu kenapa, Po? Habis berantem, ya? Kok memar-memar gitu?'' lanjutnya dengan menampakan mimik yang cemas.

Aku dan Oppo jadi saling berpandangan, kemudian dengan cepat Oppo menjawab, ''Tidak, Mah ... aku jatuh terpeleset waktu bermain bola, hehehe ... iya, 'kan, Vo!'' Oppo menyenggol lenganku.

''I-iya, benar, Tante. Hehehe ...'' timpalku rada gugup.

''O, gitu ... makanya lain kali hati-hati, Po!'' Mamah Oppo mengusap kepala Oppo penuh dengan kelembutan.

''Iya, Mah!'' jawab Oppo.

''Ya sudah, siapa tadi nama kamu, Nak?'' Mamah Oppo balik memandangku lagi.

''Vivo, Tante ...'' jawabku pelan.

''Oke ... Vivo, anggap rumah sendiri, ya. Jangan malu-malu!'' ujar Mama Oppo seraya mengusap bahuku.

''Baik, Tante!'' sahutku. Manggut-manggut.

''Maaf ya, Tante masuk dulu ... biasa ibu negara, sibuk ... penuh agenda, harap dimaklumi, ya ...''

''I-iya, Tante!''

''Mei ... ayo masuk, Sayang!'' Mamah Oppo menarik anak gadisnya dan membawanya masuk ke ruangan tengah meninggalkan aku dan Oppo yang masih berdiri kaku di ruang tamu.

Meizhu

Huh ... aku dan Oppo kompak menghela napas dalam.

''Nih, buat lo ...'' Oppo menyerahkan segelas minuman ke tanganku.

''Terima kasih!'' ucapku seraya menerima gelas tersebut dan segera meminum isinya.

''Sorry ya, Vo ... Nyokap gue kalo ngomong nyablak ... ceplas-ceplos, tapi beliau baik kok orangnya ...''

''Hehehe ... ya, gapapa. Lagipula bukan beliau aja kok, yang bilang kalau wajah kita hampir mirip ... ya, 'kan?''

''Ya, sih ... kita emang mirip ... tititnya doang, hahaha ...''

''Hahaha ...'' Aku dan Oppo jadi terkekeh.

''O, ya ... tadi bocah perempuan itu adik lo, ya, Po?''

''Iya ... itu adik gue namanya Meizhu, masih kelas 5 SD, cantik 'kan?''

''He-em cantik ... imut, manis, menggemaskan!''

''Menggemaskan, sih, tapi kadang juga ngeselin suka gangguin gue ...''

''Hehehe ... pasti sangat menyenangkan bisa bercanda dan berantem dengan saudara sendiri ...''

''Hehehe ... ya, begitulah.''

''Eh, ngomong-ngomong, di mana Bokap dan Abang lo, Po?'''

''Bokap gue biasa dagang di pasar. Kalau Bang Kia ... dia gawe di perusahaan otomotif, pulangnya nanti malam habis maghrib ...''

''Oooo ...''

Aku dan Oppo ngobrol ngalor-ngidul. Nerocos ini ono kucrut. Sampai mulut kami berbusa-busa. Ngobrolin hal yang sebenarnya tidak penting, tapi asik. Topik utama yang kami bahas tentu tentang persyaratan untuk mengajukan beasiswa sesuai dengan tujuanku datang ke rumah Oppo. Lelah bercas-cis-cus tak kenal waktu, hingga tak terasa kami berdua terlelap tidur di sofa.

Kami terbangun ketika jam di dinding sudah menampilkan angka 5. Langsung saja aku pamit pada Mamah Oppo yang ternyata bernama I Cherry. Dan seperti yang sudah dijanjikan, Oppo-lah yang mengantarkan aku pulang.

Tiba di rumahku, tak kusangka ternyata Ibu sudah ada di rumah. Beliau berdiri di depan pintu dengan tatapan yang berbinar-binar seolah menyambut kepulanganku.

''Vo, siapa perempuan itu?'' bisik Oppo di telingaku.

''Itu Nyokap gue, Xiaomi.''

''Serius, lo?'' Oppo terbengong. Heran. Tak percaya.

"Ya, serius!"

''Anjriit ... gue pikir itu kakak lo, Vo! Sumpah, Nyokap lo masih muda banget ... kayak masih gadis umur 20 tahunan ... wajahnya, body-nya, kulitnya ... seger!''

''Dasar otak ngeres! Itu Nyokap gue, Dodol!'' Aku menjitak kepala Oppo. Cukup keras hingga ia meringai kesakitan.

''Vivo ... dari mana saja kamu, Nak?'' cetus Ibu, ''kok baru pulang jam segini ....'' imbuhnya.

''Maaf, Bu ... tadi Vivo mampir ke rumah teman.''

''Kenapa tidak mengabari Ibu?''

''Maaf ... lupa.''

Ibuku geleng-geleng kepala sambil menyadakepkan kedua tangannya.

''Tante ... maafkan teman saya, ya, dia tidak salah, saya yang mengajak dia mampir ke rumah saya ...'' celetuk Oppo menimpali.

''Tunggu ... kamu ini siapa, ya?'' ujar Ibuku sembari memperhatikan Oppo dengan mimik seperti orang yang bingung atau keheranan yang levelnya sangat tinggi.

''Saya Oppo, Tante, temannya Vivo.''

''Bukan, bukan itu maksud saya ... wajahmu mengingatkan saya pada seseorang ...''

''Kenapa Tante, wajah saya tampan, ya?''

''Plak!'' Aku menabok bahu Oppo. ''Ingat, ini Nyokap gue ... masih ganjen aja lo, ngegodain!'' ujarku geram.

''Hehehe ...'' Ibuku jadi terkekeh. Oppo juga, tapi aku tidak.

''Kau seperti seseorang di masa lalu Tante, tapi sudahlah, lupakan! ... Itu tidak penting, mungkin kau hanya mirip saja ...''

Aku dan Oppo jadi saling berpandangan. Aku merasa aneh. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan oleh ibuku. Namun aku tidak tahu. Itu masih sangat misteri. Samar-samar. Tidak jelas. Mungkin sebuah rahasia atau apalah itu yang tak boleh terbongkar.

''O, ya ... Oppo, mari mampir dulu, Nak!'' kata Ibu membujuk.

''Tidak usah, Tante ... sudah sore, lain kali aja!'' sanggah Oppo lugas.

''Hmmm ... jadi, kamu tidak mau mampir, nih?''

''Iya, maaf, Tante, saya mau pamit dan permisi dulu ...''

''Oke deh, kalau gitu, hati-hati di jalan, ya!''

''Ya, Tante!'' Oppo menepuk bahuku, lalu ia memutarbalikan kendaraan roda duanya dan selanjutnya ia ngacir, pergi meninggalkan halaman rumahku.

Setelah kepergian Oppo, Ibu menghampiri aku dan merangkul pundakku.

''Vivo ... lekas mandi, selepas maghrib Ibu akan memberikan kejutan buat kamu!''

Aku bergeming, aku hanya melirik ke arah ibu tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Aku masih tak mengerti dengan maksud kejutan yang Ibu katakan. Kejutan apa? Benar-benar membuatku penasaran!