Chereads / My strange marriage / Chapter 21 - Jaga Perdana

Chapter 21 - Jaga Perdana

Hari kedua di bedah, kelompok Laras langsung mendapat jadwal jaga perdana. Hari ini dia akan jaga bersama Fadlan, Rina, Zaskia dan Laura di IGD. Mereka ada 4 sampai 5 orang di satu kelompok. Setelah selesai kegiatan di bagian bedah, sekitar pukul 14.30 Fadlan mengajak keempat temannya untuk menuju IGD. Mereka harus melapor kepada residen senior jaga disana. Menurut jadwal, hari ini Erick yang jaga senior di IGD. Laras hanya berdoa semoga tidak ada kejadian aneh selama dia jaga, mengingat Erick lumayan kesal dengannya tempo hari.

Mereka memasuki ruangan IGD bedah. Erick sedang duduk disana dan sedang menulis status pasien.

"Siang dok, izin lapor, kami kelompok koass yang jaga hari ini dok," ucap Fadlan saat mereka berlima sudah berdiri di depan Erick.

Erick menghentikan aktivitas menulisnya, mendongakkan kepalanya dan menatap mereka berlima satu per satu. Tatapan Erick berhenti pada Laras.

"Kalian berlima?" tanya Erick lagi. Mereka kompak mengangguk.

"Oke, kamu..ikut saya, yang lain stay disini ya, ikut sama dokter Fariz," Erick menunjuk Laras. Lalu dia menunjuk ke arah juniornya, yang tadi bernama Fariz, agar Fadlan dan lainnya ikut dengannya.

"Baik dok," ucap mereka serempak.

"Ayo, kamu ikut saya ya," perintah Erick. Dia beranjak menuju ke ruangan tindakan, ada seorang pasien pria disana. Pria itu korban kecelakaan lalu lintas. Ada luka robek yang lumayan panjang di lengan dan pahanya.

"Kamu bantu asisten saya untuk hecting luka pasien ini ya, ambil dulu hecting set(1) disana ya," perintah Erick lagi sambil menunjukkan sebuah lemari di sudut ruangan, yang isinya menyimpan peralatan untuk IGD. Laras mengangguk, segera menuju ke tempat yang diminta Erick. Sampai disana Laras bingung sendiri. Dia tidak tahu harus mengambil yang mana, ini hari pertamanya, tentu saja dia belum mengerti.

Seorang residen perempuan datang ke arah Laras, membantu mengambilkan alat untuk Laras.

"Lu koass baru ya?" tanya residen itu. Laras membaca nama di name tag nya. Namanya Salma, dia residen bedah umum, berarti sama dengan Erick, pikir Laras. Salma menyerahkan alat hecting yang sudah disterilisasi kepada Laras. Laras menerimanya dengan senyuman lebar, berterimakasih sekali sudah dibantu.

"Iya dok, terima kasih sekali dok," ucap Laras sambil menundukkan badannya.

"Lu lagi di bully ya sama bang Erick?" bisiknya. Dia menyerahkan bungkusan kasa steril kepada Laras. Lalu meneliti wajah Laras dengan seksama.

"Bully dok?" tanya Laras, bingung.

"Iya, kebiasaan bang Erick tuh, ada koass cewe cakep dikit aja, pasti deh pas jaga di ajak ama dia ngerjain macem-macem, biar bisa di pedekate, maklum dia masih single..hecting luka kaya gitu mah bukan kerjaan dia lagi," jelas Salma, setengah berbisik, mungkin dia takut terdengar Erick.

Laras ingin membuka mulut untuk bertanya lebih lanjut, tapi Erick sudah memanggilnya.

"Dek, mana?" panggilnya, setengah berteriak.

Salma langsung mengibas-kibaskan telapak tangannya, memberi tahu Laras supaya segera pergi kembali kepada Erick. Laras mengerti, dia langsung berlari menuju Erick.

"Lama banget ambilnya," omel Erick.

"Maaf dok, saya takut salah," jawab Laras jujur.

"Ya udah, cepetan pake handschoon," perintah Erick. Laras menurut.

"Nanti kamu jadi asisten saya ya, perhatikan dengan benar, nanti jahitan terakhir kamu boleh coba," ucapnya. Laras kembali mengangguk.

Erick mulai menjahit luka pasien tadi. Laras ikut membantunya, sambil tetap mengerjakan semua perintah Erick. Sekitar 10 menit kemudian, Erick sudah hampir selesai.

"Nih, sisa satu jahitan lagi, kamu coba ya," ucapnya. Erick menyerahkan alat jahit yang ada di tangannya kepada Laras, lalu mengambil gunting yang sedang dipegang Laras.

"Baik dok," sahut Laras cepat. Sambil tetap mengikuti arahan Erick, Laras mencoba, dan dia berhasil. Laras senang sekali, sampai-sampai tanpa sadar dia tersenyum lebar kepada Erick, membuat Erick menatap wajahnya dengan tatapan tajamnya. Laras langsung menghilangkan senyuman itu dari wajahnya dan cepat-cepat menunduk. Laras teringat kata-kata Salma sebelumnya.

"Sudah dok," ucap Laras cepat. Erick tersenyum.

"Oke, tinggal kita tutup lukanya," perintahnya lagi.

Setelah selesai, Erick melanjutkan luka di paha pasien, kali ini Laras diberi kesempatan melakukan tiga jahitan. Hatinya senang sekali, tapi dia menahan senyumnya, khawatir nanti Erick salah paham. Laras sedikit bingung, bagaimana mungkin Erick berencana mendekatinya, apa Erick tidak tahu kalau dia adalah istri Todi, tanya Laras dalam hati.

"Oke, udah selesai ya pak," ucap Erick, kepada pasien dengan sopan sambil tersenyum.

Aduh, tumben banget ya ini orang senyum, pikir Laras.

"Yuk," ajak Erick kepada Laras, memberi kode untuk mengikutinya.

Kemana lagi sekarang, pikir Laras. Tapi dia tetap menurut, mengekor langkah Erick dari belakang.

"Aku ada operasi, kamu ikut jadi asisten ya," perintahnya.

Laras langsung menelan ludah. Asisten operasi dihari pertama jaga malam, benar-benar dia belum siap.

"Ba..baik.. baik dokter," ucapnya terbata.

Mereka naik ke lantai 3 ruang operasi. Laras mengganti bajunya, dan menunggu Erick di kamar operasi yang sebelumnya sudah diinfokan oleh Erick.

Lima menit menunggu, Laras belum melihat kehadiran Erick. Tiba-tiba seseorang menyenggol tangannya. Seorang pria dengan masker dan cap kepala. Laras nyaris tidak mengenalinya, karena wajahnya tertutup masker, tapi Laras hapal bentuk badannya yang lumayan kekar, itu Erick.

"Ayo, masuk," ucap Erick. Laras membantu Erick memakai jubah untuk operasi dan mengerjakan semua yang diperintahkan oleh Erick. Operasi kali ini berlangsung cukup lama, sekitar 2 jam. Erick serius sekali, terlihat keren, pikir Laras. Pikirannya melayang-layang, membayangkan apakah Todi juga se keren ini kalau sedang melakukan operasi, gumamnya pada diri sendiri sambil tersenyum dibalik maskernya.

"Dek, nanti bantu saya tulis laporan operasi," perintah Erick lagi setelah selesai operasi.

"Siap dok," jawab Laras, sambil membuka tali jubah operasi Erick.

"Ayo," ajak Erick. Laras mengikuti dari belakang dengan patuh.

Baru saja Laras selesai menulis laporan operasi, seorang junior Erick datang.

"Bang, ada cito lagi di bawah, udah acc anestesi," lapornya kepada Erick. Lalu juniornya itu melaporkan lagi kondisi pasien yang Laras tidak pahami, dia hanya diam mendengarkan, dalam hatinya berkata, pasti Erick akan memintanya untuk ikut operasi lagi dengannya. Laras pelan-pelan menghela napas, sedikit khawatir.

"Oke, naik, gue tunggu disini," ucap Erick. Wajahnya terlihat sangat lelah.

"Dek, lanjut ya temani saya" ucapnya, yang terdengar seperti perintah di telinga Laras. Mau bilang apa lagi, pikir Laras. Dia hanya mengangguk, tapi sebenarnya hatinya ingin berkata tidak. Punggung dan kakinya sudah pegal setengah mati. Belum lagi Laras belum makan dari siang, makan paginya pun hanya sepotong roti saja.

Erick sudah berjalan menuju ruang tunggu pasien di kamar operasi. Memeriksa pasiennya sebentar, lalu memberi instruksi kepada para perawat.

Laras menyandarkan badannya ke dinding kamar operasi yang dingin. Terasa nyaman. Seluruh badannya terasa berdenyut. Laras memejamkan matanya sejenak, ingin rasanya dia berbaring setelah dua jam lebih berdiri.

"Dek, ayo" ajak Erick. Laras tersadar, lalu mengikuti Erick dengan segera.

"Siap dok," jawab Laras.

Erick sudah mencuci tangan, Laras ikut dibelakangnya. Laras mengikuti semua perintah Erick. Operasi ini sedikit lebih sulit dari operasi sebelumnya. Erick mengerjakannya hampir 3 jam. Laras salut dengan para dokter ini. Laras baru mengikuti dua operasi, sementara mereka mungkin sudah melakukannya dari pagi.

Erick meminta Laras membantunya menulis laporan operasi lagi. Setelah selesai, Laras melirik jam tangannya. Ya ampun, sudah hampir jam 10 malam, pekiknya dalam hati. Pantas saja perutnya sudah kelaparan.

Junior Erick yang sebelumnya, masuk lagi dan menyerahkan dua kotak makanan kepada Erick.

"Ini bang, pesanan abang," ucapnya.

"Oke, makasih, di bawah aman?" tanyanya.

"Aman Bang," jawabnya.

"Oke, gue makan dulu," ujar Erick. Dia menyerahkan satu kotak makan kepada Laras.

"Nih, kamu pasti udah kelaparan kan? Dari tadi perut kamu udah bunyi-bunyi, tadi makan siang ga?" tanya Erick.

"Em..enggak sempat makan siang tadi dok" jawab Laras pelan, sedikit malu, ternyata Erick mendengar bunyi perutnya yang kelaparan.

"Temenin saya makan, ini untuk kamu" ucapnya. Lalu menarik Laras menuju kamar jaga. Laras terpaksa mengikuti.

Sampai di kamar jaga, Laras menemukan Alex, teman seangkatan Todi. Dia sedang makan juga disana.

"Hei, Ras," sapa Alex.

"Bang, " balas Laras, sopan. Sambil tersenyum.

Erick menatap dengan heran, pandangannya bergantian melihat Alex dan Laras.

"Lu kenal dia?" tanya Erick kepada Alex.

"Iyalah, jangan bilang lu lagi godain koass baru, dia nih istrinya Todi, masa enggak tau Rick?" jelas Alex, sambil mengunyah makanannya dengan terburu-buru.

Erick diam. Laras juga diam.

"Eh, yuk, gue duluan ya," Alex pergi segera setelah menyelesaikan makanannya. Melambaikan tangan kepada Laras dan Erick.

"Kamu sudah nikah?" tanya Erick, menatap Laras tajam.

"Iya dok," jawab Laras sambil mengangguk.

Dia menghela napas.

"Kenapa enggak kasih tahu?" tanyanya bertambah kesal.

Laras diam, dia bingung sendiri. Erick tidak pernah bertanya padanya, rasanya aneh jika dia tiba-tiba cerita kalau dia sudah menikah, pikirnya dalam hati.

"Ya udah, lu mending balik deh ke IGD, gue mau makan sendirian aja," ucapnya sambil mendengus kesal.

Laras sedikit geli melihat tingkah Erick. Dia sepertinya kesal mendengar Laras sudah menikah. Lagi pula dia tidak bertanya, pikir Laras, mengapa harus kesal.

"Baik, terimakasih dok makanannya," ucap Laras sebelum pergi.

Laras turun kembali ke IGD, menemui teman-temannya. Keempat kawannya itu sedang duduk-duduk karena hari ini kabarnya IGD bedah tidak terlalu ramai. Nikmat sekali mereka, sementara Laras baru istirahat.

"Ras," panggil Fadlan.

"Hei," balas Laras.

"Berapa operasi?" tanya Zaskia terlihat cemas melihat wajah Laras yang jelas terlihat lelah.

"Dua, tapi lama banget, hampir 5 jam," jawab Laras, duduk dengan malas.

"Gih makan dulu, IGD aman sih, kita udah makan tadi gantian Ras. Lu istirahat dulu aja, nanti jam 12an balik, gantian." ucap Fadlan.

Laras mengangguk dan pergi ke kamar jaga koass untuk makan. Sambil makan, Laras mencoba menelpon suaminya. Tapi sayangnya Todi juga sedang operasi, seorang perawat mengangkat ponselnya dan mengatakan kalau Todi lagi operasi. Laras makan dengan cepat, dia ingin berbaring dengan segera.

Pukul 12, Zaskia membangunkannya.

"Ras, bangun, gantian yuk," ucap Zaskia.

"Oh, oke, sori, gue ketiduran," ucap Laras. Dia melihat ponselnya, menemukan 10 panggilan dari Todi. Laras merasa sedikit kecewa.

Sampai di IGD, Laras tidak menemukan Erick. Syukurlah, pikirnya. Kali ini giliran Zaskia dan Rina yang beristirahat. Laras dan Fadlan melanjutkan sampai pukul 2 pagi. Laras meminta Fadlan untuk beristirahat setelahnya, dia kasihan karena dari tadi Fadlan sama sekali belum istirahat.

"Aku stand by disini aja Fadlan, enggak apa-apa," ucap Laras.

"Nanti gue bangunin Zaskia sama Rina ya," balas Fadlan. Laras mengangguk.

Beberapa saat kemudian, Zaskia dan Rina datang dengan wajah mengantuk. Beruntung tidak ada pasien lagi. Mereka bertiga bisa tidur di IGD dengan tenang. Pukul 5 pagi, Laras izin mandi dan sholat. Setelah selesai, dia kembali ke IGD, dan masih terlihat sepi. Fadlan sudah ada disana dengan rapi, dia sudah mandi rupanya.

Karena tidak ada pekerjaan, Laras mencoba menelpon Todi.

"Halo," suara Todi terdengar masih bangun tidur.

"Pagi, sudah sholat subuh?" tanya Laras.

"Emm..baru kebangun, ya udah aku sholat dulu ya," jawab Todi.

"Iya, tadi malam aku enggak dengar kakak telpon maaf ya," ucap Laras.

"Enggak apa, aman jaganya sayang?" tanya Todi.

"Aman, kak," jawab Laras. Sedikit tersipu setiap Todi memanggilnya "sayang".

"Ya udah, aku sholat dulu ya," pamit Laras.

"Iya, dah kakak," ujar Laras.

"Dadah sayang," balas Todi sebelum mematikan ponsel.

Wajah Laras langsung tersenyum dengan senang. Dia mendadak tersadar saat melihat Ericka ternyata sudah duduk didekatnya dan menatapnya dengan tajam. Laras menelan ludah, sedikit khawatir. Tapi ternyata Erick membuang pandangannya.

Saat jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, Laras dan teman-temannya pamit izin dari IGD. Erick tidak lagi berkata apa-apa, dia hanya menggoyangkan tangannya memberi kode mereka untuk boleh meninggalkan IGD.